Judul: Negara Zionis Bukan Negara Yahudi: Telaah atas Pandangan Abdel Wahab El-Messiri
Penulis: M. Nursaid Ali Rido (CRCS, 2006)
Kata-kata kunci: Zionisme, Imperialisme, kelompok fungsional Yahudi, negara Zionis fungsional
Abstrak:
Konflik di Timur Tengah selalu menarik disimak. Sebelum tahun 1990-an, Israel, sebagai pihak yang lebih kuat, memilih jalur militeristik untuk “menyelesaikan” konflik dengan Arab. Setelah periode itu, penaklukan terhadap Arab, terutama Palestina, berupa embargo ekonomi dan politik, penutupan jalan-jalan utama, sabotase bantuan makanan dan obat-obatan. Mengapa konflik itu terus berlangsung? Abdel Wahab El-Messiri, seorang intelektual Mesir, berusaha menjawab pertanyaan itu melalui paradigma “kelompok fungsional Yahudi” dan “negara Zionis fungsional”. Paradigma ini melihat fenomena Yahudi dan Zionisme melalui perspektif filosofis-epistemologis, bukan perspektif politik empiris atau agama.
Bagi El-Messiri, Israel adalah negara Zionis fungsional, sebuah reproduksi dari kelompok fungsional Yahudi di Eropa sejak abad 16 hingga awal abad 20. Negara Zionis fungsional ditanam di Palestina tanpa akar budaya dan sejarah oleh imperalisme Barat; ia ditanam berdasarkan mitos dan kecanggihan teknologi. Negara Zionis fungsional hanya memainkan peran tertentu. Saat ini tugasnya adalah berperang, namun tugas tersebut dapat dirubah sesuai dengan perkembangan situasi di kawasan konflik. Jika negara itu sudah tidak bisa menjalankan fungsinya, maka eksistensinya akan berakhir; penduduknya akan keluar dari Israel atau berasimilasi secara sempurna dengan masyarakat sekitar. Hal itu pernah terjadi di Afrika Selatan (salah satu kantong kolonialisme Barat), yaitu ketika sistem Apartheid runtuh.
Pandangan El-Messiri mendapat resistensi keras, baik dari kalangan Zionis maupun ulama tradisional Mesir. Orang Zionis meyakini Israel sebagai negara bagi seluruh orang Yahudi di dunia yang terikat secara organik dan religius dengan tanah Palestina. Kembali ke Zion merupakan perintah Tuhan, sehingga siapapun menentang Israel adalah antisemitis (bagi orang non-Yahudi), atau kafir (bagi orang Yahudi). Keberhasilan Zionisme mengalahkan Arab karena adanya campur tangan Tuhan, bukan campur tangan imperalisme Barat, seperti diasumsikan El-Messiri. Resistensi juga muncul dari kalangan ulama yang meyakini Zionisme sebagai manifestasi watak jahat orang-orang Yahudi secara turun menurun. Al-Qur’an telah memberitakan kejahatan orang Yahudi yang ingin merusak Islam dan umatnya.
Ada perbedaan perspektif yang mendasar antara Zionisme dan Arab. Di satu sisi Zionisme mengklaim punya hak mutlak atas Palestina, dan di sisi lain bangsa Arab merasa memiliki ikatan religius yang kuat dengan Palestina. Zionisme menolak hak, sejarah dan budaya Arab, sehingga perlawanan Arab terhadap arogansi Zionisme itu terus berlanjut. Memang Zionisme bisa memenuhi ambisi-ambisi religiusitas umat Yahudi, sekaligus mengentaskan problematika sosial-politik orang-orang Yahudi di Eropa, namun agenda menduduki tanah padat penduduk tidak mungkin melalui cara damai. Kekerasan dengan senjata adalah cara paling efektif meredam perlawanan penduduk asli, sebuah tindakan yang menurut El-Messiri biasa dilakukan kolonialisme di kantong-kantong imperalisme Barat. Aneka propaganda palsu Zionisme telah menyeret umat Islam, termasuk Indonesia, ke dalam persepsi bahwa konflik itu adalah konflik agama.