• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Tesis
  • Baha'i: Sebuah Narasi Agama Minoritas di Indonesia

Baha'i: Sebuah Narasi Agama Minoritas di Indonesia

  • Tesis
  • 16 June 2011, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Judul: Baha’i: Sebuah Narasi Agama Minoritas di Indonesia (Studi Kasus di Banyuwangi, Jawa Timur)

Penulis: Amanah (CRCS, 2010)

Kata-kata Kunci: Agama, Baha’i, identitas dan minoritas

Abstrak:

 

Penelitian ini membahas tentang komunitas Baha’i di Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia. Baha’i merupakan sebuah agama yang disyiarkan pertama kali oleh Bahaullah yang berasal dari Persia. Penelitian ini dibuat berdasarkan pengalaman penulis selama hidup bertahun-tahun di tengah-tengah orang-orang muslim dan orang-orang Baha’i. Penelitian ini membahas isu-isu di seputar masyarakat Baha’i, di antaranya strategi survival kelompok minoritas Baha’i menghadapi kekerasan dan tekanan dari kelompok Mayoritas, terutama di desa Canga’an, Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia. Jumlah penduduk di desa tersebut sekitar 7000, mayoritasnya muslim dan terdapat sekelompok kecil pemeluk agama Baha’i.

 

Dari penelitian ini, ditemukan bahwa orang-orang Baha’i di desa Canga’an Banyuwangi Jawa Timur pada awalnya adalah orang-orang Islam. Agama baru ini mengantarkan mereka menuju ajaran baru yang menjadikan mereka lebih toleran terhadap kepercayaan dan agama orang lain. Di samping itu, mereka juga mampu meningkatkan strata kehidupan mereka karena kepercayaan baru yang mereka anut ini mengijinkan mereka untuk berpikiran lebih terbuka, menempuh pendidikan yang lebih tinggi dan mempelajari ajaran-ajaran baru. Di sisi lain, agama baru ini juga menyebabkan mereka mengalami diskriminasi. Pemerintah Indonesia tidak mengijinkan mereka untuk mencantumkan agama mereka yaitu Baha’i, di KTP mereka sehingga orang-orang Baha’i harus mencantumkan salah satu agama resmi di KTP mereka. Di samping itu, anak-anak yang lahir dari keluarga Baha’i juga tidak mendapatkan akte kelahiran.

 

Data dalam penelitian ini diambil dari sumber-sumber tertulis dan data-data dari lapangan yang didapat dari penelitian lapangan sehingga peneliti dapat membandingkan antara teori dan fakta di lapangan terkait dengan komunitas Baha’i di Banyuwangi Jawa Timur. Secara umum, penelitian ini berusaha menjawab dua pertanyaan utama. Pertama, tekanan apa yang dihadapi oleh orang-orang Baha’i sebagai kelompok minoritas di tengah-tengah masyarakat Canga’an yang agamis dan bagaimana orang-orang Baha’i tersebut merespon tekanan-tekanan tersebut. Kedua, faktor-faktor apa yang membuat orang-orang Baha’i tersebut tetap survive di tengah tekanan-tekanan itu? Salah satu alasan mengapa komunitas Baha’i tetap dapat survive di tengah tekanan dari pemerintah adalah karena mereka memegang teguh nilai-nilai komunal mereka sebagai kelompok minoritas. Perlakuan diskriminatif yang diterima orang Baha’I diantaranya adalah bahwa mereka tidak mendapatkan pelayanan yang baik ketika mereka mengurus administrasi tertentu di kantor-kantor pemerintahan. Saat orang Baha’i meninggal, mereka tidak boleh dimakamkan di pemakaman umum. Sebagai warga negara, hak-hak mereka telah diabaikan oleh pemerintah karena mereka dianggap orang-orang kafir dan sesat. Hal ini menyebabkan mereka bersikap tertutup terhadap kelompok mayoritas.

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

A M P A T Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan A M P A T
Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan aksi simsalabim dengan mencabut empat konsesi tambang di salah satu gugusan Red Line. Aksi "heroik" itu terlihat janggal ketika perusahaan yang paling bermasalah dalam perusakan lingkungan, bahkan yang menjadi pusat viral, justru dilindungi. Tentu bukan karena cocokologi dengan nama Raja Ampat sehingga hanya empat perusahaan yang dicabut konsesinya. Bukan cocokologi juga ketika Raja Ampat akan menjadi lokus tesis yang akan diuji esok di CRCS UGM. Berkebalikan dengan aksi badut jahat di Raja Ampat, @patricia_kabes akan bercerita bagaimana komunitas masyarakat di Aduwei mengelola laut dengan lestari melalui sasi. Berangkat dari negeri timur, peraih beasiswa LPDP ini justru menjadi yang pertama di angkatannya untuk menambahkan dua huruf pada akhir namanya.
For people who learn religious studies, it is comm For people who learn religious studies, it is common to say that "religion", as a concept and category, is Western modern invention. It is European origin, exported globally through colonialism and Christian mission. Despite its noble intention to decolonize modern social categories, it suffers from historical inaccuracy. Precolonial Islamic Malay and Javanese texts in the 16th and 17th century reflect a strong sense of reified religion, one whose meaning closely resembles the modern concept.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
I N S P I R A S I Secara satir, penyandang disabil I N S P I R A S I
Secara satir, penyandang disabilitas baru mendapatkan sorotan ketika dia mampu berprestasi, mampu mengatasi segala rintangan dan kekurangan. Singkat kata, penyandang disabilitas kemudian menjadi sumber inspirasi bagi nondisabilitas. Budi Irawanto menyebutnya sebagai "inspirational porn". Simak ulasan lengkapnya di situs web crcs ugm.
Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju