• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Wednesday Forum News
  • Wednesday Forum News
  • 25 November 2011, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Kekerasan dan penindasan terhadap perempuan masih terus terjadi di sekitar kita, baik di ruang publik maupun di ruang domestik seperti rumah tangga. Perempuan terjebak dalam subordinasi jender dan masih terbentur untuk memperoleh sesuatu yang menjadi haknya. Kondisi ini tak hanya terjadi di negara-negara dunia ketiga tetapi juga di negara-negara maju.

 

Adalah Wednesday Forum CRCS-ICRS 19 Oktober yang mengangkat tema diskriminasi terhadap perempuan dengan format berbeda dari biasanya, yakni pemutaran film “Provoked”. Film yang disutradarai Jag Mundhra ini dirislis tahun 2007, berdasar kehidupan nyata Kiranjit Ahluwalia, seorang perempuan Punjabi yang hidup di Inggris dan berjuang dalam isu hukum lokal Inggris. Dia mengalami tekanan selama sepuluh tahun pernikahannya dengan seorang pria Punjab, Deepak.

 

Kiranjit dan Deepak bertemu lewat perjodohan dan dinikahkan dengan tradisi agama Sikh di tempat asalnya, Punjab. Mereka pindah ke Southall, Inggris, tempat ibu Deepak menetap. Alih-alih mendapatkan kasih sayang, kehidupan Kiranjit perlahan gelap karena Deepak adalah pria paranoid yang suka menyakiti termasuk “pemerkosaan” ketika berhubungan suami-istri. Ketika kesabarannya habis, suatu malam di tahun 1989 Kiranjit membakar suami yang sedang tertidus pulas di ranjang. Deepak meninggal dunia.

 

Ia kemudian disidangkan di pengadilan dengan kode kasus ‘R v Kiranjit Ahluwalia’ dan divonis hukuman penjara seumur hidup. Menjalani hidup sebagai narapidana mengenalkannya dengan beberapa perempuan kulit putih yang juga dibuikan karena kasus kekerasan rumah tangga. Sementara itu, kawan-kawan Kiranjit yang tahu persis penderitaannya selama berumah tangga memperjuangkan hak Kiranjit untuk bertemu dengan anak-anaknya dan mengajukan banding ke pengadilan lebih tinggi.

 

Tahun 1992 ia menjalani pengadilan kedua dengan kode kasus ‘R v Ahluwalia’. Dukungan publik untuk pembebasannya begitu luar biasa kala itu. Para hakim memutuskan pembunuhan yang dilakukan Kiranjit sebagai ‘manslaughter’ atau pembunuhan karena pembelaan diri. Tidak saja memperoleh keadilan, kasusnya juga menjadi momen perubahan baru atas makna istilah ‘provocation’ untuk perempuan teraniaya dalam sistem hukum di Inggris.

 

Salah seorang audiens yang turut menghadiri pemutaran film ini mengatakan “Provoked’ benar-benar memprovokasi, membuka mata kita tentang polemik kekerasan rumah tangga. Ada “pemerkosaan” terselubung yang terbingkai manis oleh ikatan pernikahan. Namun ketika perempuan yang sejatinya adalah korban dari keegoisan laki-laki melakukan perlawanan, mereka justru dianggap pihak yang bersalah. [MoU]

 

 

Sumber Foto: http://www.famousworldofcomputers.com/images/provoked.jpg

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

L A B E L Seberapa penting sebuah label? Bagi makh L A B E L
Seberapa penting sebuah label? Bagi makhluk modern, label itu penting walau bukan yang paling penting. Ia menjadi jendela informasi sekaligus penanda diri. Dalam kacamata masyarakat legalis, label juga berarti penerimaan dan perlindungan. Namun, seringkali label itu disematkan oleh entitas di luar diri, terlepas ada persetujuan atau tidak. Karenanya, tak jarang label juga menjadi penghakiman. Dalam silang sengkarut semacam ini, perebutan kuasa bahasa atas label menjadi vital, terutama bagi kelompok rentan yang dimarjinalkan. Kalau kata teman yang alumni dusun Inggris , "label is rebel!"

Simak bincang @astridsyifa bersama @dedeoetomo tentang lokalitas dan ekspresi identitas gender di situs web crcs
Waktu Hampir Habis 😱 HARI INI TERAKHIR PENDAFTA Waktu Hampir Habis 😱
HARI INI TERAKHIR PENDAFTARAN MASUK CRCS UGM 🫣

Jangan sampai lewatin kesempatan terakhir ini !! 
#crcs #ugm #s2 #sekolahpascasarjanaugm
Kupas Tuntas masuk CRCS UGM (Live Recap) #crcsugm Kupas Tuntas masuk CRCS UGM
(Live Recap)

#crcsugm #pendaftarancrcsugm #sekolahpascasarjanaugm #s2 #ugm #live
Beli kerupuk di pasar baru Nih loh ada info terbar Beli kerupuk di pasar baru
Nih loh ada info terbaruuu

Penasaran gimana rasanya jadi bagian dari CRCS UGM? 🧐 Yuk, intip live streaming kita hari Senin, 30 Juni jam 15.00-17.00 WIB yang akan mengupas tuntas seputar pendaftaran, kehidupan kampus CRCS UGM dan banyak lagi!
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY