• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Academic Documents
    • Student Satisfaction Survey
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Berita Wednesday Forum
  • "Konflik dan Dialog antar-Iman di Tanah yang Dijanjikan"

"Konflik dan Dialog antar-Iman di Tanah yang Dijanjikan"

  • Berita Wednesday Forum
  • 10 June 2010, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Wednesday Forum yang diadakan pada tanggal 13 Maret, 2010, dipresentasikan oleh Mucha-Shim Q. Alquiza, seorang mahasiswi ICRS. Ia mendiskusikan tentang masyarakat di wilayah Filipina Selatan yang berkaitan dengan isu dialog lintas iman. Dalam forum kali ini Dian Maya Safitri, seorang mahasiswi CRCS menjadi moderator.

Judul yang dipilihnya adalah “From Mission to Transformation: Dialogic encounter of peoples of faith in the bleeding Promised Land.”? Alquiza mempresentasikan hasil penelitiannya dalam tiga bagian. Pertama, ia menunjukkan metodologi yang digunakannya dalam penelitiannya, dengan pendekatan teori kuasa pengetahuan Foucault dan sistem pemerintahan. Kedua, ia mengajak para audiens membahas wilayah Filipina Selatan dengan bantuan peta yang menunjukkan di mana orang-orang Moro berada dan tanah-tanah mereka yang ditempati oleh Negara pada saat ini. Alquiza juga membahas sejarah orang-orang Moro dan populasi mereka sejak adanya sensus pertama kali pada tahun 2000 dan menunjukkan turunnya angka populasi mereka. Pada bagian ketiga, Alquiza mempresentasikan sejarah dialog antar iman dalam pertemuan antara orang-orang di Mindanao dan Sulu.

Alquiza mengatakan bahwa dialog antar iman di Mindanao dan Sulu telah menjadi sebuah gerakan sosial yang paling alot dalam menegakkan keadilan dan perdamaian. Selama rentang waktu sekitar 30 tahun, 1970-2000, merupakan sebuah periode yang dianggap sebagai hasil paling positif dalam pertemuan dan dialog antar iman. Alquiza menambahkan bahwa dalam dialog ini kemudian ide untuk mendamaikan berbagai gerakan di Filipina selatan (seperti antara GRP dan MNLF, GRP dan MILF) kesemuanya gagal, tetapi menunjukkan bahwa bangsa Mindanao-Sulu adalah masyarakat yang multi-kultural dan multi-religius.

Menurut Alquiza, masyarakat Mindanao-Sulu secara bersama-sama tinggal di tanah yang dijanjikan, sekaligus tinggal di wilayah yang penuh dengan pertumpahan darah. Alquiza mengakhiri presentasinya dengan menyatakan bahwa konflik di Mindanao bukanlah permasalahan agama sebagaimana dipercayai oleh masyarakat luar, namun lebih kepada permasalahan tanah dan kekuasaan.

Setelah presentasi yang menarik ini, beberapa pertanyaan merespons balik terhadap presentasi Alquiza. Prof. Dr. Bernard T Adeney-Risakotta meminta padanya untuk menjelaskan perbedaan antara organisasi MNLF dan MILF, dan apakah MNLF masih ada hingga sekarang, dan mengapa Alquiza menggunakan pendekatan ideologi neo liberal dalam presentasinya. Pertanyaan lain datang dari Maufur, staf ICRS yang secara kontroversial bertanya apakah benar bahwa Mindanao adalah wilayah pelatihan untuk tentara-tentara Islam yang akan dikirim ke wilayah Asia Bagian Barat seperti Afganistan dan Pakistan.

Forum ini berakhir pada pukul 14:30 sebagaimana biasanya. Pembicara mendapatkan aplaus hangat dari audiens. Mucha-Shim Q. Alquiza adalah presenter kedua dalam forum ini yang membincangkan situasi di wilayah Filipina Selatan.

(HAK)

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

Faith could be cruel. It can be used to wound thos Faith could be cruel. It can be used to wound those we might consider "the other". Yet, rather than abandoning their belief, young queer Indonesians choose to heal by re-imagining it. The Rainbow Pilgrimage is a journey through pain and prayer, where love becomes resistance and spirituality turns into shelter. Amidst the violence, they walk not away from faith, but towards a kinder, more human divine. 

Come and join #wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
H I J A U "Hijau" punya banyak spektrum dan metrum H I J A U
"Hijau" punya banyak spektrum dan metrum, jangan direduksi menjadi cuma soal setrum. Hijau yang sejati ialah yang menghidupi, bukan hanya manusia melainkan juga semesta. Hati-hati karena ada yang pura-pura hijau, padahal itu kelabu. 

Simak kembali perbincangan panas terkait energi panas bumi bersama ahli panas bumi, pegiat lingkungan, dan kelompok masyarakat terdampak di YouTube CRCS UGM.
T E M U Di antara sains yang mencari kepastian, a T E M U

Di antara sains yang mencari kepastian, agama yang mencari makna, dan tradisi yang merawati relasi, kita duduk di ruang yang sama dan mendengarkan gema yang tak selesai. Bukan soal siapa yang benar, melainkan  bagaimana kita tetap mau bertanya. 

Tak sempat gabung? Tak perlu kecewa, kamu dapat menyimak rekamannya di YouTube CRCS.
Dance is a bridge between two worlds often separat Dance is a bridge between two worlds often separated by distance and differing histories. Through Bharata Natyam, which she learned from Indu Mitha, Aslam's dances not only with her body, but also with the collective memory of her homeland and the land she now loves. There is beauty in every movement, but more than that, dance becomes a tool of diplomacy that speaks a language that needs no words. From Indus to Java, dance not only inspires but also invites us to reflect, that even though we come from different backgrounds, we can dance towards one goal: peace and mutual understanding. Perhaps, in those movements, we discover that diversity is not a distance, but a bridge we must cross together.

Come and join #wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY