• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Academic Documents
    • Student Satisfaction Survey
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Berita Alumni
  • Samsul Ma'arif: Tidak Sekedar Melangkah dalam Hal Keterbukaan Berpikir

Samsul Ma'arif: Tidak Sekedar Melangkah dalam Hal Keterbukaan Berpikir

  • Berita Alumni
  • 17 December 2009, 00.00
  • Oleh:
  • 0

“CRCS membuat saya lompat dan kayak pondasinya saya di situ. Sehingga kemudian mudah untuk belajar di Amerika.” Demikian ungkapan Samsul Ma’arif, alumni CRCS 2001, ketika ditanya mengenai kontribusi CRCS terhadap karirnya saat ini. Samsul yang akrab dipanggil “Anchu”, saat ini sedang dalam masa penelitian untuk disertasinya mengenai Amatoa Kajang di Sulawesi Selatan. Baginya, keberhasilan yang ia rasakan saat ini adalah kesinambungan dari studinya sejak S1, dan CRCS telah memberikan lompatan besar dalam studinya tersebut.

 

Anchu yang lahir di Wajok, dan besar di Kalimatan Timur dan Sulawesi Selatan, sejak kecil telah mengalami tempat studi yang berpindah-pindah. Sejak perpindahannya ke Yogyakarta untuk melanjutkan S2 di CRCS, lompatan besar ia rasakan dari S1 di IAIN Sulawesi Selatan ke jenjang yang lebih tinggi dan merubah cara berpikirnya. “Jadi kalau saya bayangkan dari IAIN ke CRCS itu sudah melompat, tidak sekedar melangkah dalam hal keterbukaan berpikir,” jelas Anchu. Ia bahkan sempat mengambil studi S2 kembali selama 1,5 tahun di Florida International University, Miami. “Saya harus akui bahwa peran CRCS sangat besar, CRCS sangat tepat dan membantu saya untuk membuka diri. CRCS membuka pemikiran kita untuk memahami agama orang lain sesuai dengan perspektif mereka. Itu yang membuat saya terbantu dalam memahami agama-agama”, tegas Anchu.

 

Menurutnya Anchu, pengalaman dialog antar-agama sewaktu ia masih S1 sangat berbeda dengan yang ia dapatkan di CRCS. Sewaktu S1 dialog yang ia rasakan hanya sebatas forum. “Di CRCS, kita di kelas, institusi, di kampus, sosialisasi juga lanjut di luar, di mana-mana. Jadi teori-teori akademik yang kita kembangkan, kita pelajari dari situ, sangat didukung oleh sosialisasi antar-agama. Layaknya tidak ada gap, nah, itu membantu kita bahwa keindahan kita dapatkan dari situ”, tambah Anchu.

 

Ayah dari seorang anak perempuan ini sedang melanjutkan studi S3 di School of Historical, Philosophical, and Religious Studies, Arizona State University, USA. Tahun ini merupakan tahun keempatnya dalam studinya tersebut. Ia sedang dalam masa penelitian di Sulawesi Selatan sejak bulan Maret lalu hingga Februari 2010. Topik disertasinya masih sama seperti topik tesis yang ia tulis sewaktu di CRCS, tentang Amatoa Kajang (agama lokal), hanya saja penelitian kali ini lebih komprehensif dan menggunakan waktu yang lebih panjang dari sebelumnya.

 

Dalam penelitiannya ini, Anchu mengkaji strategi bertahan hidup, yakni bagaimana masyarakat lokal berusaha mempertahankan hidup dari serangan luar, dari negara ataupun kelompok agama besar. Intensitas ritual yang cukup tinggi dari masyarakat tempat penelitiannya menjadi hal yang sangat menarik baginya.

 

Apabila ia tidak harus kembali ke Amerika untuk penyelesaian disertasinya, Anchu menganggap di Indonesia CRCS sebagai tempat yang dapat membantunya untuk literatur-literatur pendukung penelitiannya. Menurutnya, selain bisa menikmati penelusuran literatur di perpustakaan CRCS yang semakin hari semakin banyak koleksi bukunya, ia juga dapat berinteraksi dengan sivitas akademika CRCS. “Reinvent our sense of belonging to CRCS”, ujar Anchu dengan tersenyum. (JMI)

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

Faith could be cruel. It can be used to wound thos Faith could be cruel. It can be used to wound those we might consider "the other". Yet, rather than abandoning their belief, young queer Indonesians choose to heal by re-imagining it. The Rainbow Pilgrimage is a journey through pain and prayer, where love becomes resistance and spirituality turns into shelter. Amidst the violence, they walk not away from faith, but towards a kinder, more human divine. 

Come and join #wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
H I J A U "Hijau" punya banyak spektrum dan metrum H I J A U
"Hijau" punya banyak spektrum dan metrum, jangan direduksi menjadi cuma soal setrum. Hijau yang sejati ialah yang menghidupi, bukan hanya manusia melainkan juga semesta. Hati-hati karena ada yang pura-pura hijau, padahal itu kelabu. 

Simak kembali perbincangan panas terkait energi panas bumi bersama ahli panas bumi, pegiat lingkungan, dan kelompok masyarakat terdampak di YouTube CRCS UGM.
T E M U Di antara sains yang mencari kepastian, a T E M U

Di antara sains yang mencari kepastian, agama yang mencari makna, dan tradisi yang merawati relasi, kita duduk di ruang yang sama dan mendengarkan gema yang tak selesai. Bukan soal siapa yang benar, melainkan  bagaimana kita tetap mau bertanya. 

Tak sempat gabung? Tak perlu kecewa, kamu dapat menyimak rekamannya di YouTube CRCS.
Dance is a bridge between two worlds often separat Dance is a bridge between two worlds often separated by distance and differing histories. Through Bharata Natyam, which she learned from Indu Mitha, Aslam's dances not only with her body, but also with the collective memory of her homeland and the land she now loves. There is beauty in every movement, but more than that, dance becomes a tool of diplomacy that speaks a language that needs no words. From Indus to Java, dance not only inspires but also invites us to reflect, that even though we come from different backgrounds, we can dance towards one goal: peace and mutual understanding. Perhaps, in those movements, we discover that diversity is not a distance, but a bridge we must cross together.

Come and join #wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY