Judul: Al-QUR’AN DAN RELIGIUS PLURALISME (Perspektif Fazlur Rahman)
Penulis: Ahmad Zainal Abidin
Kata Kunci: Rahman, al-Qur’an dan Religius pluralisme.
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk memahami secara comprehensif pemikiran Fazlur Rahman tentang religious pluralism berdasar al-Qur’an. Posisi Rahman sebagai pioner gerakan neo-modernism yang pernah hidup di negara Islam Pakistan dan negara barat Amerika Serikat membuatnya mudah mengakses dua tradisi tersebut. Latarbelakang ini dalam skala tertentu berpengaruh terhadap perkembangan pemikiran Rahman.
Secara garis besar, pemikiran Rahman didasari oleh perhatiannya untuk menyatakan ulang kebangkitan Islam. Perhatiannya adalah bagaimana memahami al-Qur’an secara wajar sebagai sumber utama etika. Baginya, elan dasar al-Qur’an adalah monotheisme dan keadilan sosial. Untuk menopang, ia mengembangkan metodologi sistematik dengan menyatakan beberapa asumsi dasar. Ia melihat pentingnya menemukan nilai etis yang universal. Cara ini digunakan untuk menghindari ayat-ayat individual yang kontradiktif.
Metodologinya untuk memahami al-Qur’an terdiri dari dua gerakan, yang kita sebut sebagai “teori gerakan ganda”: dari situasi sekarang ke situasi ketika Qur’an diwahyukan dan dari situasi pewahyuan kembali ke konteks sekarang. Beberapa ilmu sosial diperlukan untuk melakukan gerakan ini.
Dalam al-Qur’an terdapat beberapa grup sebagai komunitas yang berbeda: Muslim, Pagan Arab, Yahudi, Kristen, Sabean, dan Majusi yang disikapi secara berbeda-beda oleh al-Qur’an karena perbedaan sikap yang mereka lakukan terhadap orang-orang Islam. Bagi Rahman, jika situasi berubah, maka aturan yang mengatur hubungan ini juga bisa berubah.
Dalam etika al-Qur’an, ia melihat akar-akar religious pluralisme: kebebasan agama, kesejajaran manusia dan kesatuan Tuhan dan para nabi. Prinsip ini, dilihat dari fakta historis yang mengelilingi, harus merupakan standar etis universal untuk memahami dan memperlakukan fenomena agama yang berbeda-beda dalam al-Qur’an. Dari sini, ia menekankan suatu kompetisi yang fair antara kelompok-kelompok ini kecuali kaum Pagan, untuk berlomba-lomba melakukan kebaikan atas dasar keimanan kepada Tuhan dan Hari Akhir. Inilah common platform agama-agama yang disediakan al-Qur’an. Ini untuk mengatakan bahwa masyarakat yang baik dapat ditemukan dimana saja. Tidak perlu ada klaim keterpilihan dan keselamatan bagi satu kelompok masyarakat saja. Kritik al-Qur’an terhadap kelompok ahli Kitab agar tidak mengklaim sebagai “yang terpilih” sebenarnya juga merupakan kritik bagi umat Islam. Bagi umat Islam juga tidak ada jaminan bahwa mereka akan selalu mendapat petunjuk jika tidak menjalankan perintah-perintah Tuhan.
Akhirnya, analisis kritis perlu diberikan kepada Rahman. Terlepas dari sumbangannya yang besar, Rahman kelihatan lebih terfocus kepada aspek metodologi daripada upaya aplikatif. Secara khusus ini terkait dengan kekurangan untuk melakukan partikularisasi terhadap prinsip-prinsip dasar yang ia nyatakan agar sesuai dengan situasi kini. Kekosongan ini merupakan tugas kita saat ini.