• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members
      • Visiting Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Admission
    • Courses
    • Schedule
    • Scholarship
    • Accreditation
    • Student Service
    • Survey-2022
    • Crossculture Religious Studies Summer School
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • Overview
    • Resource Center
  • Activities
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Community Service
      • Wednesday Forum
    • International Events
      • ICIR
      • Interfaith Mediation
      • IGSSCI
    • Student Achievements
  • Beranda
  • Artikel
  • Paguyuban Bawonototo: Potret Kehidupan Penghayat

Paguyuban Bawonototo: Potret Kehidupan Penghayat

  • Artikel
  • 21 December 2014, 17.42
  • Oleh:
  • 1

CRCS | SPK IV | Farihatul Qamariyah
xxSejumlah aktivis dan akademisi yang menjadi peserta Sekolah Pengelolaan Keragaman (SPK) IV mengadakan dialog dengan salah satu organisasi penghayat kepercayaan lokal Angudi Bawonototo Lahir Batin, di Kasihan, Bantul, Sabtu (27/9) 2014. Sekolah yang mempertemukan berbagai perbedaan ini diselenggarakan oleh Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS), UGM dan diikuti oleh 25 peserta dari hampir seluruh Indonesia.
Wardoyo Sugianto, sesepuh Bawonototo menjelaskan tentang makna Paguyuban Angudi Bawonototo Lahir Batin. Ia mengatakan bahwa prinsip ajaran paguyuban dipahami melalui esensi namanya yang berasal dari Bahasa Jawa. Paguyuban berarti kelompok, komunitas, atau kerukunan, Angudi yaitu upaya atau usaha, Bawono yaitu dunia atau semesta, toto yaitu tertata atau teratur. Sehingga, istilah-istilah itu diartikan sebagai komunitas penghayat yang berupaya untuk menjadikan dunia beserta seisinya teratur dan tertata baik secara lahiriyah dan batiniyah. Kelompok Penghayat lebih menekankan kepada metode, ritual atau cara bagaimana seorang hamba, manusia, mampu mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa dengan jalan dan usahanya sendiri.
Paguyuban Bawonototo berdiri pada 17 Januari 1974 oleh Romo Martopangarso dan Romo Budiutomo. Namun sampai saat ini, di generasi ketiga, identitas Penghayat belum sepenuhnya diakui secara sipil sebagaimana disampaikan oleh Bambang Eko Suprianto, pengurus Himpunan Pengkayat Kepercayaan Yogyakarta. Dia menjelaskan bahwa masalah yang sedang dihadapi oleh para kelompok penghayat ialah tidak adanya catatan sipil mengenai akta kelahiran dan akta perkawinan. Bahkan dalam proses pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP), penghayat mengalami kesulitan karena status agama mereka tidak ada dalam daftar enam agama yang diakui oleh negara. Konsekuensi yang mereka hadapi di antaranya penghayat terpaksa memilih salah satu nama agama dalam dokumentasi kependudukan.
xxSalah satu peserta SPK IV dari Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Yayasan Wakaf Paramadina Jakarta, Joko Arizal, menanyakan hubungan atau interaksi sosial antara para kelompok Penghayat Bowonototo dengan masyarakat sekitar. Sugianto menjelaskan tidak ada permasalahan yang terjadi antara kelompok penghayat dengan masyarakat di sekitar khususnya dalam proses menjalani ritual atau tradisi keagamaan. Baginya, tradisi lokal masyarakat Yogyakarta, seperti halnya Agama Islam, masih menerapkan tradisi ritual Kraton walaupun saat ini sudah ada pembaharuan dengan adanya organisasi masyarakat dalam komunitas Agama Islam baik dari Nahdlatul Ulama (NU) ataupun Muhammadiyah.
Selain itu, Sugianto menegaskan bahwa tidak ada sistem “dakwah” dalam prinsip penyebaran ajaran Penghayat Bawonototo,. Dia menekankan kepada realisasi tradisi dan ritual yang diketahui secara publik oleh penganutnya. Sehingga secara tidak langsung, mereka mengetahui esensi dari setiap tradisi yang dijalankan termasuk juga filosofi dari tujuannya sebagai bentuk proses distribusi ajaran.
Deva Alvina Br Sebayang, Penyuluh Agama Kristen Kantor Kementerian Agama Tapanuli Tengah, Sumatera Utara berpendapat bahwa kegiatan ini mengantarkan kepada suatu titik terang tentang filosofi kehidupan. Menerima apa yang terkadang tidak sesuai dengan keinginan manusia, tentang kejahatan yang merupakan bagian dari kehidupan namun tugas manusia untuk tidak boleh melakukannya. Dia menambahkan bahwa agama lokal sangat menekankan harmoni relasi antara makrokosmos dan mikrokosmos dengan menyadari bahwa meskipun kegelapan adalah bagian kehidupan, namun manusia seyogyanya ada dalam posisi terang dalam menjalani hidupnya dengan iman kepada Tuhan YME.

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Comment (1)

  1. Agus Lijasono 6 years ago

    Saya Agus Lijasono,
    Tertarij dengan Paguyuban Bawonototo, apakah ada di wilayah bekasi dan sekitar nya? 6281233126089

    Reply

Facebook

Facebook Pagelike Widget

Instagram

Frequent appearances in public spaces and discours Frequent appearances in public spaces and discourse do not necessarily make society's acceptance of waria more open. There are many factors that make a society accept the existence of waria, and religion is one of them. At the same time, the religious expressions of waria are continuously questioned.

At this #wednesdayforum, Khanis Suvianita will share the dynamics of Waria's negotiations on gender and religious expression in Gorontalo and Maumere.
Ketika mendengar atau membaca kata "feminisme", ya Ketika mendengar atau membaca kata "feminisme", yang kerap terbesit ialah ini paham "Barat" atau "kebarat-baratan". Kendati pada perkembangannya feminisme bersintesis dengan berbagai ideologi lain (misalnya feminisme Islam), asosiasi sebagai paham asing dan warisan kolonial masih tak terelakkan.

Pertanyaannya, bisakah kita melepaskan feminisme Islam dari paradigma kolonialisme dan transnasional tersebut?

Simak dan ikuti perbincangannya di ASA Forum nanti malam, hanya via zoom ya ....
Discussions about Islam and feminism often focus o Discussions about Islam and feminism often focus on Islamic feminism or feminism in Islam. However, not much has highlighted the Muslim women's movement that is resistant to feminism. In fact, the anti-feminism movement from Muslim women in Indonesia has penetrated both the policy and discourse levels in the public sphere. Check out @afifur_rochmans research on the dynamic of moral politics by anti-feminist Muslim women in contemporary Indonesian public spaces.
Let's move your body and share the harmony ... Ay Let's move your body and share the harmony ...

Ayo gerakkan badan bersama mengikuti irama semesta di Srawung Rukun, Solo 2023. Kita goyangkan badan, makan, dan bercengkarama bersama rekan-rekan. 

Langsung datang saja karena ini cuma-cuma buat kamu ...

Geser untuk kepo jadwalnya ya ...
Load More Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, Floors 3-4
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju