Pembukaan Wednesday Forum untuk semester ini ditandai dengan presentasi dari Zainal Abidin Bagir yang juga direktur CRCS. Dalam forum yang dihadiri sekitar 30 peserta ini Zainal mempresentasikan “Evolution and Creation in the Muslim World: Ambiguities in the Moslem World”?. Argumentasi utama yang diajukan oleh Zainal adalah teori evolusi belumlah dianggap penting dalam agenda keagamaan di dunia, dan penentangan teori Darwin lebih ditekankan pada isu kreasionisme yang di dalam kitab suci sendiri masih bersifat ambigu. Zainal juga mengajukan argumentasi lainnya bahwa penafsiran terhadap anti evolusionisme sekarang juga bagian dari politik identitas masyarakat. Gerakan anti evolusionisme ini menyebar di berbagai negara dan di berbagai komunitas keagamaan Hindu, Yahudi dan Kristen di dunia, seperti di Amerika Latin, Eropa Utara, Australia, bahkan di Asia seperti India, Korea, Japan, Taiwan, Sri Lanka, dan Hongkong.
Umat Kristen harus menjalin hubungan dengan umat non-Kristen, dengan cinta dan sikap menghargai, terlibat dalam dialog dengan kerendahan hati, mengakui kebenaran dan kekudusan yang disampaikan oleh Roh Kudus terhadap agama-agama lainnya. Demikian salah satu pandangan Mega Hidayati pada Wednesday Forum, 3 Juni 2009, dengan mengangkat topik diskusi “Sebuah Pandangan Muslim terhadap Dialog Inter-Kristian.”
Berdasarkan pengalaman mengikuti sandwich program di Union Theological Seminary, New York, 2008, Mega melihat bahwa di dalam kekristenan terdapat berbagai pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, dalam perdebatan evangelikal, terdapat dua pandangan yang dianggap dominan dan berbeda satu sama lainnya, yakni ekslusivisme dan inklusivisme. Orang-orang yang dianggap eksklusif lebih menempatkan Yesus di atas kepercayaan lainnya. Sedangkan Inklusif, termasuk di dalamnya pluralis, menyangkal adanya otoritas yang unik dan menguasai segalanya.
Berbicara tentang negara Islam, ada banyak interpretasi terhadap konsep tersebut. Salem Gandhour sebagai pembicara pada Wednesday Forum, 13 April 2009, mengatakan bahwa pemikiran tentang negara Islam dengan merujuk pada Qur’an and Hadis adalah pemikiran yang terbatas. Nabi Muhammad sendiri pada massanya tidak mengklaim mendirikan negara Islam. Pemikiran yang terbatas itu lebih banyak dipengaruhi oleh negeri Arab, khususnya dimotori oleh para Imam dari Al-Azhar, Mesir.
Untuk menunjukkan perbedaan interpretasi yang beragam terhadap negara Islam, di awal diskusi Salem melemparkan pertanyaan kepada dua peserta mengenai apa itu negara Islam. Peserta pertama menjawab bahwa negara Islam adalah negara yang harus memberlakukan hukum Islam dalam sistem kenegaraannya. Indonesia secara substansial adalah negara Islam, tegasnya. Sedangkan peserta kedua, ia lebih menonjolkan sisi pemerintahan yang mendominasi keberagaman yang ada di bawah kekuasaan negara Islam.
Konflik di Poso menyebabkan segregasi didalam masyarakat Poso, hal ini ditandai dengan adanya wilayah teritorial dari masing-masing kelompok umat beragama. Terkait dengan segregasi tersebut, Izak Y. M. Lattu, alumni CRCS yang saat ini menjadi salah satu staf pengajar di UKSW, pada Wednesday Forum (6/5), menjelaskan bahwa kehadiran Youth Centre di Poso sangat efektif dalam membangun keterbukaan dan hubungan damai di antara Pemuda Poso. Dengan demikian tentu akan lahir berbagai dampak positif termasuk diantaranya menjembatani segregasi yang ada.
Topik dikusi pada Wednesday Forum minggu ini adalah “Pandangan Muslim terhadap Dialog Inter-Kristian,” yang akan diartikulasikan oleh Mega Hidayati, M. A., pembicara minggu ini. Kami mengundang Anda untuk bergabung dalam forum ini. Beberapa informasi mengenai forum ini dapat dibaca sebagai berikut ini.
Hari/tanggal: Rabu, 6 Juni 2009
Waktu: 12.30 – 14.30 WIB (makan siang gratis)
Tempat: Ruang 306, UGM Sekolah Pascasarjana Jln. Teknika Utara Pogung
Pembicara: Mega Hidayati, M. A.
Abstrak:
Agus Tridiatno Yoachim, mahasiswa ICRS-Yogyakarta, pada Wednesday Forum 29 April 2009 lalu menerangkan bahwa peziarahan Katolik di biara Hati Kudus Yesus, Ganjuran, Bantul, menganggap air yang berasal dari tempat ziarah itu sebagai berkat dari Tuhan. Air itu dianggap berkaitan dengan iman mereka kepada Yesus Kristus. Melalui air tersebut harapan atau permintaan peziarah sebagian besar dikabulkan, termasuk disembuhkannya berbagai penyakit yang mereka alami.
Keberadaan tempat peziarahan ini secara historis diawali dengan usaha keluarga Schmutzer dalam membangun daerah Ganjuran. Usaha mereka dimulai dari pengembangan industri gula dengan membeli perkebunan tebu dan sebuah pabrik gula bernama Gondang Lipoero. Mereka kemudian mendirikan sebuah gereja Katolik bergaya Hindu pada tahun 1924, dan diteruskan dengan pendirian biara Hati Kudus sebagai sebuah monumen untuk menyembah Yesus pada tahun 1927-1930.