• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Berita Wednesday Forum
  • Perbedaan yang Membuat Kita Sama: Etnisitas sebagai Kerangka Identitas Kultural orang Minahasa yang Multi Relijius

Perbedaan yang Membuat Kita Sama: Etnisitas sebagai Kerangka Identitas Kultural orang Minahasa yang Multi Relijius

  • Berita Wednesday Forum
  • 10 June 2010, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Wednesday Forum pada tanggal 25 November 2009 mengundang Kelli A Swazey, seorang kandidat Ph. D dari Jurusan Anthropology University of Hawai’i, Manoa. Dalam forum ini Swazey menjelaskan tentang identitas menjadi orang Kristen di Minahasa. Seperti tempat lainnya di Indonesia yang didatangi oleh misionaris Kristen pada awal periode kolonial, wilayah Sulawesi Utara yang dikenal sebagai Minahasa juga sangat kuat diasosiasikan dengan warisan Kristennya. Hubungan yang dapat dilihat antara orang Minahasa dan Kristen bukan hanya tampak dari populasinya, namun juga melalui rasa kebudayaan orang Minahasa dan ajaran Kristen yang tercampur menjadi satu. Meskipun demikian, penduduk non Kristen di wilayah ini ditandai berbeda secara etnis.

Semenjak perubahan demografis dan efek dari kebijakan desentralisasi telah menyebabkan para politisi lokal menempatkan konsepsi tentang budaya regional dan identitas kultural yang inklusif antara Muslim dan Kristen, juga dengan jelas memainkan perbedaan identitas agama mereka masing-masing. Representasi kerangka lokal digunakan untuk melakukan penyesuaian etnisitas dengan identitas keagamaan, dan telah membentuk sebuah ruang untuk perkembangan identitas orang Minahasa yang inklusif terhadap penduduk non Kristen. Selain memfokuskan penelitian pada kesamaan identitas, konstelasi etnis baru ini lebih berfokus pada cara orang Kristen dan Islam di Sulawesi Utara membedakan dirinya secara eksplisit atau mengekspresikan perbedaan keagamaan mereka dengan cara lokal yang spesifik. Hal ini untuk membedakan antara populasi keagamaan pendidikan di Sulawesi Utara yang didefinisikan secara berbeda dengan kelompok suku bangsa lainnya di Indonesia tanpa menghapuskan identitas keagamaan dan akses terhadap jaringan afiliasi politik secara relijius.

Swazey menjelaskan penelitiannya secara antusias hingga tidak terasa hampir satu jam. Dalam tanya jawab yang singkat beberapa pertanyaan diajukan kepadanya, sebagai misal, jia Swazey berbicara tentang hubungan antara umat Kristen dan Islam, bagaimana hubungan keduanya dalam melihat agama lainnya, seperti Katolik? Audiens lainnya juga bertanya tentang asal-usul konstruksi orang Minahasa, apakah identitas tersebut secara sengaja ditemukan oleh Belanda atau bukan. Pak Zainal, pengajar CRCS bertanya tentang identitas kultural orang Minahasa yang disematkan ke dalam beberapa simbol politik oleh pemerintahan, mengapa itu bisa terjadi? Di akhir forum Swazey menyimpulkan bahwa ada sebuah tendensi di arena politik lokal dimana identitas kultural disesuaikan dengan afiliasi agama.

Kelly Swazey baru-baru ini mendapatkan sebuah beasiswa fullbright Hays DDRA. Pada tahun 2008 dia mendapatkan master degreenya dari University of Hawai di Manoa. Dia menulis tesis berjudul: Carrying God (Re) creating Nation through Christianity: Minahasan culture and identity in transnational churches in New England. Wilayah yang sekarang menjadi fokus ketertarikannya adalah Budaya Indonesia, Antropologi Kristen, Hubungan antar Agama, Nasionalisme dan Etnisitas.

(HAK)

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

A M P A T Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan A M P A T
Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan aksi simsalabim dengan mencabut empat konsesi tambang di salah satu gugusan Red Line. Aksi "heroik" itu terlihat janggal ketika perusahaan yang paling bermasalah dalam perusakan lingkungan, bahkan yang menjadi pusat viral, justru dilindungi. Tentu bukan karena cocokologi dengan nama Raja Ampat sehingga hanya empat perusahaan yang dicabut konsesinya. Bukan cocokologi juga ketika Raja Ampat akan menjadi lokus tesis yang akan diuji esok di CRCS UGM. Berkebalikan dengan aksi badut jahat di Raja Ampat, @patricia_kabes akan bercerita bagaimana komunitas masyarakat di Aduwei mengelola laut dengan lestari melalui sasi. Berangkat dari negeri timur, peraih beasiswa LPDP ini justru menjadi yang pertama di angkatannya untuk menambahkan dua huruf pada akhir namanya.
For people who learn religious studies, it is comm For people who learn religious studies, it is common to say that "religion", as a concept and category, is Western modern invention. It is European origin, exported globally through colonialism and Christian mission. Despite its noble intention to decolonize modern social categories, it suffers from historical inaccuracy. Precolonial Islamic Malay and Javanese texts in the 16th and 17th century reflect a strong sense of reified religion, one whose meaning closely resembles the modern concept.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
I N S P I R A S I Secara satir, penyandang disabil I N S P I R A S I
Secara satir, penyandang disabilitas baru mendapatkan sorotan ketika dia mampu berprestasi, mampu mengatasi segala rintangan dan kekurangan. Singkat kata, penyandang disabilitas kemudian menjadi sumber inspirasi bagi nondisabilitas. Budi Irawanto menyebutnya sebagai "inspirational porn". Simak ulasan lengkapnya di situs web crcs ugm.
Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju