• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Berita Wednesday Forum
  • Kerukunan Beragama dan Tanggung Jawab Bersama

Kerukunan Beragama dan Tanggung Jawab Bersama

  • Berita Wednesday Forum
  • 13 December 2010, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Kerukunan dan kebebasan adalah dua konsep krusial dalam isu kehidupan beragama. Dua hal ini tidak begitu saja disadari oleh umat beragama begitu saja, namun meski melalui proses yang panjang dua hal ini mesti diperjuangkan keberlangsungannya. Tidak saja oleh kelompok agama, perjuangan ini mesti disokong pula oleh kelompok politik. Demikian garis besar presentasi yang diuraikan oleh Simone Sinn dalam Wednesday Forum CRCS-ICRS pada tanggal 24 November 2010 lalu.

Simone, peneliti dan kandidat Ph.D. Fakultas Teologi Protestan, Universitas Münster, Jerman, menyampaikan presentasi dengan judul “Religious Harmony and Religious Freedom: Theological and Societal Considerations on two Prominent Concepts”. Dalam forum yang dimoderatori Vanny Suitela, alumni CRCS UGM, Sinn meyampaikan bahwa tema yang ia angkat berdasar pada sebuah riset yang sedang ia lakukan.

Presentasi dibuka dengan paparan sejarah mengenai proses harmonisasi dalam lingkup agama Kristen. Agama yang tumbuh dan berkembang di Eropa ini juga sempat mengalami problem sektarian yang panjang pada abad pertengahan. Perjanjian damai Westphalia 1648 di Münster merupakan salah satu momentum di mana kelompok-kelompok agama dalam tradisi Kristen juga kelompok-kelompok politik mulai menyadari pentingnya toleransi beragama.

Dalam pembahasan selanjutnya, Simone mulai menyinggung persoalan kebebasan beragama. Ia memaparkan juga sejarah agama yang selalu menyajikan problem minoritas. Perbedaan serta perpindahan keyakinan selalu menjadi isu sensitif. Dan seiring perkembangan sejarah, kelompok-kelompok agama mulai menerima konsep kebebasan beragama. Indonesia, menurut Simone, memiliki modal kuat dalam hal ini yaitu semboyan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu jua).

Pada bagian akhir, presentasi mengulas persoalan manusia dalam pandangan agama-agama. Dalam hal ini, hak individual mesti diletakkan dalam posisi sentral. Namun demikian, setiap manusia secara individual juga memiliki posisi sentral dalam proses pembangunan relasi agama-agama tersebut. Selebihnya, kekuatan politik mesti menyadari perannya sebagai yang berwenang dalam membangun aturan bagi kesinambungan relasi antarpenganut dan institusi keagamaan.

Pada sesi tanya jawab, salah satu pertanyaan yang cukup kritis adalah tentang riset Simone yang terkesan melegitimasi kemapanan status quo. Menjawab kecurigaan itu, Simone mengakui bahwa isu kerukunan dan kebebasan beragama memang tak dapat dipisahkan dengan keberadaan status quo. Usaha harmonisasi keberagamaan bukan berarti dalam rangka demi kemapanan kekuasaan, namun justru menuntut peran dari kekuasaan.

Lebih detil, Simone memaparkan pengalaman di negaranya, Jerman, menyangkut isu kerukunan beragama di era kontemporer. Kasus yang terjadi adalah Muslim keturunan Turki menjadi imigran dominan di Jerman. Dan sejauh ini, menurut Simone, pemerintah Jerman telah berusaha optimal memberikan hak-hak sebagai warga negara kepada kaum minoritas tersebut sebagaimana mestinya. Hal demikian yang mesti dilakukan oleh setiap penguasa politik di mana pun. [MoU]

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

A M P A T Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan A M P A T
Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan aksi simsalabim dengan mencabut empat konsesi tambang di salah satu gugusan Red Line. Aksi "heroik" itu terlihat janggal ketika perusahaan yang paling bermasalah dalam perusakan lingkungan, bahkan yang menjadi pusat viral, justru dilindungi. Tentu bukan karena cocokologi dengan nama Raja Ampat sehingga hanya empat perusahaan yang dicabut konsesinya. Bukan cocokologi juga ketika Raja Ampat akan menjadi lokus tesis yang akan diuji esok di CRCS UGM. Berkebalikan dengan aksi badut jahat di Raja Ampat, @patricia_kabes akan bercerita bagaimana komunitas masyarakat di Aduwei mengelola laut dengan lestari melalui sasi. Berangkat dari negeri timur, peraih beasiswa LPDP ini justru menjadi yang pertama di angkatannya untuk menambahkan dua huruf pada akhir namanya.
For people who learn religious studies, it is comm For people who learn religious studies, it is common to say that "religion", as a concept and category, is Western modern invention. It is European origin, exported globally through colonialism and Christian mission. Despite its noble intention to decolonize modern social categories, it suffers from historical inaccuracy. Precolonial Islamic Malay and Javanese texts in the 16th and 17th century reflect a strong sense of reified religion, one whose meaning closely resembles the modern concept.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
I N S P I R A S I Secara satir, penyandang disabil I N S P I R A S I
Secara satir, penyandang disabilitas baru mendapatkan sorotan ketika dia mampu berprestasi, mampu mengatasi segala rintangan dan kekurangan. Singkat kata, penyandang disabilitas kemudian menjadi sumber inspirasi bagi nondisabilitas. Budi Irawanto menyebutnya sebagai "inspirational porn". Simak ulasan lengkapnya di situs web crcs ugm.
Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju