• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Berita Wednesday Forum
  • Gerakan Kristen Mennonite di Indonesia

Gerakan Kristen Mennonite di Indonesia

  • Berita Wednesday Forum
  • 14 March 2012, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Jeanne Zimmerly Jantzi

Konservatif sekaligus inklusif. Demikian ungkapan yang layak disematkan kepada komunitas Kristen Mennonite yang mempraktekkan ajaran Anabaptisme. Hal ini muncul dalam kesimpulan buku “Among The Believers: Kisah Hidup Seorang Muslim bersama Komunitas Mennonite Amerika” karangan Sumanto Al-Qurtubi, akademisi muslim Indonesia yang pada tahun 2005 hingga 2007 berinteraksi dengan kaum Mennonite Amerika. Kesimpulan Sumanto ini dibenarkan oleh Jeanne Zimmerly Jantzi, aktivis Mennonite Central Commitee (MCC) yang hadir sebagai pembicara dalam Wednesday Forum CRCS-ICRS 7 Maret 2012 lalu.

 

Jeanne yang membawakan makalah berjudul “Global Anabaptist: Identity and Interest” bercerita tentang leluhurnya, kaum Mennonite Eropa yang hijrah ke Amerika Serikat pada tahun 1816 akibat letusan hebat Gunung Tambora di Indonesia. Kaum Mennonite sendiri adalah salah satu kelompok penganut Anabaptisme yang muncul di Eropa pada abad ke-16.

 

MCC merupakan organisasi payung tujuh belas kelompok jemaat Mennonite di Amerika Serikat dan Kanada. Jeanne, lebih dari sepuluh tahun berada di Indonesia, menjadi relawan organisasi yang bergerak di Indonesia sejak 1948 ini. MCC menjadi patner beberapa gereja Mennonite seperti Gereja Injili Tanah Jawa (GITJ), Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI), dan Jemaat Kristen Indonesia (JKI).

 

Anabaptisme sendiri merupakan kelanjutan dari gerakan reformasi Kristiani yang menolak pembaptisan bayi serta perlunya pemisahan antara agama dengan kekuasaan. Pembaptisan seharusnya menjadi ranah kebebasan individu dewasa, bukan diselenggarakan ketika masa kanak-kanak. Meskipun pewarisan dan pembelajaran nilai-nilai keKristenan tetap dilakukan sedari dini. 

 

Istilah Mennonite dinisbatkan pada Menno Simons, seorang Imam Katolik Belanda yang berpindah ke ajaran Anabaptisme di abad ke-16. Kaum Mennonite di Eropa pada masa itu, sebagaimana kelompok penganut Anabaptisme lainnya, mengalami pemenjaraan, penyiksaan, dan pembunuhan, dibakar ataupun ditenggelamkan karena dicap sebagai kelompok sesat.

 

Salah satu pahlawan yang selalu dikenang oleh kaum Mennonite adalah Dirk Willems, seorang tahanan yang lari dari penjara tapi justru menolong pengejarnya sewaktu terperosok di kubangan es. Dirk akhirnya ditangkap kembali dan kemudian dihukum mati. Kisah para martir Anabaptis senantiasa dikenang oleh kaum Mennonit dan diabadikan dalam buku “The Martyrs Mirror” yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul “Cermin Para Martir”.

 

Keberadaan Yesus tetap menjadi tema sentral kaum Mennonite. Iman kepada Yesus mesti diimplementasikan dalam setiap ucapan dan perbuatan. Jalinan komunitas dan sikap tolong-menolong senantiasa dijunjung tinggi. Hal itu mereka wujudkan lewat acara pencucian kaki antar jemaat yang merujuk pada sejarah Yesus saat kebaktian gereja dan kampanye perdamaian dunia sebagai perjuangan kaum Mennonite di seluruh dunia.

 

Aktivitas MCC di Indonesia meliputi kerjasama dengan beberapa LSM serta institusi pendidikan tinggi, termasuk program dosen tamu di CRCS-ICRS sejak 2007. MCC terlibat aktif dalam dialog antar iman, training kepemimpinan serta penanggulangan bencana. Pendanaan kegiatan MCC tidak bersumber dari negara manapun, tetapi dari donasi perorangan.

 

Kini umat Kristen Mennonite berjuang untuk menghapus citra eksklusif etnik serta sejarah kolonial melalui program gereja multietnik. Pengikut Mennonite seluruh dunia termasuk dari Indonesia dikirim ke berbagai negara selama setahun untuk merasakan kehidupan komunitas-komunitas Mennonite lainnya. Selain itu, MCC juga menerbitkan buku-buku useful untuk kehidupan sehari-hari seperti buku-buku resep masakan dan menyanyikan puji-pujian dalam bahasa lokal saat kebaktian.

 

Presentasi impresif mengundang banyak pertanyaan dari peserta diskusi, antara lain: posisi Mennonite sebagai gerakan global Kristen di tengah-tengah dominasi Katolik dan Protestan, serta sikap pasifis mereka. Jeanne menjawab, Mennonite sebagai gerakan transnasional telah melakukan komunikasi dengan kelompok Katolik dan Protestan. Bahkan rekonsiliasi ini diadakan melalui acara-acara formal. Sementara itu, kesan pasifis tidaklah sepenuhnya benar. Pengikut gerakan ini memang tidak melakukan perlawanan frontal ketika disakiti atau disudutkan. Namun mereka aktif melakukan pencegahan konflik-konflik di banyak tempat.

 

Salah seorang pengajar CRCS UGM, Dr. Fatimah Husein, menanyakan relasi tiga gereja Mennonite Indonesia. Jeanne menyebutkan bahwa kini umat Mennonite Indonesia berinteraksi dengan baik meski berada di bawah naungan gereja yang berbeda. Sempat ada sedikit perpecahan akibat pengaruh gerakan Kristen yang lebih baru, tetapi gesekan itu bisa diselesaikan dengan baik.

 

Jeanne mengakui, sejarah dan perkembangan jemaat Mennonite di Indonesia mau tak mau tidak bisa dilepaskan dari Kolonialisme Belanda. Tetapi seiring perjalanan waktu, peran penduduk lokal semakin kuat. Bahkan ada sekelompok umat Kristen Jawa bersama tokoh legendaris Ibrahim Tunggul Wulung yang berusaha merintis “desa-desa Kristen”.

 

Dr. Zainal Abidin Bagir, direktur CRCS, yang berada di antara peserta diskusi, menanyakan bagaimana konsep konservatisme dipahami oleh kaum Mennonite terkait dengan isu konservatisme dalam percaturan politik Amerika Serikat dan isu konservatisme Islam.

 

Jeanne mengatakan bahwa konservatisme dalam ajaran Mennonite tidak berbau politis melainkan lebih pada “ketegasan mengikuti ajaran Yesus”. Untuk konteks Amerika, kaum Mennonite sering dianggap “tak patriotik” karena tak mau hormat bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan. Pada Perang Dunia II mereka pun menolak turut serta. Kaum Mennonite berargumen, loyalitas tidak semestinya diberikan kepada negara namun kepada dunia.

 

Mengenai konservatisme Islam, Jeanne menceritakan pengalaman seorang agamawan Mennonite Indonesia yang berusaha mendekati beberapa pemimpin kelompok “Islam konservatif”. Melalui usaha panjang dan tak kenal lelah, akhirnya hubungan itu berlanjut lewat aktivitas kerjasama kemanusiaan bantuan bencana alam. [MoU]

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

R A G A Ada beberapa definisi menarik tentang raga R A G A
Ada beberapa definisi menarik tentang raga di KBBI. Raga tidak hanya berarti tubuh seperti yang biasa kita pahami dalam olah raga dan jiwa raga. Raga juga dapat berarti keranjang buah dari rotan, bola sepak takraw, atau dalam bahasa Dayak raga berarti satuan potongan daging yang agak besar. Kesemua  pengertian itu menyiratkan raga sebagai upaya aktif berdaya cipta yang melibatkan alam. Nyatanya memang keberadaan dan keberlangsungan raga itu tak bisa lepas dari alam. Bagi masyarakat Dondong, Gunungkidul, raga mereka mengada dan bergantung pada keberadaan telaga. Sebaliknya, keberlangsungan telaga membutuhkan juga campur tangan raga warga. 

Simak pandangan batin @yohanes_leo27  dalam festival telaga Gunungkidul di web crcs ugm
K O S M O P O L I S Kosmo bermakna semesta, sement K O S M O P O L I S
Kosmo bermakna semesta, sementara polis itu mengacu pada kota yang seupil. Sungguh istilah oksimoron dengan daya khayal maksimal. Namun, nyatanya, yang kosmopolis itu sudah hadir sejak dulu dan Nusantara adalah salah satu persimpangan kosmopolis paling ramai sejagad. Salah satu jejaknya ialah keberadaan Makco di tanah air. Ia bukan sekadar dewa samudra, melainkan kakak perempuan yang mengayomi saudara-saudara jauhnya. Tak heran, ketika sang kakak berpesta, saudara-saudara jauh itu ikut melebur dan berdendang dalam irama kosmopolis. Seperti di Lasem beberapa waktu silam, Yalal Wathon dinyanyikan secara koor oleh masyarakat keturunan tionghoa dan para santri dengan iringan musik barongsai. Klop!

Simak ulasan @seratrefan tentang makco di situs web crcs!
At first glance, religious conversion seems like a At first glance, religious conversion seems like a one-way process: a person converts to a new religion, leaving his old religion. In fact, what changes is not only the person, but also the religion itself. The wider the spread of religion from its place of origin, the more diverse the face of religion becomes. In fact, it often gives birth to variants of local religious expressions or even "new" religions. On the other hand, the Puritan movement emerged that wanted to curb and eradicate this phenomenon. But everywhere there has been a reflux, when people became disaffected with Puritan preachers and tried to return to what they believed their religion was before.

Come and join the #wednesdayforum discussion  at the UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
D H A R M A Dunia ini adalah tempat kita tinggal, D H A R M A
Dunia ini adalah tempat kita tinggal, tempat kita berbagi, dan tempat semua makhluk berada. Sabbe satta bhavantu sukhitatta, semoga semua makhluk hidup berbahagia. Sadhu, sadhu, sadhu
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju