• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Tesis
  • Pencarian Identitas Budaya Hindu

Pencarian Identitas Budaya Hindu

  • Tesis
  • 17 June 2011, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Judul: Pencarian Identitas Budaya Hindu: Studi Komunitas Hindu di Kelurahan Banguntapan, Bantul, Yogyakarta

Penulis: I Gde Jayakumara (CRCS, 2007)

Kata-kata Kunci: Banguntapan, Budaya, Identitas, Hindu

Abstrak:


Tesis ini memfokuskan pada bagaimana komunitas Hindu Banguntapan yang beranggotakan 200-300 orang bertahan dan bila mungkin berkembang sejalan dengan tradisi yang masih hidup maupun ritual-ritual baru yaitu Hindu yang diintroduksikan oleh klas menengah terdidik etnis Bali yang mendapat legitimasi oleh Negara. Dengan kata lain, tema utama yang diajukan adalah persoalan identitas budaya Hindu, karena: di satu sisi mereka menolak untuk melakukan konversi ke agama mayoritas; dan di sisi lain juga menolak untuk mengunakan budaya Hindu eksternal, yaitu Bali dan India sebagai referensi utama dalam aktivitas religius.

 

Tema utama di atas dibagi lagi menjadi dua permasalahan, yaitu: (1) Bagaimana komunitas Hindu Banguntapan mengalami peminggiran dalam transformasi sosial; dan (2) Bagaimana komunitas Banguntapan bereaksi atas peminggiran itu, serta bila mungkin mengembangkan diri di dalamnya. Untuk menjawab pertanyaan pertama, pendekatan yang digunakan adalah teori dialektika triad Berger, yaitu: eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi. Relasi dialektik ini memunculkan institusi religius baru, yaitu tempat ibadah Pura yang di dalamnya komunitas Hindu Banguntapan at home secara sosial. Namun secara bersamaan gerak dialektik triad Bergerian menjadikan institusi religius berkembang secara otonom. Maka, fenomena homeless bagi komunitas Hindu Banguntapan senantiasa terjadi.

 

Sementara pertanyaan kedua dijawab dengan mengunakan teori sinkretisme dinamik, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ben Anderson. Di lapangan, teori ini kurang secara mendetail menyoroti sisi dinamik psikologi-sosial komunitas Hindu Banguntapan dalam menyikapi kegagalannya untuk berpartisipasi dalam tranformasi sosial. Oleh karenanya teori Nietzschean yang berisi tentang relasi hermeneuitik antara will to unity dan will to power juga digunakan sebagai pelengkap. Maka, persoalan identitas budaya bagi komunitas Hindu Banguntapan dipahami sebagai sesuatu kemenjadian (becoming) yang di dalamnya terdapat hubungan intrik antara will to power (spiritualitas) dan will to unity (agama). Dengan kata lain, di satu sisi komunitas Hindu Banguntapan mengunakan referensi tradisi Jawa untuk melakukan latihan pemberdayaan diri dan secara bersamaan melakukan aktivitas peleburan diri (beragama) yang keduanya diarahkan untuk mencapai kualitas kemanusiaan yang lebih tinggi.

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

A M P A T Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan A M P A T
Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan aksi simsalabim dengan mencabut empat konsesi tambang di salah satu gugusan Red Line. Aksi "heroik" itu terlihat janggal ketika perusahaan yang paling bermasalah dalam perusakan lingkungan, bahkan yang menjadi pusat viral, justru dilindungi. Tentu bukan karena cocokologi dengan nama Raja Ampat sehingga hanya empat perusahaan yang dicabut konsesinya. Bukan cocokologi juga ketika Raja Ampat akan menjadi lokus tesis yang akan diuji esok di CRCS UGM. Berkebalikan dengan aksi badut jahat di Raja Ampat, @patricia_kabes akan bercerita bagaimana komunitas masyarakat di Aduwei mengelola laut dengan lestari melalui sasi. Berangkat dari negeri timur, peraih beasiswa LPDP ini justru menjadi yang pertama di angkatannya untuk menambahkan dua huruf pada akhir namanya.
For people who learn religious studies, it is comm For people who learn religious studies, it is common to say that "religion", as a concept and category, is Western modern invention. It is European origin, exported globally through colonialism and Christian mission. Despite its noble intention to decolonize modern social categories, it suffers from historical inaccuracy. Precolonial Islamic Malay and Javanese texts in the 16th and 17th century reflect a strong sense of reified religion, one whose meaning closely resembles the modern concept.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
I N S P I R A S I Secara satir, penyandang disabil I N S P I R A S I
Secara satir, penyandang disabilitas baru mendapatkan sorotan ketika dia mampu berprestasi, mampu mengatasi segala rintangan dan kekurangan. Singkat kata, penyandang disabilitas kemudian menjadi sumber inspirasi bagi nondisabilitas. Budi Irawanto menyebutnya sebagai "inspirational porn". Simak ulasan lengkapnya di situs web crcs ugm.
Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju