Di sini Anda akan menemukan rekaman dialog yang hangat, hidup dan diskursif tentang agama dalam public reason mutakhir di Indonesia. Dilengkapi editorial yang tajam dan ringkasan dialog yang bernas, Anda diajak menyelami gagasan para tokoh dengan latar yang beragam. Dengan dipandu Prof. Dr. Irwan Abdullah atau Zainal Abidin Bagir, talkshow-talkshow di sini selalu hadir dengan pertanyaan dan jawaban yang berbobot. Keterlibatan penelpon dari berbagai penjuru tanah air dalam tiap diskusi membuktikan respon publik yang sangat besar.
Bedah Buku
Krisis besar memerlukan energi besar untuk menghadapinya. Memandang dahsyatnya tantangan yang diakibatkan krisis lingkungan di masa ini, tak mengejutkan jika agama kemudian terlibat dan dilibatkan. Dari banyak dimensi krisis itu, pembahasan buku ini terpusat pada salah satu persoalan lingkungan terbesar, yaitu konsumsi dan populasi. Konsumsi berlebihan dan pertambahan pendudukan yang tak terkendali adalah dua faktor utama yang membebani daya-dukung bumi secara berlebihan. Sampai kapan bumi mampu menanggungnya?
God, Life, and the Cosmos: Science and Religion’s Perspective
Paperback: 470 pages
Publisher: Mizan cooperated with CRCS UGM
Year: 2006
In a continually changing global situation, there is an urgent need for dialogue among the various faith traditions. Such dialogue and discourse can take many forms and subjects. The science discourses from the perspective of religion is one of them. This method can build a new road to a sharper awareness of God, man, and nature, the place where we all live.
Buku ini ditulis dengan berangkat dari pandangan bahwa perkembangan sains dan teknologi mengajukan tantangan bersama bagi agama-agama untuk ditanggapi dengan baik. Setelah pembahasan pengantar mengenai wilayah dan sejarah buku ini membahas dua bidang besar yang juga kontroversial, yaitu kosmologi dan evolusi. Ini disusul dengan empat pembahasan mendalam dari perspektif Hindu, Buddha, Kristen dan Islam mengenai doktrin penciptaan. Lebih jauh, dalam begian ketiga ditunjukkan bagaimana agama, sebagai salah satu sumber etika, dapat berperan dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang dimunculkan perkembangan sains, dan juga bagaimana ilmu dan agama diharapkan dapat bekerjasama untuk memecahkan masalah. Karena itu kajian otoritas dari berbagai disiplin: Like Wilardjo, Karlina Supeli, Bernard Adeney-Risakotta, Machasin, Etti Indiarti, Bhikkhu Jotidhammo, I Made Titib, Zainal Abidin Bagir, J. Sudarminta, Bekti Setiawan, Louis Leahy, dan Musa Asy’arie.
Bagi agama, keberhasilan gilang-gemilang sains di berbagai aspek kehidupan manusia, terutama sejak Renaisans, sekurang-kurangnya menimbulkan tanggapan yang mendua: harapan baru dan juga khawatiran baru.
Agama mungkin bisa mengharapkan sains membersihkan unsur-unsur takhayuli yang menyusup, disadari atau tidak, ke dalam ajaran-ajarannya. Tetapi, agama juga khawatir, kalau-kalau sains akan menyisihkannya, atau malah meniadakannya. Meskipun harapan ini tampaknya tidak terpenuhinya, kecemasannya pun untungnya tidak terlalu mengkhawatirkan.
Sains, berikut turunannya teknologi, telah memberi manusia manfaat yang begitu besar. Bak Midas yang mengubah apa pun yang disentuhnya menjadi emas, sains “dengan satu sentuhan jari” telah mengubah segala aspek kehidupan tampak lebih cemerlang, cepat, mudah, dan menyenangkan.
Tapi dengan sains pulalah, manusia mengintensifkan tragedi dan bencana:bom nuklir yang meluluhlantahkan Hirosima, Perang Dunia I dan II, krisis lingkungan global yang mengancam kelestarian bumi, kejahatan teknologi yang semakin kompleks dan canggih.