• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Alumni News
  • Haji dan Nilai-nilai Kebangsaan

Haji dan Nilai-nilai Kebangsaan

  • Alumni News, Articles, Headline, News, Opinions
  • 8 September 2015, 14.59
  • Oleh:
  • 0

Rachmanto
Alumnus CRCS

Kabah hujanSejak pekan kemarin, rombongan haji dari Yogyakarta sudah mulai berangkat ke tanah suci untuk melaksanakan ritual suci tahunan ini. Suatu ibadah yang membutuhkan beragam pengorbanan baik harta maupun jiwa. Tidak heran ibadah haji menjadi simbol kesempurnaan seorang Muslim. Akan tetapi ibadah haji ternyata tidak hanya berpengaruh bagi ketaqwaan pribadi seorang Muslim. Ibadah haji bahkan bisa meningkatkan ketaqwaan kolektif dalam konteks kebangsaan. Ritual haji mampu menanamkan sekaligus menumbuhkan benih-benih kebangsaan dalam diri pelakunya.

Berdasarkan catatan sejarah, kehadiran jemaah haji asal nusantara di Mekkah memang sudah cukup lama. Tagliacozzo (1995: 34), dalam “The Longest Journey: Southeast Asian and the Pilgrimage to Mecca”, menjelaskan bahwa kelompok haji dari Asia Tenggara telah mulai hadir di Mekkah sejak abad 16. Bahkan sebelum waktu tersebut, sudah ada kelompok haji yang berasal dari Jawa.

Sikap Kritis
Orang Indonesia yang telah berhaji akhirnya turut menyebarkan gagasan tentang kebangsaan, baik secara langsung maupun tidak. Kehadiran alumni Mekkah pun mendapat respons yang baik di masyarakat sehingga semakin mempercepat persebaran gagasan nasionalisme. Salah satu contohnya adalah Kyai Haji Ahmad Dahlan. Beliau mendirikan organisasi Muhammadiyah yang memiliki karakteristik melakukan pembaharuan terhadap tatanan sosial di masyarakat. Fokus utama yang dilakukan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan adalah bidang pendidikan. Dengan semakin terdidiknya masyarakat, maka tumbuh sikap kritis. Sikap inilah yang akhirnya menyadarkan masyarakat tentang kezaliman yang dilakukan penjajah terhadap mereka. Sehingga kaum terdidik menjadi advent garde perlawanan terhadap Belanda.

Contoh lain yang juga fenomenal adalah Kyai Hasyim Asyari (pendiri Nahdlatul Ulama). Mbah Hasyim, setelah pulang dari belajar dan berhaji, kemudian mendirikan Nahdlatul Ulama. Organisasi ini juga memberi kontribusi bagi perlawanan terhadap penjajah. Salah satunya melalui fatwa jihad untuk mengusir penjajah. Seruan ini akhirnya mampu menggelorakan semangat kebangsaan untuk merdeka dari jajahan bangsa lain.

Salah satu organisasi pra-kemerdekaan yang turut memberikan dukungan untuk gerakan kebangsaan adalah Sarekat Islam. Salah satu tokohnya adalah Agus Salim. Agus Salim bergabung dengan Sarekat Islam karena menganggap organisasi ini bisa menjadi jalan bagi reformasi dan pembaharuan islam (Laffan, 2003:185). Sarekat Islam pun turut berkembang berkat dukungan dari Ahmad Khatib, seorang ulama dari Sumatera Barat yang akhirnya menetap di Mekkah. Dengan dukungan dari Ahmad Khatib, maka Sarekat Islam dapat menyebar di seluruh Indonesia (Noer, 1973: 298).

Peristiwa di atas terjadi ketika beredar buku berjudul “Kafful ‘Awami ‘Anil Khaudhi fi Sarekat Islam” (Melindungi masyarakat untuk masuk ke Sarekat Islam) yang sangat memojokkan Sarekat Islam (SI). Sarekat  Islam dituduh sebagai organisasi yang tidak Islami. HOS Tjokroaminoto (aktivis SI) juga dianggap tidak melaksanakan norma-norma dalam Islam. Buku tersebut merupakan upaya Belanda untuk melarang masyarakat nusantara bergabung dengan Sarekat Islam. Ahmad Khatib kemudian menulis “Tanbihul anam Firraddi ‘ala Risalah Kafful Awam ‘anil Khaudhi fi Sarekat Islam” (Menyadarkan setiap orang mengenai kesalahan buku Kafful Awam). Bahkan Ahmad Khatib menganjurkan umat islam masuk ke dalam Sarikat Islam. Buku ini dikirim dan dibagikan kepada masyarakat Indonesia yang baru pulang dari haji. Maka akhirnya SI pun mendapatkan bahan propaganda yang sangat menguntungkan (Mudhafier, 2013: 15).

Menjadi Inspirasi
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa para jemaah haji harus mampu menjadi inspirasi bagi terciptanya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih kokoh dan kuat. Perjalanan haji jangan dianggap sebagai ritual belaka yang tanpa makna dan sekedar bermanfaat untuk kesalehan individu saja.

Jika ini yang terjadi, maka ritual haji tidak memberikan daya dongkrak yang optimal bagi bangsa ini. Sebaliknya, mereka yang telah beribadah haji harus mampu menjadi panutan bagi masyarakat terkait bagaimana sikap dan perilaku yang baik dalam berbangsa dan bernegara. Hasil pengalaman berinteraksi dengan bangsa lain pun harus menciptakan perasaan bangga sebagai bangsa Indonesia.

Artikel ini telah dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 5 September 2015

Tags: Haji Mecca Nilai-nilai Bangsa Sarekat Islam

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

A M P A T Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan A M P A T
Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan aksi simsalabim dengan mencabut empat konsesi tambang di salah satu gugusan Red Line. Aksi "heroik" itu terlihat janggal ketika perusahaan yang paling bermasalah dalam perusakan lingkungan, bahkan yang menjadi pusat viral, justru dilindungi. Tentu bukan karena cocokologi dengan nama Raja Ampat sehingga hanya empat perusahaan yang dicabut konsesinya. Bukan cocokologi juga ketika Raja Ampat akan menjadi lokus tesis yang akan diuji esok di CRCS UGM. Berkebalikan dengan aksi badut jahat di Raja Ampat, @patricia_kabes akan bercerita bagaimana komunitas masyarakat di Aduwei mengelola laut dengan lestari melalui sasi. Berangkat dari negeri timur, peraih beasiswa LPDP ini justru menjadi yang pertama di angkatannya untuk menambahkan dua huruf pada akhir namanya.
For people who learn religious studies, it is comm For people who learn religious studies, it is common to say that "religion", as a concept and category, is Western modern invention. It is European origin, exported globally through colonialism and Christian mission. Despite its noble intention to decolonize modern social categories, it suffers from historical inaccuracy. Precolonial Islamic Malay and Javanese texts in the 16th and 17th century reflect a strong sense of reified religion, one whose meaning closely resembles the modern concept.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
I N S P I R A S I Secara satir, penyandang disabil I N S P I R A S I
Secara satir, penyandang disabilitas baru mendapatkan sorotan ketika dia mampu berprestasi, mampu mengatasi segala rintangan dan kekurangan. Singkat kata, penyandang disabilitas kemudian menjadi sumber inspirasi bagi nondisabilitas. Budi Irawanto menyebutnya sebagai "inspirational porn". Simak ulasan lengkapnya di situs web crcs ugm.
Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju