• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Academic Documents
    • Student Satisfaction Survey
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Tesis
  • Al Qur'an dan Religius Pluralisme: Perspektif Fazlur Rahman

Al Qur'an dan Religius Pluralisme: Perspektif Fazlur Rahman

  • Tesis
  • 31 March 2010, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Judul: Al-QUR’AN DAN RELIGIUS PLURALISME (Perspektif Fazlur Rahman)

Penulis: Ahmad Zainal Abidin

Kata Kunci: Rahman, al-Qur’an dan Religius pluralisme.

Abstrak:

 

Penelitian ini bertujuan untuk memahami secara comprehensif pemikiran Fazlur Rahman tentang religious pluralism berdasar al-Qur’an. Posisi Rahman sebagai pioner gerakan neo-modernism yang pernah hidup di negara Islam Pakistan dan negara barat Amerika Serikat membuatnya mudah mengakses dua tradisi tersebut. Latarbelakang ini dalam skala tertentu berpengaruh terhadap perkembangan pemikiran Rahman.

 

Secara garis besar, pemikiran Rahman didasari oleh perhatiannya untuk menyatakan ulang kebangkitan Islam. Perhatiannya adalah bagaimana memahami al-Qur’an secara wajar sebagai sumber utama etika. Baginya, elan dasar al-Qur’an adalah monotheisme dan keadilan sosial. Untuk menopang, ia mengembangkan metodologi sistematik dengan menyatakan beberapa asumsi dasar. Ia melihat pentingnya menemukan nilai etis yang universal. Cara ini digunakan untuk menghindari ayat-ayat individual yang kontradiktif.

 

Metodologinya untuk memahami al-Qur’an terdiri dari dua gerakan, yang kita sebut sebagai “teori gerakan ganda”: dari situasi sekarang ke situasi ketika Qur’an diwahyukan dan dari situasi pewahyuan kembali ke konteks sekarang. Beberapa ilmu sosial diperlukan untuk melakukan gerakan ini.

 

Dalam al-Qur’an terdapat beberapa grup sebagai komunitas yang berbeda: Muslim, Pagan Arab, Yahudi, Kristen, Sabean, dan Majusi yang disikapi secara berbeda-beda oleh al-Qur’an karena perbedaan sikap yang mereka lakukan terhadap orang-orang Islam. Bagi Rahman, jika situasi berubah, maka aturan yang mengatur hubungan ini juga bisa berubah.

 

Dalam etika al-Qur’an, ia melihat akar-akar religious pluralisme: kebebasan agama, kesejajaran manusia dan kesatuan Tuhan dan para nabi. Prinsip ini, dilihat dari fakta historis yang mengelilingi, harus merupakan standar etis universal untuk memahami dan memperlakukan fenomena agama yang berbeda-beda dalam al-Qur’an. Dari sini, ia menekankan suatu kompetisi yang fair antara kelompok-kelompok ini kecuali kaum Pagan, untuk berlomba-lomba melakukan kebaikan atas dasar keimanan kepada Tuhan dan Hari Akhir. Inilah common platform agama-agama yang disediakan al-Qur’an. Ini untuk mengatakan bahwa masyarakat yang baik dapat ditemukan dimana saja. Tidak perlu ada klaim keterpilihan dan keselamatan bagi satu kelompok masyarakat saja. Kritik al-Qur’an terhadap kelompok ahli Kitab agar tidak mengklaim sebagai “yang terpilih” sebenarnya juga merupakan kritik bagi umat Islam. Bagi umat Islam juga tidak ada jaminan bahwa mereka akan selalu mendapat petunjuk jika tidak menjalankan perintah-perintah Tuhan.

 

Akhirnya, analisis kritis perlu diberikan kepada Rahman. Terlepas dari sumbangannya yang besar, Rahman kelihatan lebih terfocus kepada aspek metodologi daripada upaya aplikatif. Secara khusus ini terkait dengan kekurangan untuk melakukan partikularisasi terhadap prinsip-prinsip dasar yang ia nyatakan agar sesuai dengan situasi kini. Kekosongan ini merupakan tugas kita saat ini.

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

Faith could be cruel. It can be used to wound thos Faith could be cruel. It can be used to wound those we might consider "the other". Yet, rather than abandoning their belief, young queer Indonesians choose to heal by re-imagining it. The Rainbow Pilgrimage is a journey through pain and prayer, where love becomes resistance and spirituality turns into shelter. Amidst the violence, they walk not away from faith, but towards a kinder, more human divine. 

Come and join #wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
H I J A U "Hijau" punya banyak spektrum dan metrum H I J A U
"Hijau" punya banyak spektrum dan metrum, jangan direduksi menjadi cuma soal setrum. Hijau yang sejati ialah yang menghidupi, bukan hanya manusia melainkan juga semesta. Hati-hati karena ada yang pura-pura hijau, padahal itu kelabu. 

Simak kembali perbincangan panas terkait energi panas bumi bersama ahli panas bumi, pegiat lingkungan, dan kelompok masyarakat terdampak di YouTube CRCS UGM.
T E M U Di antara sains yang mencari kepastian, a T E M U

Di antara sains yang mencari kepastian, agama yang mencari makna, dan tradisi yang merawati relasi, kita duduk di ruang yang sama dan mendengarkan gema yang tak selesai. Bukan soal siapa yang benar, melainkan  bagaimana kita tetap mau bertanya. 

Tak sempat gabung? Tak perlu kecewa, kamu dapat menyimak rekamannya di YouTube CRCS.
Dance is a bridge between two worlds often separat Dance is a bridge between two worlds often separated by distance and differing histories. Through Bharata Natyam, which she learned from Indu Mitha, Aslam's dances not only with her body, but also with the collective memory of her homeland and the land she now loves. There is beauty in every movement, but more than that, dance becomes a tool of diplomacy that speaks a language that needs no words. From Indus to Java, dance not only inspires but also invites us to reflect, that even though we come from different backgrounds, we can dance towards one goal: peace and mutual understanding. Perhaps, in those movements, we discover that diversity is not a distance, but a bridge we must cross together.

Come and join #wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY