• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • News
  • CRCS dan Ilalang Menyelenggarakan Pelatihan Pengembangan Komunitas di Papua

CRCS dan Ilalang Menyelenggarakan Pelatihan Pengembangan Komunitas di Papua

  • News
  • 27 February 2017, 15.23
  • Oleh: Admin Jr
  • 0

CRCS dan Ilalang Menyelenggarakan Pelatihan Pengembangan Komunitas di Papua

CRCS UGM – 27 Feb 2017

Bekerja sama dengan The Ilalang Institute, Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS) Sekolah Pascasarjana UGM mengadakan pelatihan Pengembangan Komunitas (Community Development) di Jayapura dan Merauke pada 21-25 Februari 2017.

Sebanyak 16 peserta, yakni 8 orang dari Jayapura dan 8 orang dari Merauke, mengikuti pelatihan ini, dan difasilitasi oleh Hardin Halidin (The Ilalang Institute), Dr Samsul Maarif (CRCS), Dr Iqbal Ahnaf (CRCS), Budi Asyhari (CRCS), dan Mohammad Miqdad (Institut Titian Perdamaian).

Beberapa narasumber dari luar turut mengisi pelatihan ini, yaitu Evert Marauje (Kepala Kesbangpollinmas Kota Jayapura), Selfina Kbarek (Kepala Bappeda Kota Jayapura), dan I Made Budi (dosen Universitas Cendrawasih).

Salah satu penyelenggara, Budi Asyhari, menuturkan bahwa pelatihan ini diadakan guna memperkuat jejaring kader dan fasilitator dalam membangun komunitas dengan merevitalisasi modal sosial atau kearifan lokal hidup  bersama yang sudah ada dalam tradisi Papua.
“Papua dipilih karena di satu sisi menyimpan potensi ketegangan, seperti dalam persoalan hubungan Papua-Indonesia dan pribumi-pendatang, namun di sisi lain Papua memiliki kekayaan budaya yang dapat dijadikan modal sosial untuk mengembangkan perdamaian,” Budi Asyhari menjelaskan.

“Modal sosial ini,” lanjut Budi, “adalah ‘sesuatu’ yang sudah ada dalam budaya masyarakat Papua, yang bisa berupa cerita, mitos, situs, ikon, dan sebagainya, yang barangkali sudah mulai terlupakan, namun memiliki potensi untuk direvitalisasi dan dikembangkan dalam membangun masyarakat damai di Papua.”

Pelatihan Pengembangan Komunitas ini berisi kuliah dan diskusi dengan materi-materi mengenai pengenalan dan pemahaman akan identitas dan keberbedaan. “Pemahaman tentang ini kemudian disambungkan dengan penggalian modal sosial dan hal-hal yang harus dijalankan meliputi rekognisi-simbolik, representasi-relasional, dan redistribusi-struktural,” kata Budi.

Dalam menyelenggarakan pelatihan ini CRCS menggandeng Ilalang karena Ilalang sudah sangat lama bergelut dengan program-program perdamaian dengan membentuk komunitas pelajar peduli damai dan mahasiswa dan pemuda peduli damai. Ilalang juga sudah lama membangun jaringan antarguru dari latar belakang agama yang beragam.

Termasuk satu rangkaian dengan pelatihan lima hari ini adalah program live-in segera setelah acara pelatihan selesai, mulai dari 27 Februari hingga 5 Maret. Delapan peserta dari Merauke live-in di Kampung Wonorejo di Jayapura. Sebaliknya, delapan peserta dari Jayapura live-in di Kampung Yasa Mulia di Merauke.

Selama satu minggu ini peserta akan tinggal bersama penduduk setempat. “Program live-in ini bertujuan agar peserta dapat menyelami pengalaman tinggal dan berinteraksi sehari-hari bersama orang-orang yang berbeda,” terang Budi.[]

Tags: community development ilalang institute papua

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

R A G A Ada beberapa definisi menarik tentang raga R A G A
Ada beberapa definisi menarik tentang raga di KBBI. Raga tidak hanya berarti tubuh seperti yang biasa kita pahami dalam olah raga dan jiwa raga. Raga juga dapat berarti keranjang buah dari rotan, bola sepak takraw, atau dalam bahasa Dayak raga berarti satuan potongan daging yang agak besar. Kesemua  pengertian itu menyiratkan raga sebagai upaya aktif berdaya cipta yang melibatkan alam. Nyatanya memang keberadaan dan keberlangsungan raga itu tak bisa lepas dari alam. Bagi masyarakat Dondong, Gunungkidul, raga mereka mengada dan bergantung pada keberadaan telaga. Sebaliknya, keberlangsungan telaga membutuhkan juga campur tangan raga warga. 

Simak pandangan batin @yohanes_leo27  dalam festival telaga Gunungkidul di web crcs ugm
K O S M O P O L I S Kosmo bermakna semesta, sement K O S M O P O L I S
Kosmo bermakna semesta, sementara polis itu mengacu pada kota yang seupil. Sungguh istilah oksimoron dengan daya khayal maksimal. Namun, nyatanya, yang kosmopolis itu sudah hadir sejak dulu dan Nusantara adalah salah satu persimpangan kosmopolis paling ramai sejagad. Salah satu jejaknya ialah keberadaan Makco di tanah air. Ia bukan sekadar dewa samudra, melainkan kakak perempuan yang mengayomi saudara-saudara jauhnya. Tak heran, ketika sang kakak berpesta, saudara-saudara jauh itu ikut melebur dan berdendang dalam irama kosmopolis. Seperti di Lasem beberapa waktu silam, Yalal Wathon dinyanyikan secara koor oleh masyarakat keturunan tionghoa dan para santri dengan iringan musik barongsai. Klop!

Simak ulasan @seratrefan tentang makco di situs web crcs!
At first glance, religious conversion seems like a At first glance, religious conversion seems like a one-way process: a person converts to a new religion, leaving his old religion. In fact, what changes is not only the person, but also the religion itself. The wider the spread of religion from its place of origin, the more diverse the face of religion becomes. In fact, it often gives birth to variants of local religious expressions or even "new" religions. On the other hand, the Puritan movement emerged that wanted to curb and eradicate this phenomenon. But everywhere there has been a reflux, when people became disaffected with Puritan preachers and tried to return to what they believed their religion was before.

Come and join the #wednesdayforum discussion  at the UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
D H A R M A Dunia ini adalah tempat kita tinggal, D H A R M A
Dunia ini adalah tempat kita tinggal, tempat kita berbagi, dan tempat semua makhluk berada. Sabbe satta bhavantu sukhitatta, semoga semua makhluk hidup berbahagia. Sadhu, sadhu, sadhu
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju