Judul: MAKNA DAN RITUAL BERSIH DESA SERTA RESPONS DI KALANGAN MASYARAKAT DESA SEKOTO, PARE, KEDIRI
Penulis: Efa Ida Amaliyah(CRCS, 2007)
Kata-kata kunci: ritual bersih desa, makna, fungsi, dan respons
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan mengetahui dan mengerti bahwa Kediri mempunyai keanekaragaman tradisi atau ritual yang hingga sekarang ada dan tetap dipertahankan oleh masyarakat khususnya warga masyarakat Desa Sekoto, Pare, Kediri, yaitu ritual bersih desa. Bersih desa adalah ritual turun temurun yang dilaksanakan tiap tahun di bulan Suro (Muharram) sebagai ungkapan penghormatan dan terima kasih kepada danyang yang telah membabat desa. Pluralitas masyarakat Sekoto dengan adanya beragam organisasi keagamaan, seperti NU, Muhammadiyah, Sapto Darmo, dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia membuat ritual bersih desa mendapat respon dari kalangan masyarakat yang berbeda organisasi tersebut.
Penelitian ini menunjukkan bahwa bersih desa mempunyai makna yang sangat berarti bagi masyarakat Sekoto yang meyakini. Kelompok yang meyakini ini adalah pengikut organisasi NU dan Sapto Darmo dengan asumsi dalam bersih desa ada dua nilai yaitu nilai Islami (mengirim do’a untuk yang sudah meninggal) dan nilai karakteristik Jawa (unggah-ungguh). Makna yang ada adalah makna kosmologi dan makna simbolik yaitu bagi warga masyarakat bahwa bersih desa sarana untuk menghormati nenek moyang dengan mengingat dan datang ke makam tiap tahun sebagai ungkapan kesungguhan sikap terhadap yang ”kudus” (danyang) sehingga sebagai bentuk kesungguhannya mereka membawa sesaji dengan harapan bahwa keinginan atau hajat akan dikabulkan oleh Allah dengan danyang sebagai perantara karena dianggap sebagai orang yang mempunyai kelebihan sehingga lebih dekat dengan Allah. Meskipun demikian, dalam bersih desa juga terjadi pergeseran makna ke arah kesantrian karena sekarang pada pelaksanaannya unsur-unsur keislaman lebih dominan (hadrah, semaan Qur’an, dan pengajian) dibanding unsur-unsur kejawen dan mistis. Selain mempunyai makna, bersih desa juga mempunyai fungsi, yaitu sebagai transfer pendidikan dan ruang integrasi. Fungsi transfer pendidikan yaitu mengenalkan tradisi yang sudah lama untuk terus dilestarikan oleh kalangan anak muda agar mereka tahu bahwa di desa ada danyang yang telah berjasa membangun desa. Sedangkan fungsi sebagai ruang integrasi adalah saat berkumpul di semua acara dalam rangkaian ritual terjadi kohesi sosial (silaturahim) dan integrasi tatkala suasana yang tercipta dengan obrolan-obrolan ringan sehingga terjalinnya suasana santai yang memberi ruang relasi antara mereka yang selama ini terpisah.
Respon untuk yang tidak meyakini datang dari Muhammadiyah dan LDII. Pendapatnya adalah ritual itu percaya kekuatan selain Allah yaitu danyang untuk meminta, sehingga menganggap bahwa acara berdoa di makam danyang (nyadran) adalah syirik. Meskipun demikian, ada beberapa keluarga Muhammadiyah yang berpartisipasi yaitu saat pengajian dengan pendapat bahwa pengajian mengkaji ajaran Islam sehingga perlu untuk datang.