Prof. Dr. Teresa Murphy hadir sebagi pembicara dalam agenda mingguan Wednesday Forum CRCS-ICRS, Rabu 2 Mei 2011. Mengangkat tema “The Importance of Religion in the US Labor Movement in the Early Nineteenth Century”, Associate Professor American Studies dari George Washington University ini memaparkan hubungan perubahan agama dan gerakan buruh (terutama buruh perempuan) pada tahun 1840-an di Amerika Serikat.
Murphy mengemukakan bahwa kebangkitan agama Kristen di Amerika Serikat awal abad 19 yang dikenal sebagai Second Great Awakening ditandai oleh gejala peningkatan perpindahan agama dan partisipasi gereja. Hierarki gereja tradisional mulai terdesak oleh arus baru yang menginginkan keterbukaan konsep kepemimpinan gereja. Pelayanan agama yang selama ini diselenggarakan di gereja, perlahan merambah ke perkemahan terbuka, di mana perempuan dan budak turut berpartisipasi.
Para perempuan yang menemukan ruang ekspresi baru itu, lebih banyak menghabiskan waktu bersama komunitas gereja dan meninggalkan keluarga di rumah. Beberapa di antara mereka bahkan berhasil menaikkan status sebagai pendeta, fenomena yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Bahkan tercatat nama-nama pendeta perempuan seperti Nancy Towle dan Salome Lincoln yang mengelilingi Amerika Serikat sendirian untuk berkhotbah.
Perubahan ini terus mengalir pada revisi kebijakan jam kerja. Para buruh perempuan turut dalam aksi-aksi menuntut penghapusan kerja di hari minggu, yang merupakan hari khusus untuk beribadat bagi umat Kristiani. Tidak sekedar sebagai bentuk perjuangan kebebasan menjalankan agama, keterlibatkan para pekerja perempuan dalam protes ini telah menjadi sinyal pengakuan keterlibatan mereka dalam gerakan buruh.
“Bagaimana peran wanita borjuis pasca kebangkitan agama?” sebuah pertanyaan mengemuka dari seorang peserta diskusi. Murphy menjelaskan bahwa wanita borjuis tak terlalu aktif dalam gerakan dan lebih banyak berdiam diri di rumah. Mereka hanya terlibat dalam beberapa aksi seperti Gerakan Anti alkohol, Gerakan Sabbath atau Gerakan Anti Perbudakan, itupun masih dalam skala yang kecil.
Peserta diskusi yang lain menanyakan posisi pengkhotbah perempuan. Menurut Murphy, status pengkhotbah perempuan sampai saat ini masih saja kontroversial. Ada yang menerima, ada juga yang menolak. Ketika ditanya pandangannya tentang situasi kehidupan beragama di Indonesia, Murphy menyatakan ada perbedaan antara Amerika Serikat dengan Indonesia. Di Amerika Serikat, agama adalah masalah privat sementara di Indonesia tidak. [MoU]