Berita Wednesday Forum
Agama di ranah publik memiliki dua fungsi, sebagai kritik sosial dan perangkat legitimasi. Namun kecenderungan di Indonesia, agama kehilangan fungsi pertama karena menitikberatkan pada fungsi kedua. Inilah poin utama yang diangkat Achmad Munjid dalam Wednesday Forum CRCS-ICRS, 26 Oktober 2011 dengan presentasi berjudul ‘The Role of Religion as Social Critique’ (Peran Agama sebagai Kritik Sosial).
Munjid, kandidat Ph. D. di Temple University, menggunakan terma ‘capital’ dan ‘power’ teori Pierre Bourdieu dan Louis Althusser untuk melihat kuasa agama dan kemampuannya mengolah kapital demi kepentingan sosial. Agama memainkan peran sebagai reservoir ingatan masyarakat seperti yang dikatakan Daniele Hervieu-Leger sehingga motivasi perjuangan sosial mampu diproduksi oleh agama.
Perdebatan klasik terkait hubungan agama dengan budaya masih menarik untuk diikuti. Begitupun yang terjadi dalam konteks Islam, di mana perbincangan Arabisasi begitu aktual di berbagai media. Tema inilah yang diangkat oleh Dr. Bernard Adeney-Risakotta pada Wednesday Forum CRCS-ICRS 9 November 2011 dengan presentasi berjudul ‘Islam and Culture: Educational Perspectives’
Ilmuwan berkewarganegaraan Amerika Serikat yang telah menetap di Indonesia kurang lebih 20 tahun ini menyatakan keterkesanannya dengan kebudayaan Islam Indonesia. Dia melihat kebudayaan yang dipraktekkan umat islam Indonesia tidak monolitik dan mengandung berbagai kompleksitas.
Kekerasan dan penindasan terhadap perempuan masih terus terjadi di sekitar kita, baik di ruang publik maupun di ruang domestik seperti rumah tangga. Perempuan terjebak dalam subordinasi jender dan masih terbentur untuk memperoleh sesuatu yang menjadi haknya. Kondisi ini tak hanya terjadi di negara-negara dunia ketiga tetapi juga di negara-negara maju.
Adalah Wednesday Forum CRCS-ICRS 19 Oktober yang mengangkat tema diskriminasi terhadap perempuan dengan format berbeda dari biasanya, yakni pemutaran film “Provoked”. Film yang disutradarai Jag Mundhra ini dirislis tahun 2007, berdasar kehidupan nyata Kiranjit Ahluwalia, seorang perempuan Punjabi yang hidup di Inggris dan berjuang dalam isu hukum lokal Inggris. Dia mengalami tekanan selama sepuluh tahun pernikahannya dengan seorang pria Punjab, Deepak.
Tiga dasawarsa terakhir, China bergerak menerobos isolasi, pangasingan dan melibatkan diri dalam persaingan global secara lebih dinamis. Negara berhaluan komunis ini mereformasi berbagai kebijakan terdahulu baik di bidang politik, kebudayaan dan ekonomi yang turut mempengaruhi kehidupan beragama. Ada gelombang baru dirasakan rakyat China selepas masa Revolusi Kebudayaan yang didominasi oleh sikap penolakan segala hal berunsur Barat.
Meskipun tetap memegang teguh ideologi Komunis, persoalan agama di China ternyata memiliki kompleksitas tersendiri. Tema inilah yang diangkat Glenn Shive Ph. D. pada Wednesday Forum CRCS-ICRS tanggal 12 Oktober 2011 lalu. Shive yang juga direktur Hong Kong – America Center (HKAC) di Chinese University of Hong Kong memaparkan buku baru berjudul Chinese Religious Life (2011), yang ia edit bersama David A. Palmer dan Philip L. Wickeri. Buku ini memuat beberapa bab tentang kehidupan beragama di China dengan sudut pandang berbeda dan ditulis oleh para sarjana dari berbagai negara.