Oleh: Gde Dwitya Arief (Mahasiswa CRCS Angakatan 2009)
Artikel ini menganalisis reaksi Menteri Komunikasi Indonesia,Tifatul Sembiring, ketika bertemu dengan Michelle Obama di Jakarta beberapa waktu yang lalu. Sebagai seorang Muslim konservatif, Tifatul berkeyakinan bahwa menyentuh anggota tubuh lawan jenis yang bukan istri atau bagian dari keluarganya (bukan muhrim) merupakan perkara haram. Namun, ketika Ibu Negara AS, Michelle Obama, mengulurkan tangan, Tifatul bersemangat menjangkau dan menjabat tangannya. Kejadian itu kemudian mengundang reaksi di Facebook dan Twitter, mengkritik kemunafikan Tifatul.
Artikel ini memaparkan “dilematis salam” dalam sebuah pertemuan global. Tifatul, sebagai pejabat negara yang muslim, tidak bisa tidak bertindak dengan cara modern untuk menanggapi Michelle Obama.
Clifford Geertz, seorang antropolog terkemuka tentang Islam Jawa, pernah mengatakan bahwa agama mempengaruhi suasana hati dan motivasi untuk disposisi manusia. Namun, agama tampaknya tidak menjadi satu-satunya kekuatan yang mengarahkan tindakan, misalnya, bagaimana orang berjabat tangan. Talal Asad, antropolog kenamaan lainnya, menindaklanjuti penalaran Geertz dengan menunjukkan berbagai kekuatan yang membentuk disposisi individu. Pertemuan Tifatul, sebagai seorang muslim, dengan Michelle Obama tentu saja tidak dalam situasi keagamaan.
Baca selengkapnya: