• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Berita Wednesday Forum
  • Rejeksionisme di Amerika

Rejeksionisme di Amerika

  • Berita Wednesday Forum
  • 10 June 2010, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Berbicara tentang negara Islam, ada banyak interpretasi terhadap konsep tersebut. Salem Gandhour sebagai pembicara pada Wednesday Forum, 13 April 2009, mengatakan bahwa pemikiran tentang negara Islam dengan merujuk pada Qur’an and Hadis adalah pemikiran yang terbatas. Nabi Muhammad sendiri pada massanya tidak mengklaim mendirikan negara Islam. Pemikiran yang terbatas itu lebih banyak dipengaruhi oleh negeri Arab, khususnya dimotori oleh para Imam dari Al-Azhar, Mesir.

Untuk menunjukkan perbedaan interpretasi yang beragam terhadap negara Islam, di awal diskusi Salem melemparkan pertanyaan kepada dua peserta mengenai apa itu negara Islam. Peserta pertama menjawab bahwa negara Islam adalah negara yang harus memberlakukan hukum Islam dalam sistem kenegaraannya. Indonesia secara substansial adalah negara Islam, tegasnya. Sedangkan peserta kedua, ia lebih menonjolkan sisi pemerintahan yang mendominasi keberagaman yang ada di bawah kekuasaan negara Islam.

Menurut Salem, ketika kita menjelaskan apa itu negara Islam, kebanyakan dari kita menggunakan lensa demokrasi Barat. Padahal hal tersebut berbeda sama sekali. Selain itu, apabila kita hanya merujuk pada kedua hukum Islam, yakni Qur’an dan Hadis, itu merupakan pemikiran yang terbatas. Kedua hukum Islam itu hanya mencakup konteks 1400 tahun lalu, dan mereka tidak membicarakan hal-hal spesifik seperti yang kita alami pada saat ini.

Meskipun demikian, Salem mempertimbangkan tiga interpretasi religius yang dianggap bersentuhan dengan konsep negara Islam, yakni ijthisan, ijtihad, jihad. Pada umumnya interpretasi tersebut membicarakan bagaimana mempertimbangkan dan membantu kehidupan masyarakat.

Terkait dengan kehidupan Muslim di Amerika, Salem mengangkat isu “Rejectionism” yang popular di kalangan Muslim Amerika. Ide dasarnya adalah penolakan terhadap dominasi pemikiran al-Azhar di Amerika karena dianggap tidak sesuai dengan konteks Muslim di Amerika. Para imam tersebut lebih menekankan tradisi-tradisi Arabik yang diklaim sebagai tradisi Islam. Fenomena kehidupan pemuda Muslim di Amerika turut menjadi alasan hadirnya Rejectionism. Mereka membutuhkan pendekatan khusus daripada sekedar mengedepankan tradisi.

Dari latar belakang inilah, komunitas Muslim di Amerika, khususnya para imam dan intelektualnya, lebih mengutamakan spritualitas Islam daripada tradisi-tradisi yang telah didominasi kehidupan negeri Arab. Hal ini yang terpenting, tegas Salem. Terkait dengan itu pula, ide tentang negara Islam juga bukanlah suatu persoalan yang mendasar di sana.

Di akhir presentasinya, Salem menunjukkan sebuah buku berjudul “Islamic State” karya Now Feldmen. Menurut Salem, penulis menunjukkan bahwa ide untuk memiliki negara Islam merupakan suatu mitos yang destruktif. Telah banyak darah yang tumpah untuk menerapkan ide tersebut. Salem menambahkan, Nabi sendiri pada masanya tidak mengklaim mendirikan negara Islam, Ia respek terhadap aturan dan keberagaman yang ada. Inilah yang seharusnya kita lakukan dan sekaligus mempertanyakan kebutuhan negara Islam itu saat ini.

Kehidupan Muslim di Amerika dan pandangan Salem tentang negara Islam tadi menunjukkan adanya self-criticism di kalangan umat Muslim. Hal ini sekaligus menjadi pembelajaran bagi komunitas Muslim di negara lainnya yang memiliki konteks dan tanggung jawab sosial yang berbeda dari komunitas Arab yang cenderung homogen. Di Indonesia misalnya, dengan kepelbagaian yang ada apakah konsep itu menjadi sesuatu yang mendesak dan dibutuhkan? Tentunya kita bisa menebak ragam jawaban yang akan diberikan. So what?

(JMI)

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
R A G A Ada beberapa definisi menarik tentang raga R A G A
Ada beberapa definisi menarik tentang raga di KBBI. Raga tidak hanya berarti tubuh seperti yang biasa kita pahami dalam olah raga dan jiwa raga. Raga juga dapat berarti keranjang buah dari rotan, bola sepak takraw, atau dalam bahasa Dayak raga berarti satuan potongan daging yang agak besar. Kesemua  pengertian itu menyiratkan raga sebagai upaya aktif berdaya cipta yang melibatkan alam. Nyatanya memang keberadaan dan keberlangsungan raga itu tak bisa lepas dari alam. Bagi masyarakat Dondong, Gunungkidul, raga mereka mengada dan bergantung pada keberadaan telaga. Sebaliknya, keberlangsungan telaga membutuhkan juga campur tangan raga warga. 

Simak pandangan batin @yohanes_leo27  dalam festival telaga Gunungkidul di web crcs ugm
K O S M O P O L I S Kosmo bermakna semesta, sement K O S M O P O L I S
Kosmo bermakna semesta, sementara polis itu mengacu pada kota yang seupil. Sungguh istilah oksimoron dengan daya khayal maksimal. Namun, nyatanya, yang kosmopolis itu sudah hadir sejak dulu dan Nusantara adalah salah satu persimpangan kosmopolis paling ramai sejagad. Salah satu jejaknya ialah keberadaan Makco di tanah air. Ia bukan sekadar dewa samudra, melainkan kakak perempuan yang mengayomi saudara-saudara jauhnya. Tak heran, ketika sang kakak berpesta, saudara-saudara jauh itu ikut melebur dan berdendang dalam irama kosmopolis. Seperti di Lasem beberapa waktu silam, Yalal Wathon dinyanyikan secara koor oleh masyarakat keturunan tionghoa dan para santri dengan iringan musik barongsai. Klop!

Simak ulasan @seratrefan tentang makco di situs web crcs!
At first glance, religious conversion seems like a At first glance, religious conversion seems like a one-way process: a person converts to a new religion, leaving his old religion. In fact, what changes is not only the person, but also the religion itself. The wider the spread of religion from its place of origin, the more diverse the face of religion becomes. In fact, it often gives birth to variants of local religious expressions or even "new" religions. On the other hand, the Puritan movement emerged that wanted to curb and eradicate this phenomenon. But everywhere there has been a reflux, when people became disaffected with Puritan preachers and tried to return to what they believed their religion was before.

Come and join the #wednesdayforum discussion  at the UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju