• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Berita Wednesday Forum
  • Muslim Amerika di Tengah Keragaman dan Demokrasi

Muslim Amerika di Tengah Keragaman dan Demokrasi

  • Berita Wednesday Forum
  • 12 April 2011, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Wednesday Forum CRCS-ICRS pekan pertama di bulan April (6 April 2011) menampilkan Abdul Hamid Robinson-Royal. Membawakan judul ‘Islam in America, from Hajj to Hip Hop and from Roots to Rap’ mahasiswa doktoral di Graduate Theological Union, Berkeley, California USA, yang sedang mengambil program fellowship di ICRS Yogyakarta ini menyampaikan presentasi seputar muslim di Amerika Serikat beserta sejarah dan identitasnya.

 

Abdul Hamid yang juga seorang musisi dan memiliki gelar master di bidang musik menggunakan istilah a ‘hip hop’ dan ‘rap’ untuk menunjukkan sejauhmana komunitas muslim Amerika Serikat berkembang seiring perkembangan historis. Namun lagi-lagi isu identitas tetap menjadi perhatian sehingga Abdul Hamid mesti membuka presentasinya dengan pembahasan ilmiah mengenai istilah-istilah semisal ‘indigenous’, ‘authentic’, ‘pluralism’, authority, ‘panoptic’, ‘decolonial’ sebagai pengganti ‘post-colonial’ dan juga ‘double consciousnes’ sebagai ganti ‘double colonization’.

 

Istilah-istilah tersebut adalah kunci untuk memahami kehidupan muslim Amerika Serikat yang eksistensinya tak terpisahkan dari isu perbudakan dan imigrasi. Di sela-sela presentasi, Abdul Hamid menayangkan film yang menggambarkan sejarah Islam, kemunculan Islam di Amerika dan perkembangannya hingga saat ini. Dia juga menampilkan kumpulan gambar yang menampilkan keberagaman Islam di Amerika Serikat beserta beragam aktivitas yang dilakukan muslim Amerika.

 

Pasca 9/11, keberadaan Islam dipertanyakan dan muslim di seluruh dunia menjadi pusat perhatian. Namun keadaan ini menurut Abdul Hamid tidak benar-benar menjadi ancaman bagi muslim Amerika dalam menjalankan agamanya. Bahkan fakta menunjukkan bahwa Islam di Amerika berkembang pesat pasca 9/11. Terjadi gelombang muallaf yang berasal dari beragam latar belakang spiritual, termasuk Abdul Hamid yang sebelumya penganut Kristen Pantekosta.

 

Forum yang dimoderatori Kelli Swazey ini, berlanjut dengan sesi dialog. Pertanyaan pertama terkait fenomena komedi pop di kalangan muslim Afro-Amerika. Abdul Hamid menyatakan, memang benar jika orang muslim humoris. Ini adalah bentuk kreativitas muslim yang tak jauh berbeda dengan fenomena musik Islam di mana hip hop and rap adalah bagian erat dari padanya. Abdul Hamid menceritakan bahwa para musisi Ahmadiyah adalah bagian dari blantika Jazz Amerika di tahun 1950-an.

 

Abdul Hamid lalu menjawab pertanyaan lain tentang ambiguitas persepsi muslim Amerika sebagai kaum minoritas. Pertanyaan ini menyinggung bahwa status minoritas dan keberagamaan justru menjadi penjaga demokrasi dalam masyarakat muslim Amerika. Bagi Abdul Hamid menjadi minority bukanlah masalah besar mengingat muslim Amerika terus berkembang. Salah satu di antara peserta diskusi mengkritik film yang lebih terasa sebagai propaganda bukan sebagai film documenter akademis. Abdul Hamid ditanya, apakah ada konflik di antara kelompok berbeda dalam masyarakat muslim Amerika. Ia menjawab bahwa sejauh yang ia amati tak ada konflik besar antara kelompok-kelompok itu. Bahkan di sebuah masjid di Amerika, seorang imam dari mazhab tertentu bisa mengimami jamaah yang terdiri dari orang-orang yang menganut mazhab berbeda, “We are Muslims and that is the important thing.” [MoU]

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

For people who learn religious studies, it is comm For people who learn religious studies, it is common to say that "religion", as a concept and category, is Western modern invention. It is European origin, exported globally through colonialism and Christian mission. Despite its noble intention to decolonize modern social categories, it suffers from historical inaccuracy. Precolonial Islamic Malay and Javanese texts in the 16th and 17th century reflect a strong sense of reified religion, one whose meaning closely resembles the modern concept.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
I N S P I R A S I Secara satir, penyandang disabil I N S P I R A S I
Secara satir, penyandang disabilitas baru mendapatkan sorotan ketika dia mampu berprestasi, mampu mengatasi segala rintangan dan kekurangan. Singkat kata, penyandang disabilitas kemudian menjadi sumber inspirasi bagi nondisabilitas. Budi Irawanto menyebutnya sebagai "inspirational porn". Simak ulasan lengkapnya di situs web crcs ugm.
Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
R A G A Ada beberapa definisi menarik tentang raga R A G A
Ada beberapa definisi menarik tentang raga di KBBI. Raga tidak hanya berarti tubuh seperti yang biasa kita pahami dalam olah raga dan jiwa raga. Raga juga dapat berarti keranjang buah dari rotan, bola sepak takraw, atau dalam bahasa Dayak raga berarti satuan potongan daging yang agak besar. Kesemua  pengertian itu menyiratkan raga sebagai upaya aktif berdaya cipta yang melibatkan alam. Nyatanya memang keberadaan dan keberlangsungan raga itu tak bisa lepas dari alam. Bagi masyarakat Dondong, Gunungkidul, raga mereka mengada dan bergantung pada keberadaan telaga. Sebaliknya, keberlangsungan telaga membutuhkan juga campur tangan raga warga. 

Simak pandangan batin @yohanes_leo27  dalam festival telaga Gunungkidul di web crcs ugm
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju