Interviewed by: Bandri
Maurisa Zinira, alumnus CRCS angkatan 2011 terpilih menjadi salah satu penerima Best Paper Award pada International Conference on Islamic Studies (AICIS) di Manado, 3-6 September 2015. Pada konferensi tahunan yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Diktis), Kementrian Agama Republik Indonesia ini, Maurisa mempresentasikan makalah berjudul “The Rupture of Brotherhood: Understanding JI-Affiliated Groups over ISIS”. Berikut hasil obrolan CRCS dengan Maurisa tentang papernya.
Setelah lulus dari CRCS pada tahun 2013, Maurisa Zirina mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi di Florida International University (FIU), Amerika sebagai bagian dari program Student Exchange CRCS, UGM. Sejak awal belajar di negeri Paman Sam itulah ia mulai tertarik dengan pergerakan ISIS.
Awalnya, ia ingin melihat fenomena ISIS di Indonesia. Tetapi, sebuah fakta yang cukup mengejutkan ia temui di lapangan. Ternyata, kelompok-kelompok di nusantara yang dulu saling mendukung dalam gerakan jihad itu kini saling berbeda pendapat, baik dalam soal ideologi maupun strategi gerakan. Jaringan Jamaah Islamiyah (JI) yang belakangan ini sudah agak jarang terdengar gaungnya tiba-tiba muncul dengan wajah baru. Saat ini, JI terpecah menjadi dua kelompok: Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan Jama’ah Anshar at-Tauhid (JAT). Perpecahan ini terjadi bukan hanya dalam organisasinya saja, tetapi juga pada jaringannya. Lebih mengejutkan lagi, JAT sendiri pun ternyata telah mengalami perpecahan internal. Perbedaan persepsi atas takfirisme dan musuh menyebabkan beberapa anggota JAT memisahkan diri dan membentuk Jamaah Anshar asy-Syari’ah (JAS). Dengan begitu, dapat dipastikan bahwa perpecahan ini akan menghambat usaha-usaha penyatuan kembali organ-organ JI (kolaborasi MMI-JAT) di masa depan.
Penemuan-penemuan ini membawa Maurisa pada kesimpulan bahwa tidak semua salafi jihadi Indonesia mendukung ISIS. Ada juga di antara mereka yang mendukung Jabhat an-Nusra. Mereka kini pecah. JAT mendukung ISIS sedangkan MMI mendukung Jabhat an-Nusra. Perpecahan ini dipicu oleh perbedaan perspektif atas pergerakan dan ideologi yang diusung. Menurut Maurisa, pertentangan ini akan menurunkan kekuatan JI di Indonesia dan menghalangi kolaborasi antara MMI-JAT di masa yang akan datang. Akan tetapi, itu bukanlah harga mutlak yang akan menutup kemungkinan mereka untuk membangun kembali hubungan yang telah hancur itu maupun memotong jaringan ekstrimis. Selama pemerintah Indonesia mentolerir kekuatan yang tak beradab, jaringan semacam itu akan menambah kekuatan secara terus-menerus.
Tentang AICIS sendiri, menurut Maurisa walaupun ada beberapa motivasi yang mendorongnya untuk mengikuti program ini, namun AICIS sebagai forum bertemunya intelektual baik dari Indonesia maupun mancanegara adalah alasan utamanya. Tentu saja, baginya ini menjadi momen yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. “Melalui forum ini, saya ingin ikut berkontribusi dalam pengayaan temuan-temuan baru dalam studi Islam yang semoga saja bisa bermanfaat dalam usaha-usaha promoting moderation dan preventing conflict,” tuturnya. Selain itu, ia juga berharap ada input/feedback baru dalam kajiannya tentang pergerakan Jamaah Islamiyah ini untuk perbaikan-perbaikan penelitiannya ke depan. Menurut dosen Universitas Sains al-Qur’an, Wonosobo tersebut, menerima award seperti ini menjadi motivasi awal dan titik tolak untuk semakin aktif berkontribusi dalam usaha menciptakan Indonesia yang lebih bisa menghargai perbedaan, baik melalui aktivitas sosial maupun tulisan, seperti yang selalu ditanamkan kepada kita, mahasiswa CRCS.