• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Academic Documents
    • Student Satisfaction Survey
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Bedah Buku
  • Bulan Sabit di Pulau Dewata (Crescent in God Island)

Bulan Sabit di Pulau Dewata (Crescent in God Island)

  • Bedah Buku
  • 1 January 2012, 00.00
  • Oleh:
  • 0

DSC_0032The bombing tragedy in Kuta 2002 and Jimbaran 2005 perturbed Muslims living in Bali. Balinese people, then, began to be quite aware of the newcomers. Fears of social and religious tensions always appeared. As a result, there was a sheer gap among the Muslim-Hindu social interaction. It seems that living in a pluralistic religion and culture is re-tested.

The research in this book showed Muslims in Bali could interact and obtained good space. This book not only invited the readers to trace the life of Islam community (village) in Bali, but also probed the extent to which Muslims have a public space: patterns of communication, interaction, and institution, between Muslims and the local people of Bali.

This study concluded that the minority groups in Bali were given a bag of comfort in community autonomy. Amid the toughening local political ethnosizing, the Muslims minority were given space to actualize their political aspirations in the communal pockets in a village in Bali. The village can survive because Bali has long implemented dual governance model at the basic level: the traditional village and official village. A traditional village is a representation of exclusivist Hindu village. The official village is a village that provides administrative services to all citizens regardless of religious background.

This book is part of a series Monographs Pluralism Practice published by the Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS), Gadjah Mada University. This series is the result of research on the practice of pluralism in society by partner of CRCS in several regions in Indonesia. The series having been published include: Politik Ruang Publik Sekolah (Yogyakarta), Kontroversi Gereja di Jakarta (Jakarta), and Badingsanak Banjar-Dayak (Kalimantan).

The publication of this book is part of the Pluralism Knowledge Programme (PKP) since 2008. PKP is a program of international collaboration between academic institutions and civil society organizations in four countries, i.e. CRCS (Yogyakarta, Indonesia), Center for the Study of Culture and Society (Bangalore, India), Cross-Cultural Foundation of Uganda (Kampala, Uganda), organized and supported by Kosmopolis Institute, University of Humanistic and Hivos (Netherlands). The program aims to build and distribute knowledge to strengthen the understanding of pluralism in the four countries. [YWU]

Author : I Gde Paramartha, Ida Bagus Gde Putra, Luh Pt.Kusuma Ririen
Paperback : 146 pages
Language : Indonesia
ISBN : 978-602-96257-9-0
Publisher : CRCS

[wpdm_package id=’4720′]

Marketing Division of CRCS UGM
Gedung Lengkung Third Floor
Graduate School of  Gadjah Mada University
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, Indonesia 55281
Telephone/Fax : + 62-274-544976

 

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

A R S I P Arsip-arsip Tionghoa di Nusantara adala A R S I P 
Arsip-arsip Tionghoa di Nusantara adalah ingatan yang bernafas pelan di antara debu dan waktu. Ia adalah sebuah fragmen tentang perjumpaan budaya, iman, dan keberanian untuk menetap di tanah yang kadang menolak untuk mengingat. Dalam lembar-lembar rapuh itu tersimpan bukan hanya doa dan bahasa, melainkan  juga cara bangsa ini bernegosiasi dengan lupa. 
CRCS UGM meluncurkan sebuah ruang arsip digital terkait agama dan budaya Tionghoa. Mari menyambut bersama ruang jumpa ini agar digitalisasi arsip tidak berhenti di bita-bita dunia maya. Dari kelenteng, rumah ibadah, hingga ruang digital, masa lalu menemukan napas barunya.
Bangsa yang Bergerak Setelah tujuh film panjang d Bangsa yang Bergerak

Setelah tujuh film panjang dan enam film pendek menjelajah layar dan ruang diskusi di berbagai penjuru tanah air dan dunia, kini Indonesian Pluralities hadir dengan kisah di baliknya. Buku ini menyingkap perjalanan riset, proses kreatif, dan refleksi yang tak sempat tertuang dalam medium film, disertai pula wawancara eksklusif, foto-foto, dan dokumentasi pemutaran.
Sebuah persembahan dari CRCS UGM, Pardee School of Global Studies Boston University, dan WatchdoC Documentary, dengan dukungan Henry Luce Foundation. Mari menelusuri bagaimana Indonesian Pluralities bergerak di layar, di lapangan, dan dalam kehidupan kita bersama.
K I S A H Sejarah perjuangan gender di Indonesia a K I S A H
Sejarah perjuangan gender di Indonesia adalah kisah panjang tentang tubuh, ingatan, dan perlawanan.
Kini, perjuangan itu hadir dalam banyak wajah: perempuan adat, gerakan queer, hingga ulama perempuan. Kesemuanya itu menantang warisan kolonialitas, patriarki, dan kapitalisme, sambil merumuskan ulang masa depan yang lebih adil bagi semua. 
Mari bergabung dalam ruang bincang lintas gerakan ini untuk menapaktilasi jejak perjuangan  dan menenun kembali makna kebebasan dan keadilan gender hari ini.

Selasa, 21 Oktober 2025, Pukul 15:15 WIB
di Auditorium Sekolah Pascasarjana UGM
B E R S I H “Bersih” tidak cukup berarti hanya B E R S I H
“Bersih” tidak cukup berarti hanya ramah lingkungan.
Energi yang benar-benar berkelanjutan juga harus adil bagi manusia dan semesta. Upaya penghadiran energi bersih sudah selayaknya menyatu dengan kearifan lokal, relasi sosial, dan spiritualitas yang hidup di dalamnya.
Mari bergabung dalam sesi ini untuk menimbang ulang makna “energi bersih” yang sejati:
energi yang tidak hanya mengalirkan listrik, tetapi juga kehidupan. ⚡️

Selasa, 21 Oktober 2025, Pukul 13:30 WIB
di Auditorium Sekolah Pascasarjana UGM
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY