• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Wawancara
  • Dialog Antarumat Beragama: Gagasan dan Praktik di Indonesia

Dialog Antarumat Beragama: Gagasan dan Praktik di Indonesia

  • Wawancara
  • 27 April 2011, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Situasi keberagamaan antar pemeluk keyakinan yang berbeda di Indonesia masih diwarnai saling kecurigaan, kebencian, bahkan konflik kekerasan. Oleh karena itu, pada segmen Interview kali ini kami akan menyajikan liputan wawancara yang dilakukan oleh Team Website CRCS dengan Dr. Zainal Abidin Bagir (Direktur Program Studi Agama dan Lintas Budaya UGM) yang hadir sebagai pembicara pada Diskusi Buku “Dialog Antarumat Beragama: Gagasan dan Praktik di Indonesia”, diselenggarakan oleh Kementerian Agama, 18 April 2011 di Jakarta beberapa waktu yang lalu. Berikut petikan wawancaranya: 

IMG_6682 Zainal Abidin Bagir, Ph.D. is the Director of the Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS), a Master’s program at the Graduate School of Gadjah Mada University (UGM), in Yogyakarta, Indonesia. He is also a member of the Board of Trustees of the Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS-Yogya), representing UGM. In 2009 he was appointed as the Indonesian Associate for the UNESCO Chair in Inter-religious and Intercultural Relations for the Asia Pacific region (associated with the Chair at Monash University, Australia). Dr. Bagir received his doctorate in the Department of History and Philosophy of Science, Indiana University. His previous education includes an undergraduate degree in mathematics (Bandung Institute of Technology, Indonesia, 1992) and a Master’s program in Islamic philosophy and science at ISTAC (International Institute of Islamic Thought and Civilization, Kuala Lumpur, 1994).

 

Q: Apa yang ingin disampaikan oleh buku “Dialog Antarumat Beragama: Gagasan dan Praktik di Indonesia”?

A: Itu buku mencoba memetakan dialog antar-agama yang sudah pernah dilakukan di Indonesia. Jadi, kenapa buku itu ditulis, pertama kali, kita di Indonesia ini sudah banyak sekali pengalaman dialog antar-umat beragama tapi belum banyak dituliskan atau diteliti. Dan kalau saya ngomong banyak itu, banyak dibanding dengan negara-negara lain, apa mau di Asia, di Eropa di Amerika. Itu bisa dibilang fenomena yang agak baru. Nah, disini itu sebenarnya sudah lama, dialog antar-agama yang institutionalized itu sudah paling nggak seperti yang sudah dibaca dibuku itu paling tidak sudah 40 tahun, bisa jadi lebih. Waktu kita ada acara-acara di luar itu, acara interfaith dialogue misalnya, kita baru lihat ternyata Indonesia punya pengalaman yang banyak. Trus kita mau mencoba memetakan itu, apa yang sudah dilakukan selama ini di Indonesia. Trus, dipetakannya dengan mengikuti dialog dalam tiga wilayah; dialog yang disponsori pemerintah, dialog yang dilakukan oleh masyarakat sipil sama dialog yang terjadi di lingkungan akademik khususnya perguruan tinggi. Melihat itu saja, bahwa sudah ada dialog di beberapa level atau beberapa wilayah, itu sudah sesuatu yang menarik saya kira. Jadi itu tujuan utamanya, mencatat apa yang sudah dilakukan di Indonesia.

Q: Apa ekspektasi Anda terhadap pembaca setelah membaca buku ini?

A: Ya mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai dialog antar-umat beragama dan bahwa dialog itu ada bermacam-macam jenisnya, seperti yang saya bilang, ada yang disponsori pemerintah ada yang masyarakat sipil, dari bawah, lalu pilihan isunya bisa macam-macam, level dialog-nya bisa macam-macam juga, ada level elit, ada level bawah, segala macam. Jadi ada beragam jenis dialog. Menurut saya itu penting karena seringkali orang sekarang kalau ngomong dialog itu yang dibayangkan adalah para pemuka agama ketemu terus buat deklarasi atau apa. Nah yang sudah terjadi selama ini disini jauh lebih kaya dari itu. Itu hanya salah satu bentuk saja. Jadi ya itu, pembaca dapat pemahaman lebih baik mengenai apa yang sudah terjadi dan apa yang mungkin dilakukan.

Q: Siapa sasaran pembaca buku ini?

A: Saya kira agak luas publiknya mungkin, akademisi trus juga pemerintah. Kayak kemarin bahwa Kemenag tertarik untuk mengadakan diskusi buku itu, saya kira itu juga menunjukkan bahwa pemerintah juga tertarik untuk tahu lebih banyak tentang itu meskipun padahal sepertiga dari yang kita tulis itu adalah apa yang telah dilakukan kemenag mungkin. Tapi mereka juga tertarik untuk mendiskusikan itu. Jadi ya masyarakat, akademisi, pemerintah itu luas saya kira.

Q: Menurut Anda seberapa besar persoalan tentang dialog antar-agama disini?

A: Kalau kita lihat dari macam-macam yang ditulis dibuku itu, salah satu motif dialog itu adalah untuk mengatasi konflik atau ketegangan antar-umat beragama. Yang penting juga diingat adalah bahwa dialog itu tidak akan menyelesaikan semua masalah, dia bisa membantu meredakan ketegangan atau mengurangi kemungkinan salah paham, mengurangi prasangka, tapi masalah ketegangan antar-umat beragama atau bahkan konflik itu hanya cukup terjadi bukan karena tidak adanya dialog saja. Tapi karena ada sebab macam-macam, jadi dialog hanya menyelesaikan sebagian dari masalah. Saya kira harus jelas juga bahwa dialog itu bukan obat yang akan menyelesaikan semua penyakit. Itu hanya sebagian saja tapi penting, penting. Untuk menyelesaikan masalah ya ada beberapa hal yang harus dilakukan secara sekaligus. Masalah-masalah ketegangan antar-umat beragama misalnya itu ada sisi perbedaan keyakinan atau perbedaan ajaran, ada sisi politik, sisi ekonomi, nah itu yang aspek politik atau ekonominya harus diselesaikan dengan penyelesaian politis dan penyelesaian ekonomi. Tapi yang lain-lain dengan dialog bisa diselesaikan.

Q: Adakah tanggapan kritis dari forum?

Salah satu yang disampaikan oleh pembahasnya itu adalah Dr. Abdul Moqsith Ghazali, Peneliti Senior di Wahid Institute, dan penulis buku “Argumen Pluralisme Agama Membangun Toleransi Berbasis Al-Qur’an”. Pembahasnya waktu itu adalah Moqsit Ghazali. Salah satu kritik yang diajukan bahwa buku ini harusnya lebih tebal, jauh lebih tebal dari yang ada sekarang, karena kalau segitu itu sekarang sudah cukup tebal hampir 300 halaman. Tapi memang tidak berhasil memotret semua yang sudah dilakukan dan kita sadari itu. Kita hanya melakukan sampling, yang kita ingin tahu adalah pola-polanya. Kita melakukan sampling beberapa lembaga-lembaga yang sangat penting kita tahu, tapi tidak masuk disitu karena kita merasa sudah terwakili oleh yang lain jadi tidak dibahas juga. Jadi dari sisi itu memang terbatas. Lalu juga, itu yang pertama ya, jadi itu memang tidak lengkap dan itu betul, karena kita juga punya persepsi bahwa buku ini juga semacam awal saja. Dari sini harusnya diteruskan dengan penelitian-penelitian, misalnya ada satu yang khusus melihat berbagai macam jenis dialog yang sudah dilakukan pada masayarakat sipil, polanya bagaimana, motifnya apa, tujuannya apa, sukses apa nggak, segala macam. Nah itu mungkin akan jadi riset-riset tersendiri, yang ini kan sekarang sangat luas memang, semacam survei saja, itu yang pertama.

Yang kedua juga ada salah satu kritik bahwa buku itu lebih menekankan pada melihat lembaga yang melakukan dialog, sementara orang-orang pelaku dialog tidak dilihat, itu betul juga. Jadi ada orang-orang yang penting, misalnya kalau dimasa awal sejarah dialog di Indonesia sekitar tahun 1960-an, misalnya Profesor Mukti Ali, ya kita sebut disitu, tapi tidak ada pemikiran Mukti Ali seperti apa. Lalu ada TH Sumartana, salah satu tokoh yang paling penting di Jogja sini yang mendirikan Interfidei, kita sebut itu bahwa dia sudah memulai yang baru sekali, dialog pada level masyarakat sipil. Tapi kita memang tidak melihat pemikirannya TH Sumartana. Jadi kita memang tidak banyak melihat. Lalu  juga melihat orang-orang yang tidak suka pada dialog, baik itu dalam lingkup Islam, lingkup Kristen, dan sebagainya. Melihat dialog ini tidak bermanfaat atau tidak penting. Nah itu perlu dilihat juga dan itu tidak kita lihat. Jadi kita memang sadar bahwa itu juga satu kelemahan tapi ya kita tidak bisa melakukan semuanya dalam satu buku. Jadi ya itu kritik yang diantaranya paling penting itu soal kelengkapan. (dca)

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

For people who learn religious studies, it is comm For people who learn religious studies, it is common to say that "religion", as a concept and category, is Western modern invention. It is European origin, exported globally through colonialism and Christian mission. Despite its noble intention to decolonize modern social categories, it suffers from historical inaccuracy. Precolonial Islamic Malay and Javanese texts in the 16th and 17th century reflect a strong sense of reified religion, one whose meaning closely resembles the modern concept.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
I N S P I R A S I Secara satir, penyandang disabil I N S P I R A S I
Secara satir, penyandang disabilitas baru mendapatkan sorotan ketika dia mampu berprestasi, mampu mengatasi segala rintangan dan kekurangan. Singkat kata, penyandang disabilitas kemudian menjadi sumber inspirasi bagi nondisabilitas. Budi Irawanto menyebutnya sebagai "inspirational porn". Simak ulasan lengkapnya di situs web crcs ugm.
Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
R A G A Ada beberapa definisi menarik tentang raga R A G A
Ada beberapa definisi menarik tentang raga di KBBI. Raga tidak hanya berarti tubuh seperti yang biasa kita pahami dalam olah raga dan jiwa raga. Raga juga dapat berarti keranjang buah dari rotan, bola sepak takraw, atau dalam bahasa Dayak raga berarti satuan potongan daging yang agak besar. Kesemua  pengertian itu menyiratkan raga sebagai upaya aktif berdaya cipta yang melibatkan alam. Nyatanya memang keberadaan dan keberlangsungan raga itu tak bisa lepas dari alam. Bagi masyarakat Dondong, Gunungkidul, raga mereka mengada dan bergantung pada keberadaan telaga. Sebaliknya, keberlangsungan telaga membutuhkan juga campur tangan raga warga. 

Simak pandangan batin @yohanes_leo27  dalam festival telaga Gunungkidul di web crcs ugm
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju