Di sekitar Yogyakarta sebenarnya terdapat banyak situs-situs kuno agama Budha. Namun, keberadaannya terpinggirkan di bawah bayang-bayang Candi Prambanan, candi Hindu terbesar di Asia Tenggara. Inilah tema utama yang dipresentasikan oleh Kris Budiman pada Wednesday Forum CRCS-ICRS 11 Mei 2011 yang lalu. Pengajar pada program Kajian Budaya dan Media Sekolah Pascasarjana UGM ini mencoba merekam kondisi situs-situs Budha terkait dengan perhatian pemerintah, umat Budha dan masyarakat lokal sekitar lokasi situs-situs tersebut.
Kris menayangkan slide foto-foto artefak Budha (candi dan arca) berkategori minor yang terletak di beberapa tempat sekitar Yogyakarta. Artefak-artefak tersebut berasal dari era Kerajaan Mataram kuno yang dikuasai Dinasti Syailendra sekitar abad ke-8 hingga Abad Ke-9 masehi.
Sebagian besar peninggalan itu terletak di sekitar Candi Prambanan yang sesungguhnya telah masuk batas wilayah Jawa Tengah. Ada sekitar 20 situs yang dijelaskan Kris, semisal Candi Sewu, Candi Sari, Candi Banyunibo, Situs Dawangsari dan Situs Grimbyangan. Di antara artefak-artefak tersebut hampir tak dikenal masyarakat dan dalam kondisi tidak terawat. Beberapa yang lain masih terpelihara dengan baik, sepert artefak Cupuwatu yang saat ini berdiri di depan Gedung Agung, Istana Kepresidenan di Yogyakarta.
Dalam sesi diskusi, seorang peserta menanyakan tentang penyebab kondisi memprihatinkan situs-situs purbakala, seperti arca-arca tanpa kepala. Menjawab pertanyaan ini, Kris menyebutkan bahwa situs-situs yang tetap bertahan sampai hari ini melewati proses sejarah panjang. Kerusakan yang terjadi disebabkan oleh banyak factor, antara lain: perubahan alam, pencurian, dan perusakkan bermotif agama. Bahkan beberapa artefak hilang karena bisnis gelap barang antik dan belakangan ditemukan di di luar negeri.
Pemerintah dinilai masih minim memberikan perhatian pada situs-situs purbakala yang ada. Masyarakat di sekitar lokasi dan umat Budha Indonesia-pun juga masih acuh tak acuh dengan keberadaan situs tersebut. Sehingga peluang untuk menjadikannya sebagai objek penelitian arkeologi dan tujuan wisata terbuang begitu saja. Padahal akses transportasi menuju lokasi situs-situs itu tidaklah sulit.
Menurut Kris, situs-situs dalam presentasi kali ini mewakili langgam Jawa Tengah yang berbeda dengan Jawa Timur. Sebagaimana situs Budha lainnya, keberadaan stupa dan arca Budha menjadi ciri dominan pada situs yang ada di Jawa tengah. Namun terdapat ciri-ciri khusus, dimana bentuknya relatif tambun, dihiasi dekorasi bermotif kala, dan konstruksinya mengikuti konsep aturan mandala.
Selain bersifat religius, sebenarnya ada situs-situs peninggalan masa Kerajaan Budha di Indonesia yang non religius. Kris menuturkan bahwa bangunan non religius pada masa itu dibangun dari material seperti batu, bambu dan tanah. Bangunan kerajaan semisal istana pun tak dibangun sepenuhnya dengan batu sebagaimana bangunan religius semisal candi dan biara. Namun yang masih bisa kita jumpai saat ini hanyalah bangunan-bangunan yang didirikan dengan material batu. (MoU)