• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Academic Documents
    • Student Satisfaction Survey
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Tesis
  • Agama dan Budaya dalam Perkawinan Betawi

Agama dan Budaya dalam Perkawinan Betawi

  • Tesis
  • 20 June 2011, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Judul: Agama dan Budaya dalam Perkawinan Betawi: Negosiasi Agama dan Budaya dalam Perkawinan Betawi di Kecamatan Babelan Bekasi

Penulis: Siti Hunainah (CRCS, 2005)

Kata-kata Kunci: agama, budaya, negosiasi, perkawinan

Abstrak:

 

Interaksi agama dan budaya lokal dalam suatu komunitas masyarakat merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan sehari-hari, tidak terkecuali masyarakat Betawi. Tradisi perkawinan Betawi adalah salah satu contoh di mana agama dan budaya lokal (tradisi) saling mempengaruhi dan ikut memberi warna dalam prosesi tersebut. Menariknya masyarakat Betawi, ketika mengekspresikan tradisi di berbagai acara ritual, tidak ada satu pun yang hanya mewakili satu unsur kebudayaan saja. Mengingat budaya Betawi adalah budaya yang terbuka, sehingga memungkinkan adanya ruang untuk terjadinya dialog dan negosiasi dengan budaya lain. Karenanya tidaklah mengherankan jika dalam perkawinan Betawi yang bersentuhan langsung antara agama (Islam) dengan budaya setempat. Sebut saja maulidan, ziarah, paketan, dan masih banyak yang lainnya. Belum lagi banyaknya simbol yang terdapat dalam prosesi perkawinan Betawi, seperti halnya pemberian uang belanja yang berbentuk miniatur masjid merupakan simbol dari nafkah yang diberikan suami untuk membiayai kebutuhan rumah tangga, yang diperoleh dengan jalan halal. Ataupun tradisi buka palang pintu yang melambangkan sebuah kehidupan rumah tangga yang tidak selalu mulus, kadang pasangan suami istri akan menemui masa konflik. Di sisi lain masyarakat Betawi masih memiliki warisan-warisan animisme yang sampai sekarang masih dapat dilihat dalam perkawinan Betawi, setiap akan diadakan hajatan kawinan (keriaan) biasanya yang punya hajat terlebih dahulu mengadakan ritual dibarengi dengan pemberian sesajen, maka di empat penjuru pekarangan rumahnya selalu dipasang sesajen (ancak). Begitu juga di atas atap rumahnya, hal ini diyakini untuk memberi makanan para mahluk halus lain yang menghuni kampung atau roh nenek moyang mereka. Dengan menyediakan sesajen itu dimaksudkan untuk menjaga supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penyelenggaraan hajatan berlangsung. Di sinilah terjadi negosiasi dalam perkawinan Betawi, di mana unsur agama dan budaya lokal bertemu dalam satu tempat.

 

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun pendekatan yang digunakan adalah kombinasi etik dan emik, artinya bahwa data etnografi tidak hanya diperoleh dari informasi warga masyarakat Betawi yang bersangkutan, melainkan juga dapat diperoleh dari pemikiran yang berpijak pada Antropologi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana agama dan budaya lokal saling mempengaruhi dalam perkawinan Betawi dan untuk melihat secara kritis pola-pola negosiasi yang terjadi antara agama dan budaya lokal dalam perkawinan Betawi. Sedangkan hasil dari penelitian ini dapat dilihat, bahwasanya pola hubungan agama dan budaya lokal yang terdapat dalam prosesi perkawinan Betawi di Kecamatan Babelan sangat kooperatif dan saling menghargai. Dalam artian bahwa keduanya saling menempati di posisinya masing-masing dan bentuk-bentuk yang terjadi dalam proses negosiasi saling mempengaruhi tanpa mengurangi makna dari sahnya perkawinan itu sendiri.

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

When faith meets extraction, what or whose priorit When faith meets extraction, what or whose priority comes first: local communities, organizations, or the environment?

Both Nahdlatul Ulama and Muhammadiyah have voiced their acceptance of mining concessions, each with their own set of carefully considered perspectives. But what lies beneath their words?  In this upcoming #wednesdayforum, @chitchatsalad will dive deep using critical discourse analysis to unravel the layers of these powerful statements. We'll explore how these two of the world’s largest Islamic mass organizations justify their positions and what it reveals about their goals, values, and the bigger narratives in play.

This is more than just a conversation about mining. Come and join #wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
J O G E D Kapan terakhir kali kamu menyapa teman d J O G E D
Kapan terakhir kali kamu menyapa teman dengan sebuah gestur tubuh, alih-alih meminjam seperangkat huruf dan emoji  dari balik layar? Tubuh kita menyimpan potensi ruang untuk berbicara satu sama lain, menggunakan perangkat bahasa yang sama-sama kita punya, saling menyelaraskan frekuensi melalui gerak. 

Simak artikel dari alexander GB pada seri amerta di web crcs ugm.
L I B A T Berbicara tentang kebebasan beragama ata L I B A T
Berbicara tentang kebebasan beragama atau berkeyakinan itu tidak cukup hanya di kelas; ataupun sebaliknya, bertungkus lumus penuh di lapangan. Keduanya saling melengkapi. Mengalami sendiri membuat pengetahuan kita lebih masuk dan berkembang. Menarik diri dan berefleksi membuat pengetahuan itu mengendap dan matang. Melibatkan diri adalah kunci.

Simak laporan lengkap Fellowship KBB 2025 hanya di situs web crcs ugm.
The Ecumenical Patriarchate has quietly built a mi The Ecumenical Patriarchate has quietly built a mission in Indonesia, nurturing faith while navigating a tough reality. Inside, the community faces its own struggles. Outside, it confronts Indonesia’s rigid rules on “legal religions,” leaving them without full recognition. This research uncovers their journey. This is a story of resilience, challenge, and the ongoing question of what religious freedom really means in Indonesia.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY