Tentang UGM
Portal Akademik
Pusat TI
Perpustakaan
Penelitian

About Us
Master’s Program
Article
Publication
Research
- CRCS Researchs
- Resource Center
Community Engagement

Sunda Wiwitan, Diskriminasi dan Penguatan Tradisi

Beranda
Headline
Peserta-SPK-VII-mengunjungi-Masyarakat-Sunda-Wiwitan-Cigugur-Kuningan-Jawa-Barat

Peserta-SPK-VII-mengunjungi-Masyarakat-Sunda-Wiwitan-Cigugur-Kuningan-Jawa-Barat

4 December 2015, 06.20
Oleh:
0

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published.

Comment *

Nama *

Email *

Security Image:

Security Text:

Δ

Facebook

Facebook Pagelike Widget

Instagram

L E L U H U R Siapa leluhur kita? Apakah orang per

L E L U H U R
Siapa leluhur kita? Apakah orang pertama yang dilahirkan di muka bumi ini? ataukah ia yang mendaraskan namanya pertama kali dalam sejarah? Pertanyaan itu terus bergelayut sepanjang manusia bergulat dengan identitasnya. Persoalan leluhur bukan sekadar soal dari mana kita berasal, melainkan juga tentang akar yang membentuk diri dan laku kita. Kita tidak bisa memilih leluhur kita, tetapi kita bisa memilih apakah akan melanjutkan laku leluhur atau tidak. @seratrefan yang mengikuti shi shu study bersama PAKIN Solo melaporkan upaya anak-anak muda Khonghucu dalam menapaktilasi jejak keagamaan dan spiritualitas leluhurnya.

U L A R K A Y U Dalam banyak tradisi Barat, ular

U L A R K A Y U
Dalam banyak tradisi Barat, ular kerap diasosiasikan dengan kejahatan atau godaan. Namun, bagi masyarakat Tionghoa, ular tidak sesederhana itu. Ular tidak hanya berelasi dengan kelicikan dan teror, tetapi juga lambang kesuburan dan keberuntungan. Tidak ada ular yang berjalan lurus, ia harus meliak-liuk untuk sampai ke tujuan. Begitu pula hidup, lika-liku adalah sebuah keniscayaan. Karenanya, semoga di tahun ular kayu ini, semoga berkah terus mengalir di setiap liukan yang kita buat.

xin nian kuaile, gongxi facai

W A R I S Sejak kapan norma gender yang penuh ket

W A R I S
Sejak kapan norma gender yang penuh ketimpangan dianggap sebagai normal? Orang dengan mudah menunjuk kolonialisme (biasanya Barat) sebagai biang kerok, tetapi jarang yang menyenggol institusi agama sebagai salah satu patron pelanggeng ketimpangan gender. Ada suatu masa ketika institusi agama bisa begitu toleran terhadap keragaman gender dan bahkan menjadi pemantik perjuangan gender yang lebih inklusif. Namun, hari ini kita menyaksikan dominasi dari hegemoni paradigma agama yang patriarkis. Simak lanjutan tilikan panjang @tropicalboi terkait jejak marginalisasi gender di Indonesia hanya di situs web crcs.

G U N A Form follow function. Diktum desain yang

G U N A
Form follow function. Diktum desain yang mencuat di akhir abad ke-19 dan awal ke-20 ini seolah mengamini bahwa fitur biologis manusia menentukan fungsi dirinya dalam kehidupan sosial masyarakat. Dengan kata lain, gendermu akan menentukan ruang gerakmu di masyarakat. Namun, menurut jejaka satu ini @tropicalboi guna dari sebuah rupa merupakan hasil konstruksi dan tidak terjadi secara alamiah. Sialnya, konstruksi yang kadung memarginalkan perempuan dan ragam gender lain ini seolah menjadi norma alamiah. Simak lanjutan tilikan panjangnya terkait jejak marginalisasi gender di Indonesia hanya di situs web crcs.

Load More Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju