• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Academic Documents
    • Student Satisfaction Survey
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Artikel
  • Ilmu Merapi untuk Sindoro

Ilmu Merapi untuk Sindoro

  • Artikel
  • 20 December 2011, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Najmu Tsaqib Ahda | CRCS

Najmu Tsaqib Ahda

Meningkatnya aktivitas Gunung Sindoro membuat panik warga yang menghuni lereng gunung itu. Puluhan warga yang tinggal di Dusun Gondangan Desa Watu Kumpul Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung, yang berjarak sekitar 8 km dari puncak, memilih mengungsi. Di Wonosobo, tim SAR memperketat patroli di lima kecamatan yang masuk kawasan rawan bencana (SM, 13/12/11).

Walaupun belum ada korban jiwa terkait dengan peningkatan aktivitas gunung itu, seyogianya kita belajar dari kasus meletusnya Gunung Merapi akhir 2010. Kita bisa memetik hikmah dan pelajaran dari bencana itu. Walaupun aktivitasnya sudah dipantau dengan seismograf dan peralatan lain, tetap saja erupsi Merapi menimbulkan banyak korban jiwa dan material.

Dari fenomena itu kita bisa belajar bagaimana menyikapi bencana alam, khususnya erupsi gunung berapi. Terkait dengan seputar mitos Merapi, ada kearifan lokal yang masih melekat kuat sampai sekarang, melengkapi sosok Mbah Maridjan dengan ilmu titen-nya. Beberapa peneliti bahkan bisa memaknai mitos yang mengajarkan nilai-nilai keseimbangan antara manusia dan alam.

Masyarakat di lereng Gunung Sindoro pun hakikatnya paham terhadap gejala-gejala alam yang terjadi di sekitar mereka. Dulu, tanpa bantuan seismograf ataupun peralatan lain, masyarakat bisa memperkirakan kapan gunung itu akan mengeluarkan lava dan lahar atau hanya akan terjadi gempa vulkanik.

Tanda-tanda alam yang bisa dilihat antara lain temperatur air di beberapa sumber air meningkat, jenis hewan tertentu seperti kera, babi hutan atau bahkan harimau turun ke permukiman karena suhu di daerah atas meninggi dari biasanya.

Hal itu segera mereka kaitkan dengan mitos tertentu terhadap gunung tersebut. Sekarang zaman berubah, ingar-bingar kehidupan modern membuat tanda-tanda alam itu tidak mudah terbaca.

Bisa jadi kepekaan masyarakat menurun. Memang faktanya populasi hewan khas gunung kini menurun. Masalah peningkatan suhu juga sulit dibedakan apakah hal itu karena pengaruh aktivitas vulkanik atau pemanasan global. Mitos-mitos pun tinggal cerita. Tradisi gunung kini kehilangan rohnya karena masyarakat tidak lagi menyatu dengan alam. Eksploitasi lahan dan aktivitas pertanian yang merusak lingkungan makin menjauhkan mereka dari alam.

Lebih Tanggap

Dalam ilmu sosial, bencana bukan peristiwa yang terjadi tiba-tiba dan tak terelakkan melainkan bagian integral dari kehidupan rutin dan normal, serta tanda-tandanya bisa dikenali oleh masyarakat (Abdullah, 2006). Isyarat alam tidak lagi dapat dipahami maknanya karena terganggu oleh beberapa perubahan yang melanda desa itu (Ahimsa Putra, 2005).

Karena itu, perlu meningkatkan kepedulian dari semua pihak mengingat penanganan bencana tidak semudah dibayangkan. Upaya itu butuh proses panjang untuk menuju masyarakat tanggap bencana. Beberapa waktu lalu, Pemkab Wonosobo dan Temanggung berkoordinasi dengan aparat kecamatan dan kelurahan di lereng Sindoro. Pemda juga menambah pemasangan alat pemantau aktivitas gunung tersebut. Sebuah langkah awal yang baik.

Pemerintah dan pihak terkait di dua kabupaten itu perlu menyiapkan segala sesuatunya sebagai langkah antisipatif. Terlebih warga di dua daerah itu belum ”berpengalaman” menghadapi dampak dari erupsi gunung. Pengurangan ancaman bencana ini bisa dilakukan antara lain dengan menyinergikan semua pihak, seperti pemda, LSM, dan komunitas lain.

Di DIY beberapa komunitas mengadakan pelatihan menghadapi bencana untuk masyarakat supaya mereka lebih siap. Forum Pesantren Lereng Merapi (FPLM) misalnya, menggelar pelatihan bagi tokoh masyarakat dari daerah Magelang, Sleman, dan Klaten, yang wilayahnya selalu terkena dampak erupsi Merapi.

Pemkab Wonosobo dan Temanggung bisa menyosialisasikan langkah-langkah menghadapi bencana alam lewat berbagai media, dari penyuluhan, menyebar pamflet, menyiarkan di radio, hingga melalui internet. Pencegahan bencana sejak dini akan membentuk masyarakat tanggap bencana dan bisa meminimalisasi dampaknya. (10)

— Najmu Tsaqib Ahda, warga Kalilawang Desa Sitiharjo Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo, mahasiswa Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) Sekolah Pascasarjana UGM

Artikel ini telah dipublih oleh Suara Merdeka edisi 15 Desember 2011

 

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

On social media, mental health is often presented On social media, mental health is often presented as a form of entertainment. 🎥 Take Purnomo Belajar Baik, a popular YouTube channel with over 2 million subscribers, which posts videos about the so-called ‘insane’ to entertain its audience. What’s the catch? While these videos claim to promote care for those with mental health struggles, they also turn ‘madness’ into something to laugh at.

This study dives deep into how ‘madness’ is sensationalised on Indonesian social media. It explores how a mix of religion, law enforcement, medical practices, and digital media all play a role in this spectacle. Is it really care, or are we watching the exploitation of those who need help, disguised as entertainment?

Come and join #wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
S U B J E K Jika laut, gunung, batu, dan angin ial S U B J E K
Jika laut, gunung, batu, dan angin ialah subjek nonmanusia, bagaimana cara kita menghadirkannya di ranah legak formal manusia? Beberapa akademisi mengajukan konsep tentang hak-hak alam sebagai justifikasi hukum. Namun, pengejawantahan konsep ini tidak semudah cuap manis para penyair paradigma tersebut. Tănăsescu mengingatkan kita jebakan universalisasi hak-hak alam yang pada akhirnya menjadi kolonialisme pengetahuan baru
H O R E G Doa itu senjata mereka yang lemah. Ia me H O R E G
Doa itu senjata mereka yang lemah. Ia menjelma menjadi kekuatan yang tak hanya menyentuh langit, tetapi juga menggerakkan bumi. Doa bukan sekadar rapalan mantra, melainkan aksi yang menyatukan hati untuk membawa harapan yang lebih baik.

Simak laporan aksi doa bersama lintas iman selepas tragedi represi aparat belakangan ini di situs web crcs
When faith meets extraction, what or whose priorit When faith meets extraction, what or whose priority comes first: local communities, organizations, or the environment?

Both Nahdlatul Ulama and Muhammadiyah have voiced their acceptance of mining concessions, each with their own set of carefully considered perspectives. But what lies beneath their words?  In this upcoming #wednesdayforum, @chitchatsalad will dive deep using critical discourse analysis to unravel the layers of these powerful statements. We'll explore how these two of the world’s largest Islamic mass organizations justify their positions and what it reveals about their goals, values, and the bigger narratives in play.

This is more than just a conversation about mining. Come and join #wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY