• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Event report
  • Menggandeng Tokoh Agama untuk Menghapus Kekerasan Seksual

Menggandeng Tokoh Agama untuk Menghapus Kekerasan Seksual

  • Event report
  • 20 July 2020, 14.28
  • Oleh: CRCS UGM
  • 0

Menggandeng Tokoh Agama untuk Menghapus Kekerasan Seksual

Inasshabihah – 20 Juli 2020

Tokoh agama memiliki posisi strategis untuk mendukung pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS). Peran strategis ini bukan saja untuk mengedukasi umatnya, melainkan juga menangani kasus di lingkungan keagamaan. Sebab, kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, termasuk di tempat yang dianggap suci seperti rumah ibadah, dan bahkan dilakukan oleh tokoh agama sendiri.

Hal ini dibahas dalam diskusi daring awal bulan ini bertajuk Peran Tokoh Agama dalam Penghapusan Kekerasan Seksual yang diselenggarakan LBH Asosiasi Perempuan Indonesian untuk Keadilan (APIK). Koordinator Divisi Pelayanan Hukum LBH APIK Uli Pangaribuan memaparkan data 9 pengaduan atas kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh tokoh agama pada tahun 2019-2020. Pelakunya antara lain adalah ustaz, pemilik pondok pesantren, dan pendeta.

Tokoh agama sebagai pelaku

Salah satu kasus misalnya dialami oleh Lembayung, seorang santri sebuah pondok pesantren di Bogor. Lembayung dipilih menjadi ‘pemegang kitab’ oleh pelaku kekerasan seksual yang memiliki pondok pesantren tersebut. Ia sering dipanggil ke ruangan pelaku, awalnya untuk membahas perkara keuangan. Namun muncul perilaku tak senonoh dari pelaku yaitu mencium, meraba tubuh, hingga melakukan oral seks. Pelecehan itu terjadi cukup sering, baik pagi, malam, maupun dini hari, dan Lembayung tak kuasa menolaknya karena pelaku mengatakan bahwa seorang santri yang menolak panggilan ustaznya bukanlah santri yang baik. 

Lembayung bercerita pada ibunya, yang kemudian melaporkan kasus itu ke Polres Depok pada November 2019. Tak lama, ia justru menerima intimidasi dari pelaku dan kawan-kawan pelaku yang meminta Lembayung mencabut laporannya. Lembayung diancam dengan pencemaran nama baik jika tak mampu memberi bukti bahwa pemilik pesantren telah melecehkannya. Istri pelaku meminta perkara ini diselesaikan secara kekeluargaan, dengan memberikan uang sebagai iming-iming kepada Lembayung.

Namun Lembayung bersiteguh agar kasus diproses secara hukum. Pelaku pun ditahan, tetapi pada April 2020 Lembayung malah dilaporkan balik oleh istri pelaku dengan pasal perzinahan. Laporan itu membuat Lembayung tak berdaya, sementara LBH APIK dan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) berupaya menyelamatkan Lembayung dengan menyurati Polres Bogor agar pelaporan istri pelaku tidak direspons sampai ada kekuatan hukum tetap di Polres Depok. 

Kasus pelecehan juga terjadi di lingkungan gereja sebagaimana dialami Gerhana, seorang pelayan gereja di Bekasi yang dilecehkan oleh pendeta di lingkungan gereja. Gerhana tinggal dengan pelaku dan istrinya dalam satu rumah dinas yang disediakan oleh gereja. Setelah dua bulan melakukan pelayanan di sana, pendeta mulai sering mengirimkan pesan-pesan Whatsapp yang membuat Gerhana tak nyaman.

Suatu hari pada April 2020, Gerhana jatuh pingsan dan dibawa ke sebuah kamar. Setelah ia sadar, pendeta menyuruh istrinya pergi ke luar kamar untuk mengambil minyak. Saat itulah, pendeta meremas, memegang, dan menekan-nekan bagian tertentu pada tubuh korban.

Gerhana melaporkan peristiwa itu kepada istri pelaku dan pengurus gereja, tetapi tidak ada yang percaya, bahkan dirinya cenderung disalahkan. Gerhana diintimidasi dan diteror oleh jemaat gereja karena dianggap sebagai perempuan yang mencemarkan nama baik pelaku. Hal ini membuat Gerhana semakin merasa tertekan karena tidak mendapatkan dukungan dari komunitasnya sendiri. Pada Mei 2020, Gerhana melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib. Namun dalam proses ini, pelaku cuti dari gereja dan meninggalkan kota tersebut sehingga proses penanganan kasus ini sulit dilanjutkan.

Melibatkan tokoh agama

Contoh-contoh kasus ini memperlihatkan kendala berlapis dalam mengadvokasi korban kekerasan seksual. Kendala ini mencakup korban yang merasa takut dan malu karena pelaku adalah orang berpengaruh di lingkungannya; korban tidak mendapatkan dukungan dari pihak keluarga atau lingkungan sekitar; Aparat Penegak Hukum (APH) menuntut adanya saksi yang melihat kejadian; adanya bujukan dari pihak pelaku agar korban mencabut laporan dan diimingi-imingi uang; adanya ancaman dari pihak pelaku yang akan melaporkan balik korban kepada polisi; serta stigmatisasi dan persepsi masyarakat yang masih menyudutkan korban. 

Maka di sinilah pentingnya melibatkan tokoh agama yang sadar keadilan gender dalam advokasi anti-kekerasan seksual. Di lingkungan yang meletakkan agama sebagai poros rujukan nilai, argumen keagamaan anti-kekerasan seksual, yang harus juga ditambah dengan integritas tokoh agama yang menyampaikannya, akan efektif mengedukasi masyarakat.

Dalam diskusi daring, Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus menyampaikan seruan dari Paus, surat-surat gembala, dan macam-macam komisi yang dibuat oleh gereja sebagai tanda keseriusan gereja dalam penghapusan kekerasan seksual. Di sisi lain, Ketua Lakpesdam PCNU Kabupaten Sukabumi Daden Sukendar menyatakan bahwa ayat qiwamah (“kepemimpinan” laki-laki atas perempuan) dalam al-Quran, alih-alih menjadi justifikasi bagi subordinasi terhadap perempuan, justru meniscayakan perlindungan. 

Sementara itu, Pendeta Ira Imelda dari Women Crisis Center Pasundan Durebang melihat pendeta sebagai tokoh agama yang memiliki peran strategis karena dirinya memimpin secara kolektif-kolegial dalam sebuah forum keagamaan. Sebagai panutan umat, tokoh agama memiliki posisi lebih tinggi dari umat, disertai dengan kekuatan atau kekuasaan yang kini nyatanya perlu dibatasi. Ketimpangan relasi kuasa dapat terjadi jika tokoh agama memanfaatkan akses yang dimilikinya untuk melakukan atau menutupi kasus kekerasan seksual di lingkungan komunitasnya demi menjaga nama baik lembaga keagamaan alih-alih menyadari, mengakui, dan mendampingi proses kasus tersebut. 

Diskusi daring memberikan contoh-contoh langkah kongkret yang dapat dilakukan oleh tokoh agama guna menyusun program pencegahan, pemulihan, dan pendampingan. Misalnya, lingkungan keagamaan seperti gereja, pondok pesantren, atau Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) perlu menerapkan sebuah kode etik mengenai pedoman berperilaku dan penanganan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan keagamaan, yang meliputi mekanisme pengaduan dan sanksi dari lembaga. Untuk kepentingan ini, lembaga keagamaan perlu menjalin relasi dengan pendamping dari LPSK, LBH, atau LSM.

Dalam program pencegahan, Pdt. Ira mengusulkan adanya edukasi di kalangan komunitas keagamaan bahwa tubuh dan seksualitas tidak bisa diobjektivikasi. Edukasi ini dapat dilakukan melalui lokakarya, materi pembinaan, materi katekisasi (bimbingan bagi umat Kristiani sebelum pembaptisan), dan pelatihan-pelatihan lainnya. Dalam program pemulihan dan pendampingan, tokoh agama dapat berperan dengan cara berpihak pada korban, misalnya dengan memfasilitasi konseling guna memulihkan kondisi psikologis korban. 

Di atas segalanya, upaya-upaya ini masih akan mendapat hadangan besar jika belum ada kepastian hukum berperspektif keadilan gender bagi korban kekerasan seksual. Maka di sinilah pengesahan RUU PKS sudah bukan saja penting, melainkan mencapai tahap darurat. Menggandeng tokoh agama yang berwawasan gender akan menunjang daya tekan politik untuk pengesahan RUU P-KS sekaligus menambah keberterimaan RUU ini di komunitas keagamaan akar rumput.

______________

Inasshabihah adalah mahasiswa Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS), Sekolah Pascasarjana UGM, angkatan 2018. Baca tulisan Inas lainnya di sini.

Nama-nama korban kekerasan seksual dalam esai ini bukanlah nama sebenarnya.

Kredit gambar header: Jurnal Perempuan

Tags: inasshabihah

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

A M P A T Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan A M P A T
Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan aksi simsalabim dengan mencabut empat konsesi tambang di salah satu gugusan Red Line. Aksi "heroik" itu terlihat janggal ketika perusahaan yang paling bermasalah dalam perusakan lingkungan, bahkan yang menjadi pusat viral, justru dilindungi. Tentu bukan karena cocokologi dengan nama Raja Ampat sehingga hanya empat perusahaan yang dicabut konsesinya. Bukan cocokologi juga ketika Raja Ampat akan menjadi lokus tesis yang akan diuji esok di CRCS UGM. Berkebalikan dengan aksi badut jahat di Raja Ampat, @patricia_kabes akan bercerita bagaimana komunitas masyarakat di Aduwei mengelola laut dengan lestari melalui sasi. Berangkat dari negeri timur, peraih beasiswa LPDP ini justru menjadi yang pertama di angkatannya untuk menambahkan dua huruf pada akhir namanya.
For people who learn religious studies, it is comm For people who learn religious studies, it is common to say that "religion", as a concept and category, is Western modern invention. It is European origin, exported globally through colonialism and Christian mission. Despite its noble intention to decolonize modern social categories, it suffers from historical inaccuracy. Precolonial Islamic Malay and Javanese texts in the 16th and 17th century reflect a strong sense of reified religion, one whose meaning closely resembles the modern concept.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
I N S P I R A S I Secara satir, penyandang disabil I N S P I R A S I
Secara satir, penyandang disabilitas baru mendapatkan sorotan ketika dia mampu berprestasi, mampu mengatasi segala rintangan dan kekurangan. Singkat kata, penyandang disabilitas kemudian menjadi sumber inspirasi bagi nondisabilitas. Budi Irawanto menyebutnya sebagai "inspirational porn". Simak ulasan lengkapnya di situs web crcs ugm.
Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju