
oleh Riwanto Tirtosudarmo
Suprapto Suryodarmo (1945-2019) adalah guru Jawa saya. Beliau menjadi guru meditasi Gerak, dan tempat saya mendikusikan bebagai hal yang berkaitan dengan budaya Jawa. Saya telah menulis beberapa esai entang beliau. Beberapa di antaranya ialah “Suprapto Suryodarmo” in Mencari Indonesia 4: Dari Raden Saleh sampai Ayu Utami (2022: 295-299). Malang MNC Publishing; “Suprapto Suryodarmo, 1000 Hari dan Selamanya” in Kronik Budaya dan Sejarah by Borobudur Writers & Cultural Festival BWCF ; “Suprapto Suryodarmo and my quest of Javaneseness” (unpublished article, 2025).Dalam tulisan ini saya menyajikan lima buah puisi sebagai ungkapan rasa hormat terhadap beliau. Kelima puisi ini saya tulis dalam waktu dan tempat yang berbeda ketika saya sedang mengingat atau memikirkan tentang beliau.
Sajak 1
Di Goa Gajah
Di Goa Gajah sebelum mengajar engkau mengajak kami tepekur sejenak
Pohon beringin tua itu seperti menjadi saksi masa lalu yang bergerak perlahan
Engkau mengajari kami merasakan gerak perlahan yang tak terlihat itu
Di bawah pohon beringin tua yang akar-akarnya menjalar ke semua arah itu
Engkau membiarkan kami bergerak perlahan mengikuti apa yang dirasakan di hati
Suaramu yang bergumam seperti mengantar kami memasuki lorong-lorong waktu
Masa lalu seolah perlahan bergerak kembali merasuki masa kini
Dalam gerak kami berpilin dengan desir suara angin dan hangatnya sinar matahari
Berkelindan menelusup mengikuti alur dan sulur akar-akar pohon beringin tua itu
Kami bergerak menghirup hawa segar kesunyian dan alun perlahan kehidupan
Di Goa Gajah engkau menyadarkan kami hidup adalah gerak perlahan mencapai keheningan
Sorong-Papua, 23 Mei 2023
Sajak 2
Di Las Sengok
Aku seperti melihatmu bergerak perlahan di Las Sengok. Di panas terik matahari yang membakar ilalang. Di antara batu-batu besar yang apik tertata. Benarkah itu engkau yang pernah mengajari kami meraba pucuk-pucuk hijau daun? Merasakan getar kelopak bunga yang sedang mekar?
Di Las Sengok batu-batu itu bercahaya karena sinar matahari yang terik itu seperti sedang menunggumu menyapa. Mereka seperti sedang membayangkan dirimu menggerakkan tubuh sambil menyenandungkan gumam seperti dulu.
Memang ada yang terasa hilang di Las Sengok. Mungkin hanya bayanganmu yang bergerak perlahan melintas di anganku. Senyum-mu yang selalu mengembang sebelum engkau mengajari kami menyelam di kedalaman alam semesta. Membuka pori-pori menghembuskan nafas dan menyerap panasnya sinar matahari.
Di Las Sengok yang dulu konon hutan larangan itu. Di antara batu-batu besar yang tertata apik dan bercahaya itu. Di keluasan semesta alam yang hampir tak bertepi itu. Aku melihatmu bergerak perlahan namun seperti ada yang tak terucapkan.
Engkau bergerak melintas tapi seperti ada yang tak terungkapkan. Di Las Sengok memang ada yang terasa hilang. Engkau-kah itu yang mengajari kami menunduk sebelum menggeliat bergerak perlahan meyetubuhi sang waktu?
Tubaba-Lampung, 29 Oktober 2023.
Sajak 3
Perjalanan
Perjalanan panjang ini tak kunjung usai
Tak mungkin dihentikan meskipun lelah
Seperti ada yang telah lama menunggu
Ada yang seolah ingin dijumpai disana
Perjalanan ini sesungguhnya melelahkan
Perasaan putus asa itu datang berkali-kali
Ingin berhenti sejenak namun tak kuasa
Meski perlahan kaki harus terus diayunkan
Dalam kelelahan antara sadar tak sadar
Siapakah yang mengayunkan langkah ini?
Sukma atau raga yang sedang menghela?
Keduanya bertaut tak hendak berpisah
Tonjong-Bogor 28 September 2024
Sajak 4
Batas
Selalu akan ada batas yang menghentikan langkah kita
Meski ingin meski tak mau dibatasi dan hendak melangkahi
Batas itu sering tak nampak namun bisa dirasakan
Batas itu ada meskipun tak ada orang lain yang tahu
Batas itu seperti pagar yang melindungi namun juga mengurung
Mungkinkah batas menjadi penanda hidup yang tak kekal?
Adakah batas-batas itu menjadi petunjuk dari ketidakabadian?
Di ambang batas itu kita akan dipaksa berhenti dan merenung
Hanya melalui perenungan kita akan menemukan jalan
Jalan yang mampu menembus batas-batas yang kita dirikan
Hanya dalam keheningan yang kosong kita bisa melayang
Mencari di mana sarang angin jejak kuntul terbang dan galih kangkung
Tegal, 10 Oktober 2024
Sajak 5
Mengenang-Mu
Ketika jasadmu luruh mungkin hanya tinggal ingatan yang tersisa
Ingatan tentang sukma dan tubuh yang harus terus digerakkan
Dalam ingatan tentang gerak itu engkau kembali hidup
Menghela sukmaku menarikan raga meniti nyanyian rasa
Engkau mengajariku menari di dekat bunga-bunga dan kupu-kupu
Merasakan getar daun-daun yang bermandikan matahari
Melilit mendengar nafas akar dan sulur-sulur pepohonan
Menyatu dalam gerak alam yang terasa di pori-pori kulitku
Ragamu luruh namun sukmamu menyesap dalam ingatanku
Engkau hidup dalam rasa yang menari-nari dalam sukmaku
Bersama bunga-bunga kupu-kupu akar-akar dan sulur-sulur
Dalam keabadian gerak semesta alam yang berdesir bersama angin
Rabbit Hole-Boston, 29 Desember 2024
Klik tautan ini untuk artikel versi bahasa Inggris
______________________
Riwanto Tirtosudarmo adalah peneliti independen
[wpdm_package id=’20103′]