Title | : | Sunan Kudus’ Dakwah and Inter-Religious Relationship |
Author | : | Zaenal Muttaqin (CRCS, 2005) |
Keywords | : | Sunan Kudus’ tolerance, cultural dakwah, inter-religious harmony |
Abstract | ||
This research aims at exploring the strategy of dakwah applied by Sunan Kudus when preaching Islam in the early period of Islam in Java and the model of inter-religious relationship occurred in his lifetime. Islam was initially spread in Kudus by Muslims traders from Arab and China. In Kudus, before the coming of Islam, most people were Hindus. Others held Buddhism and local religious beliefs, i.e. animism and dynamism. Not sooner did Sunan Kudus arrive, he became aware that Islam should be taught by using local traditions. He tried to understand previous religious traditions existing in Kudus and then decided to preach Islam while still retaining traditions followed by local people to create harmony in society. The media used by Sunan Kudus to introduce Islam were the prohibition of slaughtering cow as a valuation to Hindus teaching, building temple-shape minaret of Kudus mosque as an architectural combination, and building an eight waterspouts cistern as an appreciation of eightfold path of Buddhism. However, the accommodation and tolerance to other religions did not neglect the prime focus of Sunan Kudus, i.e. preaching Islam to religious others. The goal to convert Hindus and Buddhist people to Islam in Sunan Kudus’ dakwah was indicated as the fulfillment model of inter-religious relationship. From his attitudes to other religious teachings and symbols, Sunan Kudus honored other religions. The valuation of cow as holy in Hinduism, the temple-shape minaret of Al-Aqsha mosque, and the eight waterspout cistern had become the acknowledgement of Sunan Kudus that there were any other ways of salvation within non-Islam religions, particularly Hinduism and Buddhism. Yet he kept on his way preaching Islam since he convinced that Islam is the last and final truth and revelation. |
Judul: Negara Zionis Bukan Negara Yahudi: Telaah atas Pandangan Abdel Wahab El-Messiri
Penulis: M. Nursaid Ali Rido (CRCS, 2006)
Kata-kata kunci: Zionisme, Imperialisme, kelompok fungsional Yahudi, negara Zionis fungsional
Abstrak:
Konflik di Timur Tengah selalu menarik disimak. Sebelum tahun 1990-an, Israel, sebagai pihak yang lebih kuat, memilih jalur militeristik untuk “menyelesaikan” konflik dengan Arab. Setelah periode itu, penaklukan terhadap Arab, terutama Palestina, berupa embargo ekonomi dan politik, penutupan jalan-jalan utama, sabotase bantuan makanan dan obat-obatan. Mengapa konflik itu terus berlangsung? Abdel Wahab El-Messiri, seorang intelektual Mesir, berusaha menjawab pertanyaan itu melalui paradigma “kelompok fungsional Yahudi” dan “negara Zionis fungsional”. Paradigma ini melihat fenomena Yahudi dan Zionisme melalui perspektif filosofis-epistemologis, bukan perspektif politik empiris atau agama.
Judul: Kisah Abraham dalam Tradisi Kristen dan Islam (Suatu kajian Eksegese terhadap Teks Kejadian 12:1-9 dan Surat Ali Imran 64-69, serta Relevansinya Bagi Relasi Islam dan Kristen di Indonesia)
Penulis: Flavius Floris Andries (CRCS, 2009)
Abstract:
Tesis ini memuat tema tentang relasi Islam Kristen yang dikaji melalui pendekatan eksegese terhadap teks kitab suci, Kejadian 12:1-9, dan Surah Ali Imran 64-69. Kajian ini bertujuan pertama, melakukan penafsiran terhadap teks-teks tersebut dalam upaya memahami kandungan nilai teologis yang terkandung di balik setiap teks. Dalam hubungan dengan hal tersebut maka metode yang digunakan adalah sosio-historis, di mana konteks sejarah dari teks yang terkait dengan, situasi sosial, politik, ekonomi, budaya, ideologi masyarakat yang secara langsung berhubungan dengan teks yang ditulis, maupun yang diwahyukan. Demikian juga bagaimana memahami konteks realitas pembaca sekaligus penafsir saat ini yang hadir dengan perbedaan ideology, sosial, ekonomi, politik bahkan budaya dan tingkat pendidikan yang berbeda sekaligus membentuk pola pikir dalam melakukan interpretasi, terhadap teks-teks kitab suci, sehingga tidak terjebak pada pemaknaan secara literasi dan pemberhalaan, tetapi semakin membuat teks bermakna dan kaya dengan gagasan etis teologis yang dapat dijadikan sebagai asset berteologi dari kedua tradisi keagamaan. Kajian Eksegese terhadap Kejadian 12:1-9 dan surah Ali Imran 64-69, menurut penulis mengandung kekayaan teologis yang pluralis sehingga mampu mendobrak relasi-relasi antaragama yang terpasung akibat pemaknaan teks-teks kitab suci secara literasi. Hasil interpretasi dari kedua teks tersebut menjadi kekuatan bagi penulis dalam memahami realitas gerakan fundamentalisme di Indonesia yang bagi penulis merupakan ancaman terhadap relasi Islam dan Kristen. Hal ini adalah implikasi dari pemaknana teks yang bersifat literasi. Oleh sebab itu, dari hasil kajian ini memperlihatkan bahwa prinsip-prinsip hermeneutic sangat penting dan bermamfaat dalam upaya interpretasi teks-teks kitab suci agar lebih terbuka, dan bermakna Kata Kunci: Teks, hermeneutik, Interpretasi, sikap, perilaku, dan pandangan umat.
Judul: Kontribusi Gereja Interdenominasi terhadap Dialog Antaragama: Sebuah Studi Kasus di Yogyakarta Interdenominational Congregation
Penulis: Irawati Setiawan (CRCS, 2005)
Kata-kata Kunci: YIC, interdenominasi, dialog antaragama, yang lain yang beragama, dan yang lain yang menderita
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi gereja interdenominasi terhadap dialog antaragama. Penulis beranggapan bahwa agama sudah melewati masa monolog dan beralih ke masa dialog, termasuk agama Nasrani. Mengacu pada hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengambarkan sebuah komunitas Kristen interdenominasi bernama Yogyakarta International Congregation (YIC), dalam hal bagaimana YIC menjalankan komunitasnya dan apa kontribusi YIC terhadap dialog antaragama dalam konteks Indonesia saat ini. Penulis berasumsi bahwa cara YIC menjalankan komunitasnya yang terdiri dari berbagai macam aliran Kekristenan dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap dialog antaragama.
Judul: Pandangan tentang Keselamatan Ahl al-Kitab dalam Tafsīr Al-Marāghī
Penulis: Nafis Irkhami (CRCS, 2005)
Kata-kata Kunci: Al-Maraghi, Tafsīr al-Maraghī, ahl al-kitāb, keselamatan
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang utuh tentang pandangan keselamatan ahl al-kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani, dalam tafsir al-Maraghi. Penelitian tesis ini sepenuhnya didasarkan pada penelitian kepustakaan (library research). Sumber utama yang menjadi obyek penelitian adalah kitab Tafsīr al-Maraghī karya Syaikh Ahmad al-Maraghi. Selanjutnya hasil penelitian dirumuskan dan dianalisis melalui analisis isi (content analyze). Metode penulisan tesis ini melibatkan penggunaan indeks ayat al-Qur’an (concordance), pembacaan yang teliti atas teks ayat dan pengkajian penafsiran al-Maraghi atas ayat-ayat yang berkaitan. Beberapa ayat dikumpulkan dengan merujuk pada frase-frase yang menunjuk secara langsung kepada kaum Yahudi dan Nasrani maupun merujuk pada frase-frase yang tidak secara langsung menunjuk pada dua komunitas ini. Setelah dikumpulkan, ayat-ayat yang berkaitan diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan gagasan yang dikandungnya. Kelompok pertama terdiri dari ayat-ayat yang berbicara tentang apresiasi al-Qur’an terhadap komunitas agama tersebut, baik apresiasi positif maupun negatif. Kelompok kedua merupakan ayat-ayat yang memuat konsekuensi logis dari kedua bentuk apresiasi tersebut, yaitu tentang keselamatan dan ketidakselamatan bagi mereka. Langkah selanjutnya adalah menemukan ayat-ayat tersebut dalam Tafsīr al-Maraghī dan menganalisis bagaimana al-Maraghi menafsirkannya.
Judul: Dakwah Sunan Kudus dan Hubungan Antaragama
Penulis: Zaenal Muttaqin (CRCS, 2005)
Kata-kata Kunci: Toleransi Sunan Kudus, dakwah kultural, harmoni antarumat beragama
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi strategi dakwah yang diterapkan oleh Sunan Kudus ketika menyebarkan Islam di masa awal islam di Jawa dan model hubungan antaragama yang terbangun pada masa Sunan Kudus.
Islam di Kudus pertama kali disebarkan oleh para pedagang dari Arab dan Cina. Sebelum kedatangan Islam, mayoritas masyarakat Kudus beragama Hindu dan Budha, selain juga masih banyak pemeluk animisme dan dinamisme. Ketika Sunan Kudus datang, dengan kondisi masyarakat yang seperti itu, dia sadar bahwa Islam harus diajarkan dengan menggunakan tradisi-tradisi lokal yang ada. Dia berusaha memahami ajaran-ajaran agama yang sudah lebih dulu ada di Kudus sehingga dia bisa berdakwah namun tetap menjaga tradisi-tradisi yang ada untuk menciptakan harmoni dalam masyarakat.