• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Joget Amerta
  • Joged Amerta: Bergerak Kembali ke Dalam Diri

Joged Amerta: Bergerak Kembali ke Dalam Diri

  • Joget Amerta
  • 10 March 2025, 16.01
  • Oleh: crcs ugm
  • 0

oleh Theresia Alit

Bulan Oktober 2012 pada perhelatan Gelar Budaya Nusantara di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), saya bertemu dengan Mbah Prapto, sapaan akrab suwargi (almarhum) Suprapto Suryodarmo. Di perhelatan tersebut, ia menampilkan Umbul Donga yang diiringi dengan lantunan mantra suci yang diambil dari Kitab Bhagawad Gita sebagai pembuka kegiatan. Saya larut dengan ritme gerakan Umbul Donga yang begitu mengalir disertai sepoi-sepoi angin kering Jakarta. Para penonton terlebur dalam keheningan lantunan mantra suci Bhagawad Gita. Saya begitu terpesona pada umbul donga yang ditampilkan Mbah Prapto saat itu dan mulai penasaran dengan gerak dan keheningannya yang begitu mengalir. Pada saat bertemu di backstage, saya sempat bertanya mengenai gerakan-gerakan tarian khas Mbah Prapto. Dalam percakapan singkat tersebut, ia sempat membicarakan mengenai Joget Amerta, sebuah gerak tubuh yang bertumpu pada kesadaran. 

Suprapto Suryodarmo dan Joget Amerta

Di  kalangan seniman tari dan koreografer, Mbah Prapto menjadi inspirasi bagi banyak seniman. Mbah Prapto merupakan seniman yang lahir dan bertumbuh di Kampung Kemlayan, sebuah kampung di Surakarta yang melahirkan beberapa maestro seni, seperti S. Ngaliman, Mlaya Widada, Guna Pangrawit, Sardono W. Kusuma. Sejak kecil Mbah Prapto telah mengenal berbagai bentuk gerak, seperti tari klasik Jawa, silat, kungfu, pun Mbah Prapto pernah belajar meditasi Vipassana dan Sumarah yang nantinya memberikan pengaruh besar pada karyanya untuk mengeksplorasi alam dan kesadaran. 

Joged Amerta sendiri merupakan gerak penyelarasan tubuh, sebuah meditasi gerak yang bertitik tolak pada kesadaran. Hakikat gerak dalam Joget Amerta bukanlah sebuah ekspresi, melainkan  bentuk transformasi. Disebut sebagai Joget Amerta karena lebih merujuk pada orang yang sedang belajar menari dari dasar. Joget Amerta bukan semata gerak tubuh fisik seseorang yang dilakukan secara asal-asalan, tetapi Mbah Prapto mendefinisikan Joget Amerta sebagai respons manusia terhadap lingkungan sekitarnya. Joged Amerta selalu mengalir mengikuti situasi lingkungan, gerakan-gerakan yang dilakukan tidak kaku seperti tarian pada umumnya. Maka dari itu, gerakan ini menggunakan istilah jogèd, bukan tari atau pun beksan yang cenderung memiliki aturan baku maupun keterikatan. 

Joged Amerta keluar dari dominasi aturan baku dan berupaya mengembalikan tubuh pada kodratnya. Dalam pandangan Mbah Prapto, menari tak harus menuruti klaim mengenai tarian yang baku dengan tata aturan. Bergerak bebas mengalir menurut detak jantung, mengalir mengikuti arah angin serta mendengarkan dan merespons suara sekitar. Penari sering sekali terikat oleh gerak dan aturan baku. Gerakan tubuh dinilai dari indah dan tidaknya sebuah tarian, serta penilaian tersebut dilakukan oleh orang dari luar tanpa mempertimbangkan dan kembali ke dalam batin penari itu sendiri. Joget Amerta berbasis pada kesadaran penuh. Apa pun gerak yang dilakukan, sepenuhnya diketahui serta dihayati dengan kesadaran. Joget Amerta sendiri diambil dari ritual gerak pengalaman keseharian seperti tidur, berjalan, melambaikan tangan. 

Secara filosofis, Joged Amerta berangkat dari konsep tradisi, yaitu hubungan manusia, alam, dan Tuhan. Proses penghayatan dan transformasi penari harus mengacu pada tiga hal tersebut. Joged Amerta menumbuhkan kepekaan tubuh pada segala sesuatu yang terjadi dan ada di sekitar. Joged Amerta bersifat cair dalam merespons lingkungan sekitar, misalnya saat kegiatan Kumandhang Pasar, Srawung Seni Candi, Gelar Budaya Nusantara, dan sebagainya.

“Inner Movement” Joged Amerta: antara Praktik Meditasi, Ritual, dan Pertunjukan

Gerakan yang dilakukan penari dalam Joged Amerta muncul dari living experience, sebuah respons atas pengalaman keseharian. Untuk merespons pengalaman keseharian, seorang penari tentu mengandalkan rasa. Dalam praktik olah gerak yang tumbuh dari tradisi, terutama Jawa, kita sering sekali mengenal istilah wiraga, wirama, wirasa. Wiraga merupakan terminologi di mana seorang penari menghayati dan merasakan raga, wirama  di mana seorang penari menghayati dan merasakan irama, serta wirasa di mana penari menggunakan dan menghayati rasa. Sensing (penginderaan) dan sensory berperan penting dalam laku gerak, pun ini berlaku pula dalam Joged Amerta. Mengutip pandangan Merleau-Ponty mengenai penginderaan: Sensing is this living communication with the world that makes it present to us the familiar place of our life. The perceived object and the perceiving subject owe their thickness to sensing (Merleu-Ponty, 2012:53).

Penginderaan merupakan komunikasi hidup dengan dunia yang menghadirkan tempat yang akrab dalam kehidupan kita. Objek yang dipersepsi dan subjek yang mempersepsi memberikan keluasan pada penginderaan. Gerak Joged Amerta melaraskan tubuh, bergerak, bermeditasi, menghidupkan tradisi menyeimbangkan hubungan antara manusia, alam dan Tuhan. Penginderaan dan indrawi adalah kesatuan yang menjadi bagian dari kesadaran pada gerak Joget Amerta yang bersifat meditatif.  Mengutip pendapat Yongey Mingyur Rinpoche dalam salah satu videonya mengenai meditasi bahwa sering kali banyak orang telah salah mempersepsikan pandangan mengenai meditasi di mana kita perlu mengosongkan pikiran, harus hening, dan sebagainya. Esensi sesungguhnya dari meditasi sebetulnya adalah mengenai kesadaran, sadar, mengamati, dan merasakan bagaimana keluar-masuk tarikan nafas, sadar dengan perasaan dan pikiran kita.

Hal ini selaras dengan penghayatan mengenai Joget Amerta yang bertumpu pada kesadaran. Seorang penari secara sadar mengelola nafas, mengenal tubuh yang digerakkan dan menerimanya sebagaimana adanya, tidak perlu dibuat-buat serta dinilai dari indah dan tidaknya. Dalam praktik meditasi kita mengenal mengenai monkey mind, yaitu bisikan-bisikan pikiran yang hilir mudik. Pun begitu dengan  tari yang seringkali berisik dengan standar serta keterikatan pakem. Joget Amerta menawarkan pembebasan untuk keluar dari ikatan-ikatan standar keluwesan, namun mengajak penari untuk memasuki ruang-ruang hening dalam diri dan terbebas dari vokabulari gerak. Layaknya meditasi, dalam gerak Joged Amerta, seorang penari mengatur nafas, melakukan body scan atau mengenali tubuh dengan cara masing-masing menggunakan penginderaan dan rasa, bergerak, mengatur fokus baik pada nafas, suara, aliran angin, merespon pijakan, mengenali pikiran. Dalam Joged Amerta, tidak ada patokan baku, seorang penari didorong oleh “getaran dari dalam,” atau sebagai respons atas lingkungan, alam maupun orang lain yang kita jumpa. Joged Amerta merupakan ajakan serta penerimaan untuk diri juga untuk berdialog dengan apa saja yang ditemui. Maka, tidak menutup kemungkinan pula bahwa Joged Amerta ini disebut sebagai healing, ritual, upacara, mungkin juga bisa disebut sebagai dialog alam, karena sifatnya yang cair dan dapat hadir dimana saja layaknya kesadaran dalam meditasi.

Selain memberikan respons pada ruang dan lingkungan, seorang penari yang bergerak melakukan Joged Amerta juga perlu menyadari dan membebaskan tubuhnya dari segala bentuk keterikatan. Ini menjadi sebuah ritual estetik yang lahir dari pengalaman keseharian. Ritual tidak melulu sebagai suatu pengalaman yang terkait dengan hal suci. Ritual merupakan memori kolektif yang dikodekan dalam aksi. Setiap hari manusia melakukan banyak ritual: mulai ritual religius hingga ritual sehari-hari; dari ritual sebagai peran kehidupan hingga ritual sebagai profesi. Ritual sering kali terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu sacred ritual dan secular ritual. Sacred ritual diasosiasikan dengan kepercayaan religius yang di dalamnya terdapat hubungan komunikasi, mantra, doa, kekuatan supranatural. Sedangkan secular ritual diasosiasikan dalam kegiatan kehidupan keseharian (Schechner, 2013:52—53).

Joged Amerta merupakan kombinasi dari keduanya, mengaktivasi kesadaran untuk merespons tubuh, alam, lingkungan, dan Tuhan. Pada Joget Amerta pun seorang penari dapat menjelmakan mantra yang menubuh menjadi suatu gerakan yang disadari penuh untuk menaikkan doa kepada Tuhan—misalnya dalam umbul donga yang ditarikan Mbah Prapto pada Gelar Budaya Nusantara, 27 Oktober 2012, atau pada perhelatan Srawung Seni Candi pada setiap 1 Januari di Candi Sukuh. Selain bersifat cair, Joged Amerta lebih menekankan proses dalam diri seseorang daripada hasil akhir atau pun jumlah penonton sebagai patokan. Pada akhirnya kehidupan yang mewujud dalam keheningan gerak itu bernama Joged Amerta yang mengajak kita mengenali diri untuk menumbuhkan kepekaan.

Referensi

Lavalle, Lise. (2006). The Roots of Amerta Movement: an Introduction to the Movement Improvisation of Suprapto Suryodarmo. Centre for Languages and LiteratureLund University: Lund.

Merleau-Ponty, M. (2012). Phenomenology of Perception. Diterjemahkan oleh Donald A. Landers. London: Routledge.

Reeve, Sandra, dkk (ed.) (2014). Embodied Lives: Reflections on the Influence of Suprapto Suryodarmo and Amerta Movement. Devon: Triarchy Press.

Schechner, Richard. (2013). Performance Studies: an Introduction. London & New York: Routledge.

Video:

Yongey Mingyur Rinpoche : The Essence of Meditation, https://youtu.be/une3UM9k21s?si=XoVH0vfay9kfGyMY diakses 20 Februari 2025, pukul 15.35 WIB

Klik tautan ini untuk artikel versi bahasa Inggris

______________________

Theresia Alit pernah belajar sastra Jawa dan filologi tradisional di Solo, kemudian melanjutkan belajar di Yogyakarta. Pernah bertemu suwargi Mbah Prapto di perhelatan gelar budaya Nusantara pada bulan Oktober 2012 di TMII. Beberapa kali ikut menyaksikan pentas pada kegiatan budaya di Lemah Putih seperti kegiatan undisclosed territory. Sering menyaksikan umbul donga yang dibawakan oleh suwargi pada perhelatan srawung seni candi, serta beberapa event budaya di Solo.

[wpdm_package id=’20105′]

Tags: joget amerta Theresia Alit

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

A M P A T Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan A M P A T
Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan aksi simsalabim dengan mencabut empat konsesi tambang di salah satu gugusan Red Line. Aksi "heroik" itu terlihat janggal ketika perusahaan yang paling bermasalah dalam perusakan lingkungan, bahkan yang menjadi pusat viral, justru dilindungi. Tentu bukan karena cocokologi dengan nama Raja Ampat sehingga hanya empat perusahaan yang dicabut konsesinya. Bukan cocokologi juga ketika Raja Ampat akan menjadi lokus tesis yang akan diuji esok di CRCS UGM. Berkebalikan dengan aksi badut jahat di Raja Ampat, @patricia_kabes akan bercerita bagaimana komunitas masyarakat di Aduwei mengelola laut dengan lestari melalui sasi. Berangkat dari negeri timur, peraih beasiswa LPDP ini justru menjadi yang pertama di angkatannya untuk menambahkan dua huruf pada akhir namanya.
For people who learn religious studies, it is comm For people who learn religious studies, it is common to say that "religion", as a concept and category, is Western modern invention. It is European origin, exported globally through colonialism and Christian mission. Despite its noble intention to decolonize modern social categories, it suffers from historical inaccuracy. Precolonial Islamic Malay and Javanese texts in the 16th and 17th century reflect a strong sense of reified religion, one whose meaning closely resembles the modern concept.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
I N S P I R A S I Secara satir, penyandang disabil I N S P I R A S I
Secara satir, penyandang disabilitas baru mendapatkan sorotan ketika dia mampu berprestasi, mampu mengatasi segala rintangan dan kekurangan. Singkat kata, penyandang disabilitas kemudian menjadi sumber inspirasi bagi nondisabilitas. Budi Irawanto menyebutnya sebagai "inspirational porn". Simak ulasan lengkapnya di situs web crcs ugm.
Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju