• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members
      • Visiting Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Admission
    • Courses
    • Schedule
    • Scholarship
    • Accreditation
    • Student Service
    • Survey-2022
    • Crossculture Religious Studies Summer School
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • Overview
    • Resource Center
  • Activities
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Community Service
      • Wednesday Forum
    • International Events
      • ICIR
      • Interfaith Mediation
      • IGSSCI
    • Student Achievements
  • Beranda
  • Perspective
  • Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023: Mempromosikan Harmoni Antaragama di Wilayah ASEAN

Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023: Mempromosikan Harmoni Antaragama di Wilayah ASEAN

  • Perspective
  • 30 May 2023, 08.38
  • Oleh: crcs ugm
  • 0

Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023: Mempromosikan Harmoni Antaragama di Wilayah ASEAN

Harry Myo Lin – 26 Mei 2023

Seiring terpilihnya Indonesia sebagai ketua ASEAN 2023, Indonesia memiliki peluang unik untuk memperkenalkan sejarahnya yang kaya akan keragaman agama serta keberhasilannya dalam mengelola kerukunan antarumat beragama.

Sebagaimana Indonesia, kawasan ASEAN adalah permadani dengan beragam keyakinan dan praktik keagamaan. Ini dapat kita lihat dari negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha seperti Thailand dan Myanmar; negara-negara mayoritas Islam seperti Indonesia, Malaysia dan Brunei; dan negara-negara mayoritas Kristen seperti Filipina; serta hampir semua negara ASEAN memiliki populasi minoritas yang signifikan seperti Hindu, Sikh, Yahudi, Baha’i, dan tradisi-tradisi agama lokal. Kemajemukan agama ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi kohesi dan stabilitas regional. Menyadari keberagaman ini, Indonesia dapat memainkan peran penting dalam mempromosikan kerukunan antarumat beragama sebagai Ketua ASEAN pada tahun 2023.

Dalam kancah internasional, Indonesia sangat dikenal dengan keragaman agamanya. Sebagai negara dengan populasi muslim terbanyak di dunia, Indonesia adalah rumah bagi berbagai komunitas agama lainnya, seperti Kristen, Hindu, Buddha, dan kepercayaan-kepercayaan agama leluhur. Tradisi bangsa Indonesia yang sudah berlangsung lama dalam mengakomodasi beragam keyakinan agama telah membantu menumbuhkan iklim toleransi dan saling menghormati.  Konteks historis yang unik ini memberikan Indonesia dasar yang kuat untuk mempromosikan kerukuman antar umat beragama di kawasan ASEAN.

Keberhasilan pengelolaan terhadap keragaman agama di Indonesia dapat menjadi model untuk negara-negara anggota ASEAN lainnya. Pemerintah Indonesia sudah mengimplementasikan kebijakan dan inisiatif untuk mempromosikan dialog, kerja sama, dan penghargaan terhadap komunitas-komunitas agama yang beragam. Pendirian Forum Pemimpin Agama-Agama Indonesia (IRC) dan Forum Kerukunan Antara Umat Beragama adalah beberapa contoh platform yang memfasilitasi dialog antaragama dan kolaborasi.  Selain itu, program literasi keagamaan Kementrian Agama berdampak signifikan pada kemampuan pemerintahan lokal untuk mengelola keragaman agama. Inisiatif-inisiatif tersebut telah menumbuhkan rasa solidaritas dan dan hidup berdampingan secara damai di berbagai kelompok-kelompok agama, serta menjadi nilai berharga bagi kawasan ASEAN.

Karenanya, kepemimpinan Indonesia dapat berkontribusi signifikan untuk mengembangkan kerukunan antarumat beragama dan pemahaman di antara negara-negara anggota. Sebagai Ketua ASEAN, Indonesia dapat mengambil beberapa langkah proaktif untuk mendorong kerukuan antarumat beragama di wilayah tersebut. Pertama, dengan mengorganisasi sebuah platform bagi para pemimpin agama, akademisi, dan praktisi dari negara-negara anggota untuk berbagi pengalaman, praktik terbaik, dan pendekatan inovatif untuk mengelola keragaman agama. Agenda tersebut dapat memperdalam pemahaman, membangun rasa saling percaya, dan memupuk kolaborasi di antara komunitas agama yang berbeda. Penyelenggaraan Konferensi R20, ketika Indonesia menjadi tuan rumah G20 pada tahun 2022, dapat menjadi cetak biru yang berharga untuk menumbuhkan kerja sama lintas iman pada level ASEAN.

Kedua, Indonesia dapat mendorong berdirinya dewan antaragama di seluruh ASEAN atau kelompok kerja. Platform ini akan memfasilitasi pertemuan rutin, konsultasi, dan inisiatif bersama yang bertujuan untuk mempromosikan kerukunan antarumat beragama, melawan intoleransi agama, dan mengatasi tantangan yang muncul. Dengan membuat mekanisme formal untuk dialog dan kerja sama, Indonesia dapat membantu upaya konsolidasi pada seluruh negara-negara anggota ASEAN. Upaya-upaya ini dapat saling berhubungan dengan institusi ASEAN, seperti Institusi Perdamaian dan Rekonsiliasi ASEAN, dan mendorong kolaborasi dengan inisiasi antaragama antarpemerintah seperti Pusat Dialog Internasional (KAICIID), sebuah organsasi antarpemerintah yang dimandatkan untuk mempromosikan dialog antaragama di seluruh dunia.

Lebih jauh lagi, Indonesia dapat mempromosikan inisiatif pendidikan yang mengedepankan pentingnya pemahaman dan toleransi antaragama. Melalui kolaborasi dengan lembaga pendidikan regional dan organisasi masyarakat sipil, Indonesia dapat mengembangkan kurikulum, program pelatihan, dan kampanye tentang kesadaran yang mempromosikan rasa hormat terhadap keragaman agama dan menumbuhkan budaya inklusivitas.

Dengan pengalaman pengelolaan keberagaman yang kaya dan momentum sebagai ketua ASEAN 2023, Indonesia dapat memainkan peran penting dalam membangun masyarakat ASEAN yang lebih inklusif, toleran, dan kohesif. Di mata dunia, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi katalisator untuk perubahan yang positif, mendorong masa depan ketika kerukunan antarumat beragama tumbuh subur di seluruh kawasan ASEAN.

______________________

Harry Myo Lin merupakan aktivis dialog antaragama dan pembangunan perdamaian di Myanmar, serta di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Berbekal pengalaman dalam berkolaborasi dengan organisasi internasional dan keagamaan, ia aktif berkecimpung dalam upaya perdamaian dan transformasi konflik baik di tingkat akar rumput maupun pengambil kebijakan.

Tulisan ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Vikry Reinaldo Paais dan telah disunting seperlunya. Berikut artikel aslinya.

Foto tajuk di artikel ini diambil dari setkab.go.id

Tags: vikry reinaldo paais

Facebook

Facebook Pagelike Widget

Instagram

Frequent appearances in public spaces and discours Frequent appearances in public spaces and discourse do not necessarily make society's acceptance of waria more open. There are many factors that make a society accept the existence of waria, and religion is one of them. At the same time, the religious expressions of waria are continuously questioned.

At this #wednesdayforum, Khanis Suvianita will share the dynamics of Waria's negotiations on gender and religious expression in Gorontalo and Maumere.
Ketika mendengar atau membaca kata "feminisme", ya Ketika mendengar atau membaca kata "feminisme", yang kerap terbesit ialah ini paham "Barat" atau "kebarat-baratan". Kendati pada perkembangannya feminisme bersintesis dengan berbagai ideologi lain (misalnya feminisme Islam), asosiasi sebagai paham asing dan warisan kolonial masih tak terelakkan.

Pertanyaannya, bisakah kita melepaskan feminisme Islam dari paradigma kolonialisme dan transnasional tersebut?

Simak dan ikuti perbincangannya di ASA Forum nanti malam, hanya via zoom ya ....
Discussions about Islam and feminism often focus o Discussions about Islam and feminism often focus on Islamic feminism or feminism in Islam. However, not much has highlighted the Muslim women's movement that is resistant to feminism. In fact, the anti-feminism movement from Muslim women in Indonesia has penetrated both the policy and discourse levels in the public sphere. Check out @afifur_rochmans research on the dynamic of moral politics by anti-feminist Muslim women in contemporary Indonesian public spaces.
Let's move your body and share the harmony ... Ay Let's move your body and share the harmony ...

Ayo gerakkan badan bersama mengikuti irama semesta di Srawung Rukun, Solo 2023. Kita goyangkan badan, makan, dan bercengkarama bersama rekan-rekan. 

Langsung datang saja karena ini cuma-cuma buat kamu ...

Geser untuk kepo jadwalnya ya ...
Load More Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, Floors 3-4
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju