• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Academic Documents
    • Student Satisfaction Survey
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Tesis
  • Peace and Dialogue: Kajian Sosiologi terhadap Dialog dan Inisiatif Damai di Ambon 1999-2004

Peace and Dialogue: Kajian Sosiologi terhadap Dialog dan Inisiatif Damai di Ambon 1999-2004

  • Tesis
  • 15 June 2011, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Judul: Peace and Dialogue: Kajian Sosiologi terhadap Dialog dan Inisiatif Damai di Ambon 1999 – 2004 

Penulis: Yance Zadrak Rumahuru (CRCS, 2005)

Kata-kata Kunci: Pertikaian dialog, komunitas sosial

Abstrak:

 

Tesis ini mengusung tema besar Dialog dan Perdamaian (Peace and Dialogue) dalam konteks komunitas-komunitas sosial (umat beragama) di Ambon yang dikaji melalui pendekatan sosiologi. Penelitian ini bertujuan pertama, mendeskripsikan bagaimana cara pihak-pihak yang bertikai dalam konflik komunal di Ambon membangun dialog dan upaya perdamaian. Kedua, memberikan pemetaan mengenai proses dialog dan upaya perdamain yang dilakukan oleh pemerintah dan kelompok-kelompok mesyarakat selama pertikaian di Ambon. Patut disebutkan bahwa pewacanaan mengenai Maluku selama pertikaian, cenderung dilakukan dalam bentuk dikotomi dan konfrontasi antarkomunitas umat beragama yang saling menghujat, membunuh dan mencari pembenaran masing-masing atau pengungkapan aspek kekerasan dari konflik dibanding pengungkapan berbagai fakta tentang upaya kelompok-kelompok masyarakat dan pemerintah membangun dialog dan perdamaian.

 

Penelitian ini dilakukan di Ambon, dengan mengambil fokus pada dua lokasi masing-masing, Negeri Batumerah (negeri Islam) di kecamatan Sirimau dan Negeri Passo (negeri Kristen) di kecamatan Teluk Ambon Baguala di kota Ambon. Pilihan atas kedua wilayah ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pertama, Batumerah dan Passo merupakan salah satu tempat di mana terjadi pemusatan pertikaian di Ambon 1999-2002. Kedua, masing-masing negeri memiliki tingkat kemajemukan yang cukup tinggi, terutama dari latar belakang etnis. Ketiga, Batumerah dan Passo merupakan negeri adat, yang secara kultural memiliki kesamaan budaya dan adat istiadat dengan negeri-negeri lainnya di Ambon dan Maluku Tengah secara keseluruhan. Subjek dari penelitian ini adalah raja, tokoh adat, pemuka masyarakat dan kaum muda di kedua negeri. Untuk menemukan data yang diperlukan pertama, peneliti (penulis) memberikan kuesioner (angket) yang terdiri dari beberapa pertanyaan dengan pilihan jawaban tertentu dan jawaban terbuka guna diisi oleh responden. Kedua, melakukan focus group discussion (FGD), dengan kelompok-kelompok masyarakat di Batumerah dan Passo. Ketiga, melakukan wawancara mendalam dengan 14 (empat belas) informan pada kedua negeri. Penelitian di Passo dan Batumerah menemukan bahwa baik pemerintah maupun kelompok-kelompok masyarakat sama-sama menggunakan pendekatan struktural dan kultural dalam upaya penghentian dan penyelesaian pertikaian sebagai prasyarat untuk membangun rekonsiliasi dan rehabilitasi di Maluku. Namun demikian terdapat penilaian oleh komunitas setempat bahwa pemerintah (negara) lebih cenderung menggunakan pendekatan yang sifatnya stuktural. Berbeda dengan pemerintah, umumnya kelompok-kelompok masyarakat melakukan dialog dan inisiatif damai melalui pendekatan dari bawah dan menggunakan kearifan atau kebanggaan-kebanggaan lokal setempat yang dalam tesis ini disebut dengan pendekatan kultural.

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

Faith could be cruel. It can be used to wound thos Faith could be cruel. It can be used to wound those we might consider "the other". Yet, rather than abandoning their belief, young queer Indonesians choose to heal by re-imagining it. The Rainbow Pilgrimage is a journey through pain and prayer, where love becomes resistance and spirituality turns into shelter. Amidst the violence, they walk not away from faith, but towards a kinder, more human divine. 

Come and join #wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
H I J A U "Hijau" punya banyak spektrum dan metrum H I J A U
"Hijau" punya banyak spektrum dan metrum, jangan direduksi menjadi cuma soal setrum. Hijau yang sejati ialah yang menghidupi, bukan hanya manusia melainkan juga semesta. Hati-hati karena ada yang pura-pura hijau, padahal itu kelabu. 

Simak kembali perbincangan panas terkait energi panas bumi bersama ahli panas bumi, pegiat lingkungan, dan kelompok masyarakat terdampak di YouTube CRCS UGM.
T E M U Di antara sains yang mencari kepastian, a T E M U

Di antara sains yang mencari kepastian, agama yang mencari makna, dan tradisi yang merawati relasi, kita duduk di ruang yang sama dan mendengarkan gema yang tak selesai. Bukan soal siapa yang benar, melainkan  bagaimana kita tetap mau bertanya. 

Tak sempat gabung? Tak perlu kecewa, kamu dapat menyimak rekamannya di YouTube CRCS.
Dance is a bridge between two worlds often separat Dance is a bridge between two worlds often separated by distance and differing histories. Through Bharata Natyam, which she learned from Indu Mitha, Aslam's dances not only with her body, but also with the collective memory of her homeland and the land she now loves. There is beauty in every movement, but more than that, dance becomes a tool of diplomacy that speaks a language that needs no words. From Indus to Java, dance not only inspires but also invites us to reflect, that even though we come from different backgrounds, we can dance towards one goal: peace and mutual understanding. Perhaps, in those movements, we discover that diversity is not a distance, but a bridge we must cross together.

Come and join #wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY