• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Pos oleh
  • page. 116
Pos oleh :

Salam Spesial untuk Tifatul

Artikel Thursday, 7 April 2011

Oleh: Gde Dwitya Arief (Mahasiswa CRCS Angakatan 2009)


Artikel ini menganalisis reaksi Menteri Komunikasi Indonesia,Tifatul Sembiring, ketika bertemu dengan Michelle Obama di Jakarta beberapa waktu yang lalu. Sebagai seorang Muslim konservatif, Tifatul berkeyakinan bahwa menyentuh anggota tubuh lawan jenis yang bukan istri atau bagian dari keluarganya (bukan muhrim) merupakan perkara haram. Namun, ketika Ibu Negara AS, Michelle Obama, mengulurkan tangan, Tifatul bersemangat menjangkau dan menjabat tangannya. Kejadian itu kemudian mengundang reaksi di Facebook dan Twitter, mengkritik kemunafikan Tifatul.

Telaah Kasus Ahmadiyah di Indonesia

Artikel Thursday, 7 April 2011

Versi PDF  

Prolog

 

Permasalahan terkait Ahmadiyah kembali mengemuka setelah aksi kekerasan terhadap komunitas Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, pada awal Februari 2011 lalu. Merespon persoalan ini, beberapa lembaga pemerintah (Departemen Agama, Departemen Dalam Negeri, dan Mahkamah Agung) menggelar serangkaian diskusi pada akhir Maret 2011, untuk merancang sebuah “keputusan permanen” bagi keberadaan Jemaah Ahmadiyah Indonesia. CRCS turut diundang untuk memberikan pertimbangan terhadap masalah ini. Berdasarkan penelitian yang telah dipublikasi CRCS berupa Laporan Kehidupan Beragama di Indonesia (2008, 2009,dan 2010), Dr. Zainal Abidin Bagir (Ketua Program Studi CRCS UGM) mengutarakan beberapa analisis masalah dan menyarankan beberapa rekomendasi. Meskipun pemerintah diharapkan mengumumkan keputusan terkait jemaat Ahmadiyah pada awal April lalu, nyatanya hingga saat ini belum juga dilakukan. Artikel ini adalah revisi dari presentasi yang disampaikan oleh Dr. Zainal Abidin Bagir dalam “Diskusi dan Konsultasi” mengenai masalah Ahmadiyah yang diselenggarakan di Departemen Agama, Jakarta pada 22 Maret 2011 yang lalu.

Perbedaan dan Kekerasan

Artikel Wednesday, 6 April 2011

Oleh:Ahmad Syarif H (Mahasiswa CRCS Angkatan 2010)

 

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah salah satu daerah di Indonesia yang sangat plural dengan kondisi masyarakat yang berasal dari berbagai macam latar belakang baik itu suku, etnis, serta agama. Kondisi masyarakat seperti ini di satu sisi merupakan sebuah keuntungan jika dikelola dan diberdayakan dengan baik. Namun di sisi lain jika perbedaan ini tidak dikelola dan diberdayakan dengan baik melalui penanaman nilai-nilai kekeluargaan, toleransi dan kesadaran akan perbedaan, maka kekerasan atau konflik horizontal seperti yang terjadi di daerah-daerah lain di Indonesia tidak mustahil akan terjadi di negeri serumpun sebalai ini. Untuk menjaga keharmonisan masyarakat plural tersebut, tulisan ini menawarkan dua cara preventif, yakni membina masyarakat melalui pendidikan multicultural dan cara keberagamaan inklusif-pluralis.

Women's Same-sex Relations in Indonesian Pesantren

Articles Wednesday, 6 April 2011

Amanah Nurish | CRCS | Article

This article describes women’s lives in Indonesian pesantren (boarding schools), particularly in relation to issues of gender and sexuality. The curriculum and teaching methods adopted from Arabic culture are very traditional and deeply impact the ways of thinking of all santri (pesantren students) and kyai (pesantren leaders). Pesantren culture is still very patriarchal, for example, female students are subject to strict rules and women are regarded as sinful beings. Most pesantren regulate not only women’s bodies but also their sexual desires. In addition, female students are prepared to become pious wives for men, not leaders. However, despite these strict regulations in the pesantren, same-sex erotic relations have been noted in the pesantren. Given Islamic views on women’s sexuality and patriarchal power as propagated in the pesantren, same-sex relations among pesantren for women in East Java may be interpreted as acts of resistance.

Agama dan Pemuliaan Bumi

Artikel Wednesday, 6 April 2011

Oleh: Dian Maya Safitri (Mahasiswa CRCS Angkatan 2009)

Apa yang diramalkan oleh Al-Gore tentang dampak pemanasan global dalam filmnya yang tersohor, Inconvenient Truth, kini benar-benar terjadi. Kebengalan manusia yang selalu ingin menggerus kekayaan bumi telah dijawab oleh alam, salah satunya melalui cuaca ekstrem musim dingin yang melanda Eropa tahun ini. Toh, akhirnya manusia itu sendiri yang rugi.

Menurut Syekh Hussein Nasr (The Problem, 2003), sikap manusia yang ingin mendominasi alam (man’s dominion over nature), ditambah sekularisasi sains dan teknologi modern, telah menghancurkan keteraturan alam. Industrialiasi dan kapitalisasi memperburuk pemanasan global karena menambah polusi udara dan air serta mengganggu keharmonisan ekosistem sekitar. Berawal dari keprihatinan akan krisis lingkungan hidup itulah, para ahli di dunia mulai beramai-ramai berkumpul dan berdiskusi untuk mencari pemecahan masalah atas pemanasan global dan perubahan iklim. Ternyata tak hanya para ilmuwan dan pemerintah dunia yang peduli dengan isu tersebut. Para pemuka agama juga turut memberikan respons dan mengajak umatnya untuk bersama-sama melakukan aksi nyata demi mengurangi dampak pemanasan global.

Diversity and Violence

Articles Wednesday, 6 April 2011

Written by Ahmad Syarif H (Student of CRCS Batch 2010)

Province of Bangka Belitung Islands is one of Indonesia’s highly pluralistic with society condition that comes from various backgrounds (tribal, ethnic, and religious). The condition of this society on one side is an advantage if properly managed and empowered. But on the other hand, if differences are not well-managed and empowered through the planting of family values, tolerance and awareness of the difference, then the horizontal violence or conflict as happened in other areas in Indonesia are not impossible will happen in Bangka which is famous with predicate “Negeri Serumpun Sebalai. To maintain harmonious plural society, this paper offers two preventive: fostering community through multicultural education and inclusive-pluralist religious.

1…114115116117118…190

Instagram

Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
R A G A Ada beberapa definisi menarik tentang raga R A G A
Ada beberapa definisi menarik tentang raga di KBBI. Raga tidak hanya berarti tubuh seperti yang biasa kita pahami dalam olah raga dan jiwa raga. Raga juga dapat berarti keranjang buah dari rotan, bola sepak takraw, atau dalam bahasa Dayak raga berarti satuan potongan daging yang agak besar. Kesemua  pengertian itu menyiratkan raga sebagai upaya aktif berdaya cipta yang melibatkan alam. Nyatanya memang keberadaan dan keberlangsungan raga itu tak bisa lepas dari alam. Bagi masyarakat Dondong, Gunungkidul, raga mereka mengada dan bergantung pada keberadaan telaga. Sebaliknya, keberlangsungan telaga membutuhkan juga campur tangan raga warga. 

Simak pandangan batin @yohanes_leo27  dalam festival telaga Gunungkidul di web crcs ugm
K O S M O P O L I S Kosmo bermakna semesta, sement K O S M O P O L I S
Kosmo bermakna semesta, sementara polis itu mengacu pada kota yang seupil. Sungguh istilah oksimoron dengan daya khayal maksimal. Namun, nyatanya, yang kosmopolis itu sudah hadir sejak dulu dan Nusantara adalah salah satu persimpangan kosmopolis paling ramai sejagad. Salah satu jejaknya ialah keberadaan Makco di tanah air. Ia bukan sekadar dewa samudra, melainkan kakak perempuan yang mengayomi saudara-saudara jauhnya. Tak heran, ketika sang kakak berpesta, saudara-saudara jauh itu ikut melebur dan berdendang dalam irama kosmopolis. Seperti di Lasem beberapa waktu silam, Yalal Wathon dinyanyikan secara koor oleh masyarakat keturunan tionghoa dan para santri dengan iringan musik barongsai. Klop!

Simak ulasan @seratrefan tentang makco di situs web crcs!
At first glance, religious conversion seems like a At first glance, religious conversion seems like a one-way process: a person converts to a new religion, leaving his old religion. In fact, what changes is not only the person, but also the religion itself. The wider the spread of religion from its place of origin, the more diverse the face of religion becomes. In fact, it often gives birth to variants of local religious expressions or even "new" religions. On the other hand, the Puritan movement emerged that wanted to curb and eradicate this phenomenon. But everywhere there has been a reflux, when people became disaffected with Puritan preachers and tried to return to what they believed their religion was before.

Come and join the #wednesdayforum discussion  at the UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju