• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Berita Wednesday Forum
  • Mengenal Tarian Istana Jawa ?Bedhaya?:

Mengenal Tarian Istana Jawa ?Bedhaya?:

  • Berita Wednesday Forum
  • 24 April 2008, 00.00
  • Oleh:
  • 0

By: Wilis Rengganiasih Endah Ekowati, M.A.*

Jawa Tengah dikenal dengan kebudayaan dan keseniannya yang unik, khususnya yang berasal dari istana Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta sebagai istana yang utama. Bedhaya merupakan sebuah tipe tarian di Jawa Tengah, dipercaya sebagai tarian yang tertua dan dianggap sebagai keiistimewaan dari istana. Sejarah konsepnya menunjukkan kalau semua Bedhaya dan (generasi berikutnya) tari Srimpi berakar pada Bedhaya yang paling agung: Bedhaya Semang dalam Kasultanan Yogyakarta dan Bedhaya Ketawang dalam Kasultanan Surakarta. Beberapa literatur menunjukkan kalau tarian-tarian agung ini berasal dari jaman Mataram Baru dengan tradisi Islamnya, dan Panembahan Senapati atau Sultan Agung sebagai penemunya. Tapi ada beberapa catatan kuno yang menunjukkan kalau Bedhaya bisa dilacak asalnya hingga periode Hindu, walaupun bentuk tariannya tidak lagi bisa diketahui.

Hal yang menarik dari Bedhaya ini adalah bentuk tariannya merupakan campuran tiga tradisi yaitu: tradisi Hindu, Buddha, dan Islam, tapi yang menarik adalah bahwa para ahli hampir tidak menyebutkan pengaruh Buddha sama sekali. Sejauh ini saya hanya menemukan dua ahli yang mengungkapnnya yaitu Judith Becker yang menyebutkan pola langkah tari Bedhaya menggambarkan ajaran Tantra, sedangkan Sardono W. Kusumo sekilas mengungkapkan kalau gerakan Bedhaya diinspirasi dari filsafat Vipassana Theravada. Dari perspektif sejarah bisa dilihat paling tidak dua tradisi yang ada di dalamnya, yaitu: versi Hindu yang menunjukkan kuil Hindu sebagai pencipta tarian ini, dan seperti yang disebutkan di atas Islam menyumbangkan Sultan Agung sebagai penemunya. Dalam Babad Tanah Jawa disebutkan kalau Sunan Kalijaga dan Kanjeng Ratu Kidul membantu dalam proses penciptaannya. Evolusi Bedhaya melibatkan aspek kekuasaan dan politik, dengan agama sebagai tambahan dalam elemen keseniannya. Sebagai riset awal saya akan berbagi, wlaupun sangat terbatas, penemuan-penemuan dan pertanyaan-pertanyaan mengenai tarian agung dari Jawa ini.

*Wilis Rengganiasih mendapatkan gelar dari CRCS UGM, dengan tesis berjudul ?The Controversy of Bhikkuni Ordination (Upasampada) within Theravada Buddhism Indonesia?. Dia belajar selama satu tahun di Florida International University dalam rangka Exchange Student Program selama satu tahun, dimana dia mendapat gelar M.A. yang kedua dalam bidang Religious Studies. Sebagai seorang perempuan Buddha, saat ini Wilis mengajar di Sylendra Buddhist College di Semarang juga di CRCS UGM.

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

L A B E L Seberapa penting sebuah label? Bagi makh L A B E L
Seberapa penting sebuah label? Bagi makhluk modern, label itu penting walau bukan yang paling penting. Ia menjadi jendela informasi sekaligus penanda diri. Dalam kacamata masyarakat legalis, label juga berarti penerimaan dan perlindungan. Namun, seringkali label itu disematkan oleh entitas di luar diri, terlepas ada persetujuan atau tidak. Karenanya, tak jarang label juga menjadi penghakiman. Dalam silang sengkarut semacam ini, perebutan kuasa bahasa atas label menjadi vital, terutama bagi kelompok rentan yang dimarjinalkan. Kalau kata teman yang alumni dusun Inggris , "label is rebel!"

Simak bincang @astridsyifa bersama @dedeoetomo tentang lokalitas dan ekspresi identitas gender di situs web crcs
Waktu Hampir Habis 😱 HARI INI TERAKHIR PENDAFTA Waktu Hampir Habis 😱
HARI INI TERAKHIR PENDAFTARAN MASUK CRCS UGM 🫣

Jangan sampai lewatin kesempatan terakhir ini !! 
#crcs #ugm #s2 #sekolahpascasarjanaugm
Kupas Tuntas masuk CRCS UGM (Live Recap) #crcsugm Kupas Tuntas masuk CRCS UGM
(Live Recap)

#crcsugm #pendaftarancrcsugm #sekolahpascasarjanaugm #s2 #ugm #live
Beli kerupuk di pasar baru Nih loh ada info terbar Beli kerupuk di pasar baru
Nih loh ada info terbaruuu

Penasaran gimana rasanya jadi bagian dari CRCS UGM? 🧐 Yuk, intip live streaming kita hari Senin, 30 Juni jam 15.00-17.00 WIB yang akan mengupas tuntas seputar pendaftaran, kehidupan kampus CRCS UGM dan banyak lagi!
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY