• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Berita Wednesday Forum
  • Melacak Diskontinuitas Sejarah Indonesia Lewat Peristiwa Seismik

Melacak Diskontinuitas Sejarah Indonesia Lewat Peristiwa Seismik

  • Berita Wednesday Forum
  • 15 September 2011, 00.00
  • Oleh:
  • 0

“Banyak peristiwa seismik besar di Sumatera yang tak tercatat.” Poin inilah yang diangkat oleh Prof. Anthony Reid dalam kuliah umum “Rewriting (Sumatran) History in the Light of Seismology” pada hari Rabu, 13 Juli 2011. Forum istimewa ini disambut antusias oleh para akademisi baik dari dalam maupun luar negeri yang memenuhi ruang 306 CRCS-ICRS UGM.

 

Reid mengatakan bahwa wilayah pesisir barat Sumatera beberapa kali disapu tsunami. Hal ini berangkat dari data statistik kependudukan yang menunjukkan tren penurunan. Sayangnya, kerajaan-kerajaan Islam yang menguasai jalur perdagangan Sumatera seperti Samudera Pasai dan Perlak tidak meninggalkan catatan sejarah tentang kekuasaan Hindu-Budha yang berkuasa di daerah pesisir pantai sebelum mereka.

 

Oleh karena itu, Reid mengajak para arkeolog yang selama ini memokuskan diri di daerah tengah Sumatera untuk melakukan penggalian situs Hindu-Budha di wilayah pesisir. Sehingga para sejarawan bisa mengonstruksi kembali missing link sejarah Sumatera pra kolonialisasi Belanda yang masih menyimpan banyak misteri.

 

Keadaan yang sama terjadi di pulau Jawa. Guru Besar Sejarah lulusan Cambridge University ini menyatakan bahwa tak ada pemukiman di pesisir selatan Jawa sebelum kedatangan Belanda. Berbeda dengan kasus Sumatera yang sangat terkait dengan peristiwa Gempa dan Tsunami, sepinya pesisir pantai selatan Jawa lebih dipengaruhi oleh kisah sejarah berbau mitos, terkait perjanjian Panembahan Senopati, penguasa kerajaan Mataram Baru, dengan Nyai Roro Kidul, sang penguasa Laut Selatan.

 

Dalam sesi diskusi, salah satu peserta menyatakan bahwa faktor seismik bahari bukan satu-satunya penyebab minimnya populasi di pesisir. Dataran tinggi yang lebih dingin dan lebih subur membuat masyarakat yang berminat pada pertanian cenderung meninggalkan daerah pesisir. Menjawab persoalan ini, Reid mengatakan bahwa peristiwa seismik bahari memang bukan satu-satunya penyebab. Faktor represi kekuasaan dan perkembangan pembangunan turut mempengaruhi.

 

Diskusi juga menyinggung konsekuensi teologis dan etis dari bencana. Menurut beberapa orang bencana adalah akibat ulah manusia, namun pendiri Asia Research Institute ini cenderung melihat bencana dari sisi positif. Bencana adalah mekanisme dan konsekuensi geologis bumi yang terus bergerak menuju titik keseimbangan. Di sisi etis, masyarakat mulai tersadarkan untuk memberikan perhatian dan menghentikan tindakan eksploitatif berlebihan terhadap alam.

 

Dr. Nasir Tamara yang turut menghadiri kuliah umum ini menyinggung Syair Lampung Karam dan nyanyian tentang smong (tsunami) di pulau Simeulue yang bisa membantu mengungkap fakta sejarah Sumatera. “Naskah-naskah kuno itu menarik untuk diteliti”, ungkap doktor lulusan University of Paris ini. Di akhir presentasi, Reid menyatakan kegembiraannya, apabila para akademisi di Indonesia melakukan penelitian lebih lanjut mengenai peristiwa seismik dan hubungannya dengan perubahan masyarakat. [MoU]

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

A M P A T Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan A M P A T
Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan aksi simsalabim dengan mencabut empat konsesi tambang di salah satu gugusan Red Line. Aksi "heroik" itu terlihat janggal ketika perusahaan yang paling bermasalah dalam perusakan lingkungan, bahkan yang menjadi pusat viral, justru dilindungi. Tentu bukan karena cocokologi dengan nama Raja Ampat sehingga hanya empat perusahaan yang dicabut konsesinya. Bukan cocokologi juga ketika Raja Ampat akan menjadi lokus tesis yang akan diuji esok di CRCS UGM. Berkebalikan dengan aksi badut jahat di Raja Ampat, @patricia_kabes akan bercerita bagaimana komunitas masyarakat di Aduwei mengelola laut dengan lestari melalui sasi. Berangkat dari negeri timur, peraih beasiswa LPDP ini justru menjadi yang pertama di angkatannya untuk menambahkan dua huruf pada akhir namanya.
For people who learn religious studies, it is comm For people who learn religious studies, it is common to say that "religion", as a concept and category, is Western modern invention. It is European origin, exported globally through colonialism and Christian mission. Despite its noble intention to decolonize modern social categories, it suffers from historical inaccuracy. Precolonial Islamic Malay and Javanese texts in the 16th and 17th century reflect a strong sense of reified religion, one whose meaning closely resembles the modern concept.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
I N S P I R A S I Secara satir, penyandang disabil I N S P I R A S I
Secara satir, penyandang disabilitas baru mendapatkan sorotan ketika dia mampu berprestasi, mampu mengatasi segala rintangan dan kekurangan. Singkat kata, penyandang disabilitas kemudian menjadi sumber inspirasi bagi nondisabilitas. Budi Irawanto menyebutnya sebagai "inspirational porn". Simak ulasan lengkapnya di situs web crcs ugm.
Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju