• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Headline
  • SPK VI: Politisasi Definisi Agama dan Pembentukan Identitas

SPK VI: Politisasi Definisi Agama dan Pembentukan Identitas

  • Headline, News
  • 26 June 2015, 15.16
  • Oleh:
  • 1

SPK VI/CRCS/Rifqi Fairuz

Peserta Sekolah Pengelolaan Keragaman VI
Peserta Sekolah Pengelolaan Keragaman VI

Mengkaji identitas menjadi hal yang penting dan menjadi titik tolak dalam Sekolah Pengelolaan Keragaman (SPK VI). Agama, sebagai bagian dari identitas juga perlu untuk dilacak akar sejarahnya, dan bagaimana agama dalam perkembangannya menjadi pembentuk identitas manusia. Banyak masyarakat yang masih bingung dalam mendefinisikan kosakata agama, karena berbagai macam persepsi dan definisi yang dikenalkan melalui berbagai disiplin pengetahuan dan institusi. Peserta SPK VI menyebutkan banyak definisi agama, antara lain sebagai sistem simbol, sistem nilai, hegemoni monotaistik, bahkan sumber diskriminasi terhadap sistem kepercayaan yang tidak dianggap sebagai agama.Sesi pertama Sekolah Pengelolaan Keragaman pentingnya mengetahui paradigma agama yang dibangun oleh pemerintah, dan perbedaan realitas yang ada di masyarakat. Paradigma tentang agama ini penting dalam mengetahui konstruksi pikiran masyarakat dalam mendefinisikan agama.
Fasilitator SPK VI, Dr. Samsul Maarif menjelaskan dalam konteks keindonesiaan, yang penting adalah bagaimana penggunaan definisi agama itu dibangun dan dikonstruksi, yang kemudian menjadi populer serta dianggap sebagai kebenaran mutlak oleh masyarakat. Tidak lain, aktor pendefinisi dan pembangun konstruksi itu salah satunya adalah institusi Negara.
SPK3
Peserta SPK VI dalam Grup Diskusi

Dari sudut pandang sejarah, sebelum berdirinya Negara Indonesia, agama menjadi penanda identitas komunal dan penanda kelompok. Contohnya pengkategorian penduduk di masa kolonial. Snouck Horgronje, orientalis Belanda, melakukan studinya dalam mengkaji identitas masyarakat Aceh dan menemukan bahwa identitas agama sangat melekat di masyarakat. Kajian terhadap agama juga dianggap penting bagi pemerintah kolonial Belanda sebagai bagian dari strategi menghadapi pemberontakan yang terjadi dari masyarakat pribumi.
Dalam konteks Negara, agama mulai dianggap penting dan diatur oleh Negara melalui UUD PNPS tahun 1965. Melalui UUD tersebut diaturlah pengakuan Negara terhadap agama, yaitu ada enam agama yang diakui Negara. Hal ini menimbulkan persoalan terhadap banyak agama lokal yang tidak diakui oleh Negara. Ada konstruksi pemisahan antara agama dan adat sebagai legitimasi identitas kewarganegaraan.
Lebih lanjut, Samsul Maarif mengungkapkan pada masa Orde Baru, kerangka berpikir agama yang terpisah dari adat menjadikan legitimasi untuk pembangunan, dan menjadi instrument untuk modernisasi. Demi kepentingan tersebut, agama menjadi alat nasionalisme-developmentalisme. Paradigma agama, oleh Negara, mewarisi prototype agama dunia/monoteis untuk mendefinisikan agama. Oleh karenanya, Hindu-Budha Indonesia beda dengan asalnya. Sama halnya tentang kepercayaan, yang dianggap berbeda dengan pakem agama.
SKRGAkibatnya, pengentalan makna agama itu menyisihkan budaya yang kemudian dimurnikan (purifikasi), budaya menjadi berbeda dan berjarak dengan agama. Di sisi lain, festival budaya, yang melibatkan agama dan masyarakat lokal, menjadi objek tourisme.
Meskipun dalam tourisme ini, banyak pro dan kontra dalam melestarikan dan mengeksploitasi adat budaya lokal. Banyak masyarakat penganut agama lokal di satu sisi dilarang atau dianggap sesat, dimana secara bersamaan mereka dituntut harus beragama (berafiliasi) kepada agama yang diakui negara secara ortodoks. Yang terjadi: budaya/praktik lokal boleh dikembangkan, selama tidak bertentangan terhadap agama seperti nyanyian, tarian, upacara, dll.
Definisi agama yang Negara konstruksi yang relatif baru. Sebelum masa kolonial, agama dan adat itu tidak menjadi dua entitas berbeda. Permasalahannya adalah bagaimana definisi itu dikonstruksi dan dilegitimasi oleh negara. Kmudian konsruksi itu sangat berpengaruh kepada masyarakat yang menerimanya, dan mempunyai dampak diskriminasi. Diskriminasi tersebut berupa terbatasnya layanan kewarganegaraan, seperti pengosongan kolom KTP, pelarangan mensahkan catatan pernikahan dengan adat pernikahan agama lokal, kesulitan kenaikan jabatan karena masalah sumpah jabatan dan lain sebagainya.
SPK-2Dengan demikian, penting untuk memperhatikan definisi agama sebagai konstruksi identitas kewarganegaraan. Pola pikir Negara dalam mengakui agama dunia, dan menyisihkan agama lokal, rentan menjadi ruang diskriminasi karena pada dasarnya warga Negara berhak untuk mendapatkan layanan yang sama oleh Negara.
SPK diselenggarakan oleh Program Studi Agama dan Lintas Budaya (Center for Religious and Cross Cultural Study/CRCS) untuk mempertemukan akademisi dan praktisi dalam bidang pengelolaan keragaman. Kelas dan pelatihan penelitian dalam SPK berlangsung selama 10 hari, sejak 19 sampai 30 Mei 2015 di Disaster Oasis Training Center Sleman Yogykarta. Peserta berasal dari berbagai daerah di Indonesia, mulai Padang, Bengkulu, Kalimantan, Gorontalo, Makasar, Maluku, Lombok dan Jawa. Diharapkan setelah mengikuti kegiatan SPK, peserta mampu meningkatkan kemampuan advokasi melalui riset dan belajar dari pengalaman peserta lain dalam jaringan SPK di seluruh Indonesia.
 

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Comment (1)

  1. Ferdi 9 years ago

    Mantafff!!!

    Reply

Instagram

Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
R A G A Ada beberapa definisi menarik tentang raga R A G A
Ada beberapa definisi menarik tentang raga di KBBI. Raga tidak hanya berarti tubuh seperti yang biasa kita pahami dalam olah raga dan jiwa raga. Raga juga dapat berarti keranjang buah dari rotan, bola sepak takraw, atau dalam bahasa Dayak raga berarti satuan potongan daging yang agak besar. Kesemua  pengertian itu menyiratkan raga sebagai upaya aktif berdaya cipta yang melibatkan alam. Nyatanya memang keberadaan dan keberlangsungan raga itu tak bisa lepas dari alam. Bagi masyarakat Dondong, Gunungkidul, raga mereka mengada dan bergantung pada keberadaan telaga. Sebaliknya, keberlangsungan telaga membutuhkan juga campur tangan raga warga. 

Simak pandangan batin @yohanes_leo27  dalam festival telaga Gunungkidul di web crcs ugm
K O S M O P O L I S Kosmo bermakna semesta, sement K O S M O P O L I S
Kosmo bermakna semesta, sementara polis itu mengacu pada kota yang seupil. Sungguh istilah oksimoron dengan daya khayal maksimal. Namun, nyatanya, yang kosmopolis itu sudah hadir sejak dulu dan Nusantara adalah salah satu persimpangan kosmopolis paling ramai sejagad. Salah satu jejaknya ialah keberadaan Makco di tanah air. Ia bukan sekadar dewa samudra, melainkan kakak perempuan yang mengayomi saudara-saudara jauhnya. Tak heran, ketika sang kakak berpesta, saudara-saudara jauh itu ikut melebur dan berdendang dalam irama kosmopolis. Seperti di Lasem beberapa waktu silam, Yalal Wathon dinyanyikan secara koor oleh masyarakat keturunan tionghoa dan para santri dengan iringan musik barongsai. Klop!

Simak ulasan @seratrefan tentang makco di situs web crcs!
At first glance, religious conversion seems like a At first glance, religious conversion seems like a one-way process: a person converts to a new religion, leaving his old religion. In fact, what changes is not only the person, but also the religion itself. The wider the spread of religion from its place of origin, the more diverse the face of religion becomes. In fact, it often gives birth to variants of local religious expressions or even "new" religions. On the other hand, the Puritan movement emerged that wanted to curb and eradicate this phenomenon. But everywhere there has been a reflux, when people became disaffected with Puritan preachers and tried to return to what they believed their religion was before.

Come and join the #wednesdayforum discussion  at the UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju