Setelah Reformasi 1998, dalam situasi transisi menuju demokrasi, Indonesia dikejutkan dengan makin maraknya konflik-konflik bernuansa agama dan etnis, dan beberapa di antaranya hingga memakan korban jiwa dalam hitungan ribuan. Demokrasi membuka saluran yang tersumbat selama beberapa dasawarsa sebelumnya, dan ternyata tidak otomatis membawa pada kedamaian dan kesejahteraan. Identitas agama dan etnis, khususnya, menjadi bahasa utama untuk membolisiasi massa. Apa yang pada periode Orde Baru diasumsikan sebagai “kerukunan”, sebagai ciri yang dibanggakan Indonesia sebagai masyarakat majemuk, ternyata tampak hanya seperti bangunan yang rapuh. Dan yang lebih penting, ternyata kita tampaknya belum sepenuhnya memahami kemajemukan Indonesia dan bagaimana mengelolanya.
Dalam situasi seperti itulah, pada tahun 2000 Program Studi Agama dan Lintas Budaya didirikan di Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada. Secara akademik, program ini ingin mengembangkan disiplin ilmu yang diperlukan untuk memahami kebhinnekaan Indonesia, kompleksitas yang muncul dari kemajemukan itu, dan bagaimana mengelolanya. Selain itu, melampaui tujuan akademik, Prodi ini juga berupaya menyediakan ruang yang nyaman untuk timbulnya interaksi antar-agama.
Lima belas tahun setelah upaya awal itu, Prodi ALB (CRCS) telah melahirkan sekitar 250 alumni program S-2 yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dan beberapa juga di luar negeri. Dari program-program yang lain, seperti Sekolah Pengelolaan Keragaman, telah ada sekitar 150 orang alumni. Mereka aktif di lembaga-lembaga pendidikan umum dan agama, lembaga masyarakat sipil, maupun beberapa sektor lain. Selain itu, telah banyak penelitian yang dihasilkan yang mencoba mengembangkan kajian agama dalam konteks yang khas Indonesia. Dengan itu, ada harapan pula bahwa Prodi ini telah menyumbangkan pemahaman yang lebih baik mengenai agama dan segala kompleksitasnya di Indonesia.
Untuk itulah, pada 8-9 Oktober Prodi ALB menyelenggarakan serangkaian acara untuk menandai usianya yang belum terlalu tua, namun sudah cukup mapan. Beberapa acara yang diselenggarakan adalah:
- Kuliah Umum dalam rangka Nurcholish Madjid Memorial Lecture (bekerjasama dengan Pusat Studi Agama dan Demokrasi – Paramadina) yang akan disampaikan oleh Chaiwat Satha Anand, seorang ahli resolusi konflik, khususnya mengenai studi perdamaian dan agama-agama, dari Thailand.
- Seminar Great Thinker (bekerjasama dengan Sekolah Pascasarjana UGM) yang akan membicarakan warisan Prof. Mukti Ali, tokoh Indonesia, mantan Menteri Agama pada tahun 1970-an, dan pendiri disiplin “Perbandingan Agama”, sebagai awal dari perkembangan studi agama di Indonesia.
- Konferensi “masa Depan Studi Agama” yang akan membincangkan tema tersebut, dan akan dihadiri oleh beberapa tokoh penting, di antaranya Indonesianis terkemuka Robert Hefner, yang dikenal di Indonesia dengan bukunya Civil Islam (2000).
Beberapa pertanyaan penting diharapkan akan terjawab dari rangkaian acara ini:
- Bagaimanakah kemajemukan agama di Indonesia seharusnya dipahami dan dikelola agar menjadi sumber maslahat, bukan konflik?
- Adakah cara terbaik untuk mengajarkan agama?
- Bagaimana prospek penelitian mengenai agama di Indonesia, dan apa kontribusinya untuk menjadikan Indonesia negara demokratis yang sepenuhnya mengakui keragaman identitas agama dan etnis?
Informasi lebih lanjut terkait acara ini dan pendaftaran silakan klik Konferensi 15 Tahun CRCS: Masa Depan Studi Agama di Indonesia.