Judul: Baha’i: Sebuah Narasi Agama Minoritas di Indonesia (Studi Kasus di Banyuwangi, Jawa Timur)
Penulis: Amanah (CRCS, 2010)
Kata-kata Kunci: Agama, Baha’i, identitas dan minoritas
Abstrak:
Penelitian ini membahas tentang komunitas Baha’i di Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia. Baha’i merupakan sebuah agama yang disyiarkan pertama kali oleh Bahaullah yang berasal dari Persia. Penelitian ini dibuat berdasarkan pengalaman penulis selama hidup bertahun-tahun di tengah-tengah orang-orang muslim dan orang-orang Baha’i. Penelitian ini membahas isu-isu di seputar masyarakat Baha’i, di antaranya strategi survival kelompok minoritas Baha’i menghadapi kekerasan dan tekanan dari kelompok Mayoritas, terutama di desa Canga’an, Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia. Jumlah penduduk di desa tersebut sekitar 7000, mayoritasnya muslim dan terdapat sekelompok kecil pemeluk agama Baha’i.
Dari penelitian ini, ditemukan bahwa orang-orang Baha’i di desa Canga’an Banyuwangi Jawa Timur pada awalnya adalah orang-orang Islam. Agama baru ini mengantarkan mereka menuju ajaran baru yang menjadikan mereka lebih toleran terhadap kepercayaan dan agama orang lain. Di samping itu, mereka juga mampu meningkatkan strata kehidupan mereka karena kepercayaan baru yang mereka anut ini mengijinkan mereka untuk berpikiran lebih terbuka, menempuh pendidikan yang lebih tinggi dan mempelajari ajaran-ajaran baru. Di sisi lain, agama baru ini juga menyebabkan mereka mengalami diskriminasi. Pemerintah Indonesia tidak mengijinkan mereka untuk mencantumkan agama mereka yaitu Baha’i, di KTP mereka sehingga orang-orang Baha’i harus mencantumkan salah satu agama resmi di KTP mereka. Di samping itu, anak-anak yang lahir dari keluarga Baha’i juga tidak mendapatkan akte kelahiran.
Data dalam penelitian ini diambil dari sumber-sumber tertulis dan data-data dari lapangan yang didapat dari penelitian lapangan sehingga peneliti dapat membandingkan antara teori dan fakta di lapangan terkait dengan komunitas Baha’i di Banyuwangi Jawa Timur. Secara umum, penelitian ini berusaha menjawab dua pertanyaan utama. Pertama, tekanan apa yang dihadapi oleh orang-orang Baha’i sebagai kelompok minoritas di tengah-tengah masyarakat Canga’an yang agamis dan bagaimana orang-orang Baha’i tersebut merespon tekanan-tekanan tersebut. Kedua, faktor-faktor apa yang membuat orang-orang Baha’i tersebut tetap survive di tengah tekanan-tekanan itu? Salah satu alasan mengapa komunitas Baha’i tetap dapat survive di tengah tekanan dari pemerintah adalah karena mereka memegang teguh nilai-nilai komunal mereka sebagai kelompok minoritas. Perlakuan diskriminatif yang diterima orang Baha’I diantaranya adalah bahwa mereka tidak mendapatkan pelayanan yang baik ketika mereka mengurus administrasi tertentu di kantor-kantor pemerintahan. Saat orang Baha’i meninggal, mereka tidak boleh dimakamkan di pemakaman umum. Sebagai warga negara, hak-hak mereka telah diabaikan oleh pemerintah karena mereka dianggap orang-orang kafir dan sesat. Hal ini menyebabkan mereka bersikap tertutup terhadap kelompok mayoritas.