• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Berita Wednesday Forum
  • Perjuangan Identitas Perempuan Ahmadiyah Indonesia

Perjuangan Identitas Perempuan Ahmadiyah Indonesia

  • Berita Wednesday Forum
  • 10 November 2011, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tahun 2008 memutuskan Ahmadiyah sebagai gerakan yang melenceng dari Islam dan mesti menghentikan aktivitas dakwahnya. Sayang, SKB tersebut oleh sebagian kelompok Muslim dijadikan justifikasi atas perlakukan intimidatif terhadap kelompok Ahmadiyah. Perempuan Ahmadiyah termasuk korban atas “vonis” sesat yang beberapa kali berujung dengan aksi kekerasan.

 

Bagaimana perjuangan identitas para perempuan Ahmadiyah mempertahankan identitas dalam situasi dilematis ini diangkat oleh Nina Mariani Noor, mahasiswi ICRS UGM yang juga seorang perempuan Ahmadiyah dan menjadi anggota Lajnah Ima’illah (organisasi komunitas Ahmadiyah) cabang Yogyakarta pada kesempatan Wednesday Forum CRCS-ICRS, Rabu 5 Oktober 2011 lalu dengan topik “Negotiating Identity in Indonesian Nation-State: Ahmadi Women Experience (A Study case in Yogyakarta)”.

 

Mula-mula Nina menjelaskan tentang dua kelompok Ahmadiyah yang berkembang di Indonesia yaitu Gerakan Ahmadiyah Indonesia yang berakar ke Lahore, Pakistan dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyyah Congregation of Indonesia) yang berakar ke Qadian, India. Kelompok terakhir adalah yang diklasifikasi sesat oleh SKB 3 Menteri dan merupakan kelompok di mana Nina berafiliasi dan melakukan penelitian. Menggunakan metode kuantitatif, Nina membagi kuesioner kepada sepuluh perempuan Ahmadiyah di samping juga melakukan observasi partisipan.

 

Ada tiga kategori perempuan Ahmadiyah yang ditemukan Nina berdasarkan pertanyaan penelitian mengenai pengelolaan identitas dalam konteks nasional Indonesia pasca SKB. Pertama adalah kelompok yang menyimpan identitas secara rahasia. Kedua, kelompok yang membuka identitas dalam kondisi aman. Ketiga, tipelogi yang dengan berani menunjukkan identitas ke-Ahmadiyahannya. Bahkan beberapa responden yang diklasifikasi dalam kelompok ketiga semakin berani menunjukkan identitas pada masa pasca SKB.

 

Pada sesi diskusi, Dr. Zainal Abidin Bagir menyatakan bahwa selama ini penelitian tentang Ahmadiyah didominasi oleh kajian hukum baik hukum Islam maupun hukum nasional. Oleh karena itu, riset yang diangkat Nina menjadi penting karena akan memberikan perspektif berbeda tentang kelompok Ahmadiyah. Namun, menempatkan Yogyakarta sebagai lokasi penelitian agaknya kurang bisa memberikan gambaran yang lebih luas tentang perjuangan identitas penganut Ahmadiyah karena kelompok Ahmadiyah di kota ini relatif terjaga dari perlakuan represif dari kelompok Muslim lain.

 

Merespon pertanyaan tentang sikap kelompok Ahmadiyah dalam memposisikan kelompok non-Ahmadi, dan konsep penyembunyian identitas keagamaan, Nina mengatakan bahwa dalam Ahmadiyah, orang lain di luar kelompoknya dianggap sebagai ‘ghair’ (yang lain) dan sikap penyembunyian identitas keagamaan tidak akan berimplikasi apapun secara teologis, asal anggota Ahmadiyah tetap menaati aturan negara.

 

Menanggapi pertanyaan tentang tawaran beberapa tokoh Islam agar Ahmadiyah memproklamirkan diri sebagai agama independen di luar Islam, Nina menjawab bahwa penganut Ahmadiyah melakukan ibadah yang sama seperti muslim lainnya, sehingga kenapa diminta memisahkan diri sebagai agama baru? Dr. Zainal menambahkan bahwa meskipun gagasan penetapan agama baru dianggap solusi terbaik oleh beberapa kalangan, namun tidak serta merta memberikan garansi akan berkurang atau berhentinya tekanan terhadap kelompok Ahmadiyah. [MoU]

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

A M P A T Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan A M P A T
Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan aksi simsalabim dengan mencabut empat konsesi tambang di salah satu gugusan Red Line. Aksi "heroik" itu terlihat janggal ketika perusahaan yang paling bermasalah dalam perusakan lingkungan, bahkan yang menjadi pusat viral, justru dilindungi. Tentu bukan karena cocokologi dengan nama Raja Ampat sehingga hanya empat perusahaan yang dicabut konsesinya. Bukan cocokologi juga ketika Raja Ampat akan menjadi lokus tesis yang akan diuji esok di CRCS UGM. Berkebalikan dengan aksi badut jahat di Raja Ampat, @patricia_kabes akan bercerita bagaimana komunitas masyarakat di Aduwei mengelola laut dengan lestari melalui sasi. Berangkat dari negeri timur, peraih beasiswa LPDP ini justru menjadi yang pertama di angkatannya untuk menambahkan dua huruf pada akhir namanya.
For people who learn religious studies, it is comm For people who learn religious studies, it is common to say that "religion", as a concept and category, is Western modern invention. It is European origin, exported globally through colonialism and Christian mission. Despite its noble intention to decolonize modern social categories, it suffers from historical inaccuracy. Precolonial Islamic Malay and Javanese texts in the 16th and 17th century reflect a strong sense of reified religion, one whose meaning closely resembles the modern concept.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
I N S P I R A S I Secara satir, penyandang disabil I N S P I R A S I
Secara satir, penyandang disabilitas baru mendapatkan sorotan ketika dia mampu berprestasi, mampu mengatasi segala rintangan dan kekurangan. Singkat kata, penyandang disabilitas kemudian menjadi sumber inspirasi bagi nondisabilitas. Budi Irawanto menyebutnya sebagai "inspirational porn". Simak ulasan lengkapnya di situs web crcs ugm.
Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju