“Setelah dievaluasi oleh mereka, ternyata aku dinilai berpikir luas dan mengakar sewaktu aku menganalisis dalam maupun luar gereja,” jelas Cindy, alumni CRCS 2006, ketika ditanya mengenai keuntungan berkuliah di CRCS. Ia yang saat ini sedang menjadi pekerja penuh waktu di Gereja Kristen Indonesia(GKI) “Bromo,” Malang, Jawa Timur memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola pendidikan di gereja maupun di Yayasan Pendidikan Kristen Kamerdi.
Pemilik nama lengkap Cindy Quartyamina Koan ini mengakui bahwa ia menikmati pekerjaan yang ia geluti saat ini. Cindy yang melayani di GKI Bromo pada bidang pelayanan khusus, pendidikan, dan komisi anak, sejak bulan Mei 2009, juga ditempatkan sebagai manager pada sekolah Yayasan Pendidikan Kristen Kamerdi sejak awal Februari 2010 yang lalu.
Menurutnya, pihak gereja dan yayasan melihat dan mendukung kompetensinya pada dunia pendidikan. Pengalamannya sebagai Konsultan Pendidikan pada Tunas Wiyata Institut, Yogyakarta, selama 7 bulan, telah mengembangkan kompetensinya tersebut. Ia diminta oleh Yayasan Kamerdi untuk membenahi pengajaran dan pembelajaran di salah satu sekolah yang mereka miliki.
Perempuan yang kerap disapa ‘Putri’ oleh teman seangkatannya di CRCS ini, mengakui pula bahwa CRCS telah mengembangkan pula kompetensinya itu. “Kalau di CRCS itu, ada materi-materi dunia pendidikan yang tidak dimiliki oleh yang lain, terutama sewaktu mata kuliah yang diajar Ibu Tabita Christiani, tentang religious education,” ujar Cindy.
Pengalamannya dengan teman seangkatannya di CRCS menjadi pengalaman yang paling menarik baginya. “Dengan anak-anak angkatanku, enak aja, seperti keluarga, kita tidak hanya membicarakan sesuatu yang formal di dalam kuliah, tetapi juga non-formal di luar kuliah secara terbuka,” ungkap Cindy dengan senangnya.
Untuk matakuliah favoritnya, Cindy sendiri memilih “Religion, Science, and Technology,” yang pada saat itu diampuh oleh Dr. Zainal A. Bagir. Ia mengakui, pada awal kuliah di CRCS mengalami kebosanan karena substansi perkuliahan yang diberikan tidak jauh berbeda dengan apa yang ia pelajari sewaktu S1 di Fakultas Teologi UKSW. Namun, menurutnya, mata kuliah favoritnya ini sungguh berbeda. “Matakuliah itu membuat aku secara pribadi mendapatkan sisi yang tidak aku dapatkan sewaktu di Fakultas Teologi. Pengalaman menuliskan review buku 1 jam sebelum kuliah dimulai juga menjadi pengalaman yang menyenangkan dengan teman-teman,” tegas Cindy.
Pengalaman penelitiannya bersama rekan-rekan di CRCS untuk pembuatan film di Boyolali, dianggapnya sebagai pengalaman yang turut membangun cara berpikirnya lebih luas dan mengakar. “Mengakar maksudnya benar-benar pada permasalahannya. Seperti gunung es, aku tidak hanya melihat di permukaan tapi juga di dasarnya,” ungkap perempuan kelahiran Surabaya ini.
Meskipun demikian, Cindy juga melihat ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan atau dikembangkan lagi di CRCS. Menurutnya, aspek budaya yang menjadi bagian dari nama CRCS perlu diberikan porsi kajian yang cukup dominan layaknya porsi agama. Posisi staff pengajar dalam pembagian dan pelaksanaan tugasnya juga perlu diperjelas, berangkat dari pengalamannya bersama teman-temannya dulu di CRCS. Selain apabila ada janji pemberian beasiswa dari CRCS, perlu dikelola dengan baik, agar mahasiswa tidak dilepaskan mencari sendiri-sendiri.
Cindy yang pernah fokus pada kajian spiritual capital untuk tesisnya di CRCS tertarik untuk melanjutkan studinya. “Aku akan lebih fokus di ‘business religion’, agama sebagai bisnis, juga kebangkitan agama-agama,” ungkap Cindy untuk rencana kajiannya di jenjang S3. (JMI)