Judul: Ritual, Identitas dan Modernitas: Redefinisi Kepercayaan Aluk Todolo di Tana Toraja, Sulawesi Selatan
Penulis: Idaman (CRCS, 2004)
Kata-kata Kunci: redefinisi, kontekstualisasi, aluk todolo, survival of the fittest
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengidentifikasi proses redefinisi, sekaligus pergulatan komunitas Aluk Todolo di Tana Toraja dalam mempertahankan keyakinan leluhur atau nenek moyang. Hipotesis yang diajukan adalah: a) Proses redefinisi yang dilakukan oleh sistem keyakinan lain, agama resmi pemerintah, melalui penciptaan istilah kontekstualisasi agama. Pembakuan ritual-ritual keagamaan Aluk Todolo, dengan demikian, dilakukan demi ‘penundukkan’ agama atas agama lain. b) Dampak dari proses ini adalah mengaburnya nilai-nilai sakral dari setiap ritual keagamaan dan pemahaman atas keyakinan Aluk Todolo.
Subjek penelitian ini adalah komunitas Aluk Todolo (AT) di Tana Toraja Sulawesi Selatan. Penelitian terhadap komunitas Aluk Todolo terkait dengan bagaimana kemampuan komunitas ini mempertahankan prosesi-prosesi ritual keyakinan leluhur. Cara-cara mempertahankan originalitas dan eksistensi ritual keyakinan leluhur ini bisa berupa akomodasi atau resistensi. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi partisipatif di lapangan, baik dalam pengambilan informasi melalui teks atau dokumen dari berbagai sumber, melakukan wawancara mendalam kepada tokoh kunci AT, ilmuwan, dan beberapa responden yang terkait dengan topik penelitian ini. Data penelitian yang dikumpulkan di lapangan (field research) dan di perpustakaan (library research) kemudian dianalisis secara deskriptif, interpretatif, dan kritis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunitas Aluk Todolo menghadapi dan mengalami proses redefinsi atas prinsip-prinsip ritual dan ajaran AT. Proses redefinitif ini dilakukan oleh pemerintah melalui agen pariwisata, agama-agama resmi melalui corong-corong yang disebut kontekstualisasi, dan paling ironis mengaburnya nilai-nilai sakral yang dianut dan dipahami oleh komunitas ini. Upaya mempertahankan ajaran leluhur AT dari beragam proses perubahan sosial yang terjadi secara meluas dilakukan dengan cara-cara resistensif dan akomodatif. Kedua bentuk cara bertahan ini mengandaikan kemampuan komunitas ini mengembangkan sikap the survival of the fittest. Hanya dengan sikap resistensif atau akomodatif, hingga saat ini, diyakini akan mampu mempertahankan eksistensi keyakinan leluhur AT.