This article explains Zainal Abidin Bagir responds to R. Scott Appleby’s article “Fundamentalisms, Secular and Otherwise” in Open Democracy. Zainal pointed fundamental problems with how religion and religious community abroad are represented in the report and many seem to come from the use of American national security interests as the framework.
USEFUL LINK:
Laporan 2009 ini terdiri dari tiga bagian. Pertama, menyangkut peraturan dan hukum yang terkait agama, di antaranya Perda dan Raperda terkait Islam, UU Kesehatan, serta RUU Jaminan Produk Halal. Kedua, membahas kasus-kasus pertentangan dalam masyarakat terkait agama seperti 18 kasus Rumah Ibadah, serta wacana penyesatan dan penodaan agama terutama kasus Ahmadiyah. Ketiga, menelaah peran agama dalam kampanye Pemilu 2009 dan fenomena film yang merepresentasikan agama.
In this paper, Prof. Sitharamam Kakarala presented an interesting review of the conceptual approaches and strategic actions of human rights – and secular action groups in complex plural societies. His analysis particularly referred to the context of communal violence and conflict issues in contemporary India. He explores salient concerns around religious pluralism and relates them to issues of caste, gender and ethnicity. The paper shows that the inadequacy problem is not confined to civil society practice. Similar struggles can be identified in the realm of social theory development. Concisely the paper explores recent theoretical challenges to the “too simplistic dichotomy between the universal and the particular in understanding the ideals of democracy, human rights” and other core concepts which are closely related to pluralism. The paper goes on to identify a number of key lessons and emerging scenarios which creatively challenge our thinking about social theory and social action for pluralism.
In this paper Justice Aftab Alama proposes to present a perspective on the role of the Supreme Court of India in upholding the ideal of secularism while balancing the interests of a deeply plural society like India. He will try to cover, very broadly, three areas; one concerning community based rights or minority rights and how in recent years the Court has tended to give priority to individual rights and freedom over community based rights; two how the Court has perceived secularism and how in some of its later decisions it has tended to take a mono-culturist rather than a pluralist view of secularism and third, how the Court has tried to regulate the State’s intervention in religious affairs.
Agus Tridiatno Yoachim, mahasiswa ICRS-Yogyakarta, pada Wednesday Forum 29 April 2009 lalu menerangkan bahwa peziarahan Katolik di biara Hati Kudus Yesus, Ganjuran, Bantul, menganggap air yang berasal dari tempat ziarah itu sebagai berkat dari Tuhan. Air itu dianggap berkaitan dengan iman mereka kepada Yesus Kristus. Melalui air tersebut harapan atau permintaan peziarah sebagian besar dikabulkan, termasuk disembuhkannya berbagai penyakit yang mereka alami.
Keberadaan tempat peziarahan ini secara historis diawali dengan usaha keluarga Schmutzer dalam membangun daerah Ganjuran. Usaha mereka dimulai dari pengembangan industri gula dengan membeli perkebunan tebu dan sebuah pabrik gula bernama Gondang Lipoero. Mereka kemudian mendirikan sebuah gereja Katolik bergaya Hindu pada tahun 1924, dan diteruskan dengan pendirian biara Hati Kudus sebagai sebuah monumen untuk menyembah Yesus pada tahun 1927-1930.
Topik dikusi pada Wednesday Forum minggu ini adalah “Pandangan Muslim terhadap Dialog Inter-Kristian,” yang akan diartikulasikan oleh Mega Hidayati, M. A., pembicara minggu ini. Kami mengundang Anda untuk bergabung dalam forum ini. Beberapa informasi mengenai forum ini dapat dibaca sebagai berikut ini.
Hari/tanggal: Rabu, 6 Juni 2009
Waktu: 12.30 – 14.30 WIB (makan siang gratis)
Tempat: Ruang 306, UGM Sekolah Pascasarjana Jln. Teknika Utara Pogung
Pembicara: Mega Hidayati, M. A.
Abstrak: