• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Berita Wednesday Forum
  • Religion, Violence and Peacebuilding: Menelisik Kembali Tragedi Ambon

Religion, Violence and Peacebuilding: Menelisik Kembali Tragedi Ambon

  • Berita Wednesday Forum
  • 15 December 2011, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Sumanto Al Qurtuby saat menjawab pertanyaan salah seorang peserta Wednesday Forum

Minggu 11 September 2011, Ambon kembali bergolak. Mengingatkan memori kita pada tragedi yang lebih besar pada Januari 1999 silam. Beberapa kajian akademis sebenarnya telah dilakukan untuk mengungkap akar persoalan Ambon. Kebanyakan para peneliti asing memokuskan diri pada aspek sosial, politik, dan ekonomi. Mereka berpandangan persaingan dagang, akses birokrasi dan perebutan lahan menjadi penyebab dari pertikaian yang terjadi di Ambon. Padahal, keberadaan dua komunitas (Muslim versus Nasrani) mengindikasikan kuatnya peran agama dalam konflik tersebut.

 

Memang sulit untuk menjawab apakah konflik Ambon adalah konflik agama atau agama hanya satu dari sekian banyak faktor pemicu. Tapi satu hal terang berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sumanto Al Qurtuby, 90-an% responden yang ditanyanya seputar tradegi Ambon pada tahun 1999, baik dari kalangan Muslim atau kalangan Nasrani, mengatakan apa yang mereka lakukan saat itu adalah upaya membela agama. Hal ini merupakan salah satu temuan yang diungkap dalam disertasi yang sedang dikerjakan Sumanto di program doktoral bidang Antropologi Boston University USA. Disertasinya mencoba mengambil posisi berbeda dari kajian-kajian akademis yang telah ada.

 

CRCS-ICRS beruntung bisa menghadirkan Sumanto untuk berbagi pengalaman dan temuan terkait tradegi Ambon dalam kesempatan Wednesday Forum di Ruang 306 Gedung Lengkung Sekolah Pascasarjana UGM Rabu 17 Desember 2011 kemarin. Argumen bahwa konflik Ambon sangat kental dengan motif agama semakin diperkuat oleh pernyataan pemimpin Muslim Jihadist dan Christian Fighter yang mengatakan konflik Ambon adalah perang agama.

 

Awalnya, perang antara komunitas Muslim dan Kristen di Ambon hanyalah peristiwa lokal yang melibatkan masyarakat setempat. Pertikaian meletus pada Januari 1999. Sementara sekitar 2.000 orang dipimpin langsung oleh Ustadz Ja’far Umar Thalib baru datang pada bulan Mei 1999. Orang banyak melupakan figur-figur lokal dan kelompok-kelompok militan lokal yang telah eksis sebelum kedatanganan Laskar Jihad.

 

Sumanto berpendapat, harapan besar yang disandangkan banyak orang kepada civil society hanyalah ilusi romatik. Memang civil society bisa menjadi penggerak rekonsiliasi, tetapi kita tidak bisa melupakan sisi “uncivic” civil society. Hal ini tampak jelas pada keberadaan organisasi-organisasi penyebar kebencian terhadap pihak atau kelompok lain yang berbeda dengan mereka. Oleh karena itu, membiarkan masyarakat menyelesaikan persoalannya sendiri tidak selalu berjalan efektif. Di titik ini Sumanto menilai kolaborasi pemimpin agama dengan pemerintah sangat signifikan untuk resolusi perdamaian. Bukan sekedar melakukan recorvery di bidang ekonomi, politik dan sosial tetapi harus melangkah lebih jauh, menelisik situasi kultural dan hubungan antar agama serta dipadu dengan penghadiran keadilan di tengah-tengah masyarakat.

 

Said,salah seorang peserta wed forum yang menjadi saksi sekaligus pelaku dalam tradegi 1999 mengungkapkan kearifan lokal seperti “Pela Gandong” yang dimiliki warga Maluku tidak sepenuhnya mampu menyelesaikan persoalan. Karena ada faktor sejarah yang disitir oleh Prof. Anthony Reid bahwa balapan agama di Ambon merupakan persaingan lama peninggalan kolonial.

 

Menimpali pernyataan Said, Sumanto mengutip tesis Thomas Hobbes, konflik adalah sifat natural manusia. Dimana-mana konflik itu pasti ada, tidak saja di Ambon. Menghilangkan konflik merupakan kemustahilan. Yang bisa dilakukan hanyalah meredam konflik agar tidak bergerak menuju bandul kekerasan.(ANG)

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

L A B E L Seberapa penting sebuah label? Bagi makh L A B E L
Seberapa penting sebuah label? Bagi makhluk modern, label itu penting walau bukan yang paling penting. Ia menjadi jendela informasi sekaligus penanda diri. Dalam kacamata masyarakat legalis, label juga berarti penerimaan dan perlindungan. Namun, seringkali label itu disematkan oleh entitas di luar diri, terlepas ada persetujuan atau tidak. Karenanya, tak jarang label juga menjadi penghakiman. Dalam silang sengkarut semacam ini, perebutan kuasa bahasa atas label menjadi vital, terutama bagi kelompok rentan yang dimarjinalkan. Kalau kata teman yang alumni dusun Inggris , "label is rebel!"

Simak bincang @astridsyifa bersama @dedeoetomo tentang lokalitas dan ekspresi identitas gender di situs web crcs
Waktu Hampir Habis 😱 HARI INI TERAKHIR PENDAFTA Waktu Hampir Habis 😱
HARI INI TERAKHIR PENDAFTARAN MASUK CRCS UGM 🫣

Jangan sampai lewatin kesempatan terakhir ini !! 
#crcs #ugm #s2 #sekolahpascasarjanaugm
Kupas Tuntas masuk CRCS UGM (Live Recap) #crcsugm Kupas Tuntas masuk CRCS UGM
(Live Recap)

#crcsugm #pendaftarancrcsugm #sekolahpascasarjanaugm #s2 #ugm #live
Beli kerupuk di pasar baru Nih loh ada info terbar Beli kerupuk di pasar baru
Nih loh ada info terbaruuu

Penasaran gimana rasanya jadi bagian dari CRCS UGM? 🧐 Yuk, intip live streaming kita hari Senin, 30 Juni jam 15.00-17.00 WIB yang akan mengupas tuntas seputar pendaftaran, kehidupan kampus CRCS UGM dan banyak lagi!
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY