• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Tesis
  • Pluralitas Kehidupan Umat Beragama di Bali

Pluralitas Kehidupan Umat Beragama di Bali

  • Tesis
  • 15 June 2011, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Judul: Pluralitas Kehidupan Umat Beragama di Bali: Studi Kasus Pola Interaksi Komunitas Islam dan Hindu di Desa Pemogan, Denpasar 

Penulis: I Gede Suwindia (CRCS, 2005)

Kata-kata Kunci: Harmoni; Multikulturalisme; Dialog; Kearifan lokal.

Abstrak:


Harmoni, kata inilah yang menjadi sentral dalam setiap pembahasan tulisan dan hasil penelitian ini. Spirit harmoni seperti itu sesungguhnya menjadi harapan dan senantiasa dapat dijumpai dalam kitab-kitab suci masing-masing agama. Dalam hal ini tanggung jawab umatlah untuk mengkaji, mendalami dan merepresentasikan pola pikir dan perbuatannya dalam menguatkan suasana keharmonisan tersebut. Berbagai slogan dan istilah yang berbau ajakan, dorongan dan spirit demi terbangunnya kerukunan antarumat beragama menjadi salah satu tiang penyangga karena Indonesia adalah negara yang heterogen yang sangat kaya akan etnisitas dan budaya. Kekayaan tersebut dalam penelitian ini dipandang sebagai salah satu faktor penguat, kekayaan khasanah dan nilai, bukan justru sebagai faktor penghambat dalam proses interaksi antaragama dan budaya. Di sinilah kemudian peran penghargaan setiap warga negara atas warga yang lainnya sebagai satu penghargaan demi terciptanya kehidupan yang harmonis menjadi sangat signifikan.

 

Penelitian ini mengangkat salah satu kearifan lokal masyarakat Indonesia, khususnya dalam menyikapi adanya perbedaan. Perbedaan dalam menjalankan kehidupan beragama, serta memahami karakter budaya dan etnis masing- masing yang jelas berbeda. Dengan dialog, dan juga komunikasi yang baik, ternyata semua keragaman tersebut bukan sebagai penghalang adanya interaksi, namun justru menjadi karakter yang khas dari komunitas itu sendiri. Keunikan inilah yang menjadi salah satu nilai yang sangat berharga, sebagai salah satu kearifan lokal masyarakat di mana penelitian ini dilakukan.

 

Kampung Islam Kepaon adalah sebagai sub dari Desa Pemogan atau disebut dengan Banjar, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Daerah inilah yang menjadi fokus penelitian penulis. Bayak faktor yang melatarbelakangi kenapa daerah ini menjadi lapangan penelitian penulis. Salah satunya karena Komuitas Islam di daerah ini memiliki serangkaian perjalanan sejarah dengan raja-raja Hindu di Bali. Hingga adanya pola interaksi yang khas dan unik di antara keduanya. Pola interaksi yang sangat cair inilah yang terbangun antara dua komunitas yang memiliki kekerabatan sangat kuat selama ini.

 

Dengan tidak bermaksud menutup-nutupi berbagai kasus yang tidak mengenakkan, sebagai konsekuensi adanya pembauran multi agama dan etnis. Namun, semua dapat dijembatani didialogkan, sebagaimana kahasanah budaya lokal mengilhami berbagai upaya yang dilakukan. Karena itu akan penulis ungkapkan dalam tulisan ini bagaimana sesungguhnya relasi dan interaksi antar Islam dan Hindu di Bali sesungguhnya telah terbangun secara baik atas kesadaran dari bawah, bukan semata-mata karena dirukunkan.

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

When faith meets extraction, what or whose priorit When faith meets extraction, what or whose priority comes first: local communities, organizations, or the environment?

Both Nahdlatul Ulama and Muhammadiyah have voiced their acceptance of mining concessions, each with their own set of carefully considered perspectives. But what lies beneath their words?  In this upcoming #wednesdayforum, @chitchatsalad will dive deep using critical discourse analysis to unravel the layers of these powerful statements. We'll explore how these two of the world’s largest Islamic mass organizations justify their positions and what it reveals about their goals, values, and the bigger narratives in play.

This is more than just a conversation about mining. Come and join #wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
J O G E D Kapan terakhir kali kamu menyapa teman d J O G E D
Kapan terakhir kali kamu menyapa teman dengan sebuah gestur tubuh, alih-alih meminjam seperangkat huruf dan emoji  dari balik layar? Tubuh kita menyimpan potensi ruang untuk berbicara satu sama lain, menggunakan perangkat bahasa yang sama-sama kita punya, saling menyelaraskan frekuensi melalui gerak. 

Simak artikel dari alexander GB pada seri amerta di web crcs ugm.
L I B A T Berbicara tentang kebebasan beragama ata L I B A T
Berbicara tentang kebebasan beragama atau berkeyakinan itu tidak cukup hanya di kelas; ataupun sebaliknya, bertungkus lumus penuh di lapangan. Keduanya saling melengkapi. Mengalami sendiri membuat pengetahuan kita lebih masuk dan berkembang. Menarik diri dan berefleksi membuat pengetahuan itu mengendap dan matang. Melibatkan diri adalah kunci.

Simak laporan lengkap Fellowship KBB 2025 hanya di situs web crcs ugm.
The Ecumenical Patriarchate has quietly built a mi The Ecumenical Patriarchate has quietly built a mission in Indonesia, nurturing faith while navigating a tough reality. Inside, the community faces its own struggles. Outside, it confronts Indonesia’s rigid rules on “legal religions,” leaving them without full recognition. This research uncovers their journey. This is a story of resilience, challenge, and the ongoing question of what religious freedom really means in Indonesia.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY