• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Tesis
  • Petik Laut: Akomodasi Sosial-Ideologi di Kalangan Nelayan Muncar Banyuwangi

Petik Laut: Akomodasi Sosial-Ideologi di Kalangan Nelayan Muncar Banyuwangi

  • Tesis
  • 20 June 2011, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Judul: Petik Laut: Akomodasi Sosial-Ideologi di Kalangan Nelayan Muncar Banyuwangi

Penulis: Nurainiyah (CRCS, 2007)

Kata-kata Kunci: Pluralitas, Kedungrejo, Petik Laut, Jaragan-Pandiga, Akomodasi, Sinkretisme, Kosmologi pesisir dan Kohesi sosial

Abstrak:


Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana akomodasi dua tradisi yang berbeda secara ideologis dan sosial bisa menciptakan toleransi dan kedamaian dalam masyarakatnya. Masyarakat Muncar yang plural baik itu etnis, agama, budaya, sosial dan ekonomi mampu menekan konflik dan mengakomodasi kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Realitas sosial masyarakat Muncar tersebut ditunjukkan melalui ritual Petik Laut yang menggabungkan tradisi Islam dan Osing. Secara kosmologis keduanya memiliki perbedaan, Islam mempercayai Tuhan Tunggal dan Osing mempercayai banyak mahluk gaib.

 

Permasalahan pokok penelitian ini adalah bagaimana akomodasi ideologis dan sosial antara tradisi Islam dan Osing berlangsung. Rumusan masalah struktur kosmologi seperti apa yang terbentuk dari akomodasi dua kosmologi berbeda ini? Apa konsekuensi logis terhadap konstelasi sosial masyarakat nelayan Muncar? Kenapa nelayan Muncar memilih menggabungkan dua ideologi tersebut? Kenapa tidak memilih salah satunya: Islam atau Osing? Kerangka konsep penelitian ini bermula dari penelusuran saya atas hasil penelitian Beaty, Hefner, Koentjaraningrat, Geertz, dan Woodward yang menilai sinkretis atas dialektika agama dan tradisi lokal. Maka kerangka konsep yang saya bawa adalah bahwa sinkretisme merupakan akomodasi perbedaan sehingga membuat masyarakat bisa hidup dengan nyaman satu sama lain. Dan ritual kolektif merupakan media dalam menyatukan dan menghapus perbedaan tersebut karena dalam ritual ada tujuan bersama yang ingin dicapai oleh pelaksananya.

 

Metode penelitian ini merupakan metode penelitian kualitatif sehingga untuk memperoleh data saya melakukan beberapa teknik seperti observasi, wawancara, dan membaca dokumen-dokumen tertulis.

 

Analisis data yang saya gunakan adalah analisis deskriptif yakni pendeskripsian fakta dalam rangka pemberian konteks agar fakta tersebut dapat dimengerti. Penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan agama dan ideologi dalam masyarakat yang multietnis dan kultural rawan terhadap konflik akan tetapi bagaimana agen sosial masyarakat seperti santri dan kejawen dapat meredam konflik sehingga tidak menimbulkan kerusuhan. Masalah ideologi merupakan masalah yang signifikan bagi masyarakat pesisir yang mudah tersulut emosi salah interpretasi dan bertindak saja bisa berakibat fatal. Akan tetapi masyarakat pesisir yang secara umum dikenal berwatak keras dan terbuka, tetap permisif terhadap keragaman agama dan ideologi. Sikap selalu ingin menunjukkan ‘jati diri’ merupakan ciri masyarakat pesisir. Sikap ini kemudian termanifestasi dalam ritual Petik Laut dengan melibatkan unsur agama, budaya dan etnis yang berbeda-beda yang ada di Kedungrejo. Keyakinan masyarakat Kedungrejo yang mayoritas Islam terhadap Ratu Rejo Mino sebagai penguasa ikan di Laut begitu kuat meski keyakinan tersebut merupakan tradisi Osing, begitu juga penghormatan kepada Sayid Yusuf tokoh historis Petik Laut. Keyakinan ini seolah melengkapi keyakinan masyarakat Islam terhadap Nabi Khidir. Kosmologi pesisir Kedungrejo sebagai hasil dari akomodasi Islam dan Osing menjadi ideologi lokal yang mampu meredam konflik. Sebab meninggalkan salah satunya akan menimbulkan konflik di masyarakat. Sekalipun mereka khususnya kejawen dan santri memiliki interpretasi berbeda tentang ritual Petik Laut, namun mereka tetap menjalani proses tersebut demi kelangsungan kehidupan Kedungrejo. Konflik ekonomi sebagai konsekuensi dari sistem kerja antara Jaragan dan Pandiga, pabrik dan penduduk mengenai lingkungan tidak dimunculkan bahkan lebur karena fungsi sosial ritual yang mengakomodir semua lapisan masyarakat dan agama untuk terlibat di dalamnya. Sehingga pihak-pihak yang memiliki konflik cenderung menjadikan Petik Laut sebagai mediasi untuk membangun jalinan silaturahmi di antara kelompok-kelompok nelayan, organisasi keagamaan, dan organisasi alumni pesantren. Dari akomodasi sosial ini kohesi sosial masyarakat kembali disatukan sehingga kehidupan Kedungrejo yang damai bisa kembali seperti tahun sebelumnya.

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

L A B E L Seberapa penting sebuah label? Bagi makh L A B E L
Seberapa penting sebuah label? Bagi makhluk modern, label itu penting walau bukan yang paling penting. Ia menjadi jendela informasi sekaligus penanda diri. Dalam kacamata masyarakat legalis, label juga berarti penerimaan dan perlindungan. Namun, seringkali label itu disematkan oleh entitas di luar diri, terlepas ada persetujuan atau tidak. Karenanya, tak jarang label juga menjadi penghakiman. Dalam silang sengkarut semacam ini, perebutan kuasa bahasa atas label menjadi vital, terutama bagi kelompok rentan yang dimarjinalkan. Kalau kata teman yang alumni dusun Inggris , "label is rebel!"

Simak bincang @astridsyifa bersama @dedeoetomo tentang lokalitas dan ekspresi identitas gender di situs web crcs
Waktu Hampir Habis 😱 HARI INI TERAKHIR PENDAFTA Waktu Hampir Habis 😱
HARI INI TERAKHIR PENDAFTARAN MASUK CRCS UGM 🫣

Jangan sampai lewatin kesempatan terakhir ini !! 
#crcs #ugm #s2 #sekolahpascasarjanaugm
Kupas Tuntas masuk CRCS UGM (Live Recap) #crcsugm Kupas Tuntas masuk CRCS UGM
(Live Recap)

#crcsugm #pendaftarancrcsugm #sekolahpascasarjanaugm #s2 #ugm #live
Beli kerupuk di pasar baru Nih loh ada info terbar Beli kerupuk di pasar baru
Nih loh ada info terbaruuu

Penasaran gimana rasanya jadi bagian dari CRCS UGM? 🧐 Yuk, intip live streaming kita hari Senin, 30 Juni jam 15.00-17.00 WIB yang akan mengupas tuntas seputar pendaftaran, kehidupan kampus CRCS UGM dan banyak lagi!
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY