Tiga dasawarsa terakhir, China bergerak menerobos isolasi, pangasingan dan melibatkan diri dalam persaingan global secara lebih dinamis. Negara berhaluan komunis ini mereformasi berbagai kebijakan terdahulu baik di bidang politik, kebudayaan dan ekonomi yang turut mempengaruhi kehidupan beragama. Ada gelombang baru dirasakan rakyat China selepas masa Revolusi Kebudayaan yang didominasi oleh sikap penolakan segala hal berunsur Barat.
Meskipun tetap memegang teguh ideologi Komunis, persoalan agama di China ternyata memiliki kompleksitas tersendiri. Tema inilah yang diangkat Glenn Shive Ph. D. pada Wednesday Forum CRCS-ICRS tanggal 12 Oktober 2011 lalu. Shive yang juga direktur Hong Kong – America Center (HKAC) di Chinese University of Hong Kong memaparkan buku baru berjudul Chinese Religious Life (2011), yang ia edit bersama David A. Palmer dan Philip L. Wickeri. Buku ini memuat beberapa bab tentang kehidupan beragama di China dengan sudut pandang berbeda dan ditulis oleh para sarjana dari berbagai negara.
Shive menjelaskan, pasca Revolusi Kebudayaan (1966 – 1975) di China terjadi semacam kevakuman spiritual. Masyarakat urban di perkotaan mencoba mengelola lembaga-lembaga agama sementara masyarakat pedesaan lebih memperhatikan aspek-aspek spiritual. Di sisi lain, pemerintah menghadapi masalah terkait isu kelompok suku agama minoritas. Di dalam negeri pemerintah melakukan pengawasan ketat terhadap lembaga-lembaga berbasis agama, namun di luar negeri pemerintah memberikan dukungan bagi pendirian pusat-pusat studi Konfusianisme di berbagai negara.
Seorang peserta diskusi menanyakan keberadaan Islam di China dan apakah benar hipotesis yang menyatakan Islam pertama kali disebarkan di Indonesia oleh pendakwah dari tanah Tiongkok. Shive yang meraih gelar doktoralnya di Temple University Philadelphia menjawab bahwa pendapat itu bisa dirujuk pada keberadaan salah satu etnis muslim di China yakni bangsa Hui. Mereka dikenal sebagai pedagang yang berniaga ke berbagai negara. Sampai saat ini muslim etnis Hui masih tetap eksis meskipun berada di bawah tekanan pemerintahan.
Menjawab pertanyaan tentang perkembangan agama Kristen di China, Shive menjelaskan bahwa agama Kristen berhasil menarik perhatian beberapa kalangan masyarakat lewat kiprah lembaga-lembaga kependetaan yang memberikan perhatian besar terhadap masalah-masalah moral dan sosial. Secara umum, masyarakat China kagum dengan konsep dan ajaran kemanusiaan yang dibawa oleh agama Kristen meskipun untuk persoalan teologis ada perbedaan mendasar dengan tradisi Konfusianis mereka. [MoU]