• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Academic Documents
    • Student Satisfaction Survey
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Tesis
  • Kelenteng, Agama, dan Identitas Budaya Masyarakat Cina

Kelenteng, Agama, dan Identitas Budaya Masyarakat Cina

  • Tesis
  • 17 June 2011, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Judul: Kelenteng, Agama, dan Identitas Budaya Masyarakat Cina: Studi Kasus pada Kelenteng Tay Kak Sie, Semarang

Penulis: Fahmi Prihantoro (CRCS, 2006)

Kata-kata Kunci: identitas, sejarah, masyarakat Cina, kelenteng

Abstrak:

 

Kelenteng dikenal sebagai tempat ibadah bagi masyarakat Cina yang beragama Tri Dharma (Taoisme, Buddhisme, Konfusionisme). Kelenteng merupakan bagian yang penting dalam kajian tentang kebudayaan masyarakat Cina. Penelitian ini berusaha mengungkap keberadaan kelenteng dan identitas budaya masyarakat Cina. Apakah terjadi perubahan orientasi keagamaan di Kelenteng Tay Kak Sie, serta apakah kelenteng Tay Kak Sie sebagai hasil budaya materi dengan segala aktivitas di dalamnya dapat menegaskan identitas budaya masyarakat Cina?

 

Berdasarkan pertanyaan pertanyaan tersebut penulis berusaha meneliti dinamika hubungan politik dengan masyarakat Cina di Indonesia dengan menggunakan pendekatan sejarah. Terdapat tiga tonggak sejarah dalam kehidupan kebudayaan masyarakat Cina yaitu: 1) Sebelum tahun 1967 di mana kebebasan berekspresi dalam agama dan kebudayaan dibolehkan. 2) Sesudah tahun 1967 dengan dikeluarkannya Keppres No. 14 tahun 1967 yang melarang munculnya agama dan kebudayaan Cina dilakukan di tempat umum. 3) Sesudah Tahun 2000 dengan dikeluarkannya Inpres No. 6 Tahun 2000 tentang pencabutan Keppres No 14 tahun 1967 yang membolehkan kembali masyarakat Cina mengekspresikan agama dan budayanya.

 

Penelitian ini berhasil mengungkap bahwa Kelenteng Tay Kak Sie dapat menegaskan identitas budaya masyarakat Cina yang terlihat dari tiga wujud kebudayaan yaitu agama (ideas), aktivitas keagamaan (activities) dan bangunan kelenteng (artifacts). Di dalam perjalanan sejarah politik masyarakat Cina yang penuh dengan tekanan dan diskriminasi, Kelenteng Tay Kak Sie tetap berhasil mempertahankan diri serta tidak mengalami perubahan baik orientasi keagamaan, aktivitas keagamaan dan bangunan fisik kelenteng termasuk patung-patung dewa yang dipuja. Hal ini menjadi menarik karena sebagian besar kelenteng yang ada di Jawa mengalami penyesuaian diri dengan menganut orientasi Budhistis sebagai ciri utama kelenteng karena konfusionisme dan Taoisme tidak diakui oleh pemerintah sebagai agama. Kelenteng Tay Kak Sie tidak mengalami perubahan diri karena beberapa faktor yaitu lokasi, kebijakan penguasa, ciri kelenteng, masyarakat Cina pendukung kelenteng, dan pemahaman agama.

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

Clicks are shaping conflicts. In Indonesia’s digit Clicks are shaping conflicts.
In Indonesia’s digital sphere, algorithms now fuel intolerance, speed up radical shifts, and collapse the distance between online anger and real-world violence. “From Clicks to Conflict” reframes radicalism and extremism through Indonesia’s own data, cases, and digital behavior. Understanding how hate evolves online isn’t optional anymore. It’s the frontline of preventing the next wave of violence. 

Come and join  #wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor.  We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
H I L A N G Dalam sejarah perjuangan peradaban, pe H I L A N G
Dalam sejarah perjuangan peradaban, perempuan kerap ditulis sebagai jeda, bukan kalimat utama. Ia seolah hilang tak terdengar meski perannya selalu bingar. Seperti yang ditunjukkan oleh keempat pembicara ini, perempuan kerap menjadi dasar atas sebuah pergerakan, selalu menemukan celah dan mengubahnya menjadi kehidupan. Dari keempatnya kita belajar bahwa perempuan punya hak dan kemampuan untuk menafsir ulang hidup tanpa harus menunggu restu siapa pun.

Simak kembali percakapan di sesi ini dan menapaktilasi ragam perjuangan perempuan seluas mungkin di YouTube CRCS UGM.
L A M P I O N Memori laiknya lampion. Terkadang ia L A M P I O N
Memori laiknya lampion. Terkadang ia redup dan rawan, tetapi terus menggantung di langit halaman. Arsip ialah bahan bakar yang terus menghidupi ingatan. Ia menjadi sumbu bagi suluh yang berpijar. Pun dengan arsip-arsip budaya dan agama Tionghoa di Indonesia. Keberadaannya menjadi pembuka jalan untuk menata kembali peta bangsa dari serpihan gelap yang sengaja dilupakan. 

Simak kembali perbincangan bernas peluang dan tantangan digitalisasi arsip-arsip budaya dan agama Tionghoa di Indonesia hanya di YouTube CRCS UGM
Faith could be cruel. It can be used to wound thos Faith could be cruel. It can be used to wound those we might consider "the other". Yet, rather than abandoning their belief, young queer Indonesians choose to heal by re-imagining it. The Rainbow Pilgrimage is a journey through pain and prayer, where love becomes resistance and spirituality turns into shelter. Amidst the violence, they walk not away from faith, but towards a kinder, more human divine. 

Come and join #wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY