“Secara umum CRCS bagus, pertahankan excellency-nya kecemerlangannya. Kalau ada suara-suara sumbang, itu biasa, jadikan masukan.” Demikian ungkapan, Ismail Yahya, alumni CRCS angkatan 2001, ketika ditanyakan mengenai pendapatnya tentang CRCS. Ia yang kini menjabat sebagai Ketua Jurusan Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Surakarta mengakui bahwa pengalaman kuliah di CRCS membantunya dalam menjalani pekerjaannya saat ini.
Selain menjadisalah satu pimpinan di STAIN Surakarta, Yahya juga menjabat sebagai ketua Indonesian Society for Religion and Civilization (ISRAC), pengurus Majelis Ulama Islam (MUI) Solo pada komisi Hukum dan Ekonomi Syariah, sebagai pengurus Masyarakat Ekonomi Syariah Surakarta (MESS). Kegiatan mengajar dan meneliti tidak luput pula dari berbagai jabatan tersebut.
Tentunya pengalaman berkuliah di CRCS telah membantunya dalam menjalankan berbagai jabatan dan kegiatan tersebut. “CRCS luar biasa, saya banyak berterimakasih”, tegasnya. Menurut Yahya, selama di CRCS ia mendapatkan pengetahuan dan keterampilan dalam berbahasa Inggris. “Saya semakin familiar dengan bahasa Inggris, menulis artikel berbahasa Inggris, lebih pede dan terbiasa.”
Di CRCS ia menemukan keakraban. “Tidak ada jarak antara mahasiswa dan dosen, ini sulit untuk ditemukan di kampus lain”, jelas Yahya. Ia menambahkan, fasilitas yang mendukung di CRCS sangat mempengaruhi pola belajar, ditambah lagi ia pernah diajar oleh dosen-dosen yang ahli dibidangnya, seperti Mahmoud Ayoub, Christine Gudorf, Rebbeca, dan beberapa dosen lainnya. Mereka telah membantunya untuk berpikir lebih runtut, fokus dan well-planned.
Oleh karena pengetahuan dan keterampilan tersebut, Yahya sempat melakukan riset di Australian National University (ANU) berangkat dari tulisan-tulisan yang pernah ditulisnya. Kumpulan tulisan tersebut kini telah diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul “Generasi Baru Peneliti Muslim Indonesia: Mencari Ilmu di Australia.” Berbekal pengalaman-pengalaman itu pula Yahya kini berencana akan meneruskan studi S3 di UI untuk bidang Filologi.
Ia mengakui bahwa ia tidak lagi fokus pada studi agama dengan pekerjaannya saat ini. Namun paling tidak, ia bisa mengkombinasikan pengalaman belajarnya di CRCS dengan kuliah-kuliah yang diampunya, sebut saja salah satunya Metode Studi Islam. Selain itu, menurutnya kini ia mempunyai cara pandang yang berbeda tentang agama lain. “Semakin saya mengenal agama lain, semakin saya mengenal agama saya lebih baik.” Ungkapan Yahya ini seirama dengan pandangan Tom Michel.
Yahya menambahkan bahwa, “Kalau Allah ingin menciptakan satu umat, pasti gampang saja. Tetapi ada banyak, berlomba-berlomba untuk mencapai kebenaran. Sesama umat manusia mencari kebenaran itu. “Dengan masyarakat disekitarnya yang cenderung homogen, mayoritas Muslim, dan jarang terjadi konflik, Yahya berharap tidak muncul persoalan keagamaan, dan masyarakat tidak berpikiran sempit. (JMI)