• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members
      • Visiting Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Admission
    • Courses
    • Schedule
    • Scholarship
    • Accreditation
    • Crossculture Religious Studies Summer School
    • Student Service
    • Survey-2022
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Activities
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Research
      • Overview
      • Resource Center
    • Community Service
      • Wednesday Forum
    • International Events
      • ICIR
      • Interfaith Mediation
      • IGSSCI
    • Student Achievements
  • Beranda
  • Sekolah Pascasarjana UGM
  • Sekolah Pascasarjana UGM
Arsip:

Sekolah Pascasarjana UGM

Sekolah Pengelolaan Keragaman VIII: Menjembatani Aktivis dan Akademisi

BeritaBerita SPKBerita Utama Wednesday, 5 October 2016

Asep S. Sudjatna | CRCS UGM | SPK NEWS
“Sebenarnya di kalangan aktivis, penelitian itu juga tidak absen, pun sebaliknya,”  cetusan Dr. Mohammad Iqbal Ahnaf , Ketua program Sekolah Pengelolaan Keragaman (SPK) VIII itu memantik perhatian para peserta yang hadir pada pembukaan SPK VIII di Disaster Oasis Kaliurang, Yogyakarta. Selama ini, aktivis dan akademisi seolah diposisikan sebagai bagian terpisah yang bekerja di ranah masing-masing. Dikotomi inilah yang sedang dikritisi oleh CRCS UGM melalui program SPK VIII. “Di kalangan akademisi, banyak sekali akademisi yang aktivis, pun banyak pula aktivis yang peneliti. Sebenarnya irisan-irisan itu sudah ada” tukas Iqbal. Pengategorian ini tidak hanya menciptakan kesenjangan semu tetapi seringkali malah menimbulkan persoalan baru. Para aktivis yang getol terjun ke lapangan dalam penyelesaian berbagai konflik keragaman kerap terbentur masalah data riset dan basis pengetahuan sebagai landasan advokasi. Di sisi lain, para akademisi yang mencoba melibatkan diri dalam proses advokasi cenderung terpaku pada teori dan kurang menguasai medan. Dalam konteks inilah SPK VIII berusaha menjembatani kesenjangan antara dunia akademis dan aktivis. Kolaborasi kreatif antara aktivis-akademisi ini akan mampu memberi terobosan dalam penyelesaian masalah-masalah keragaman tersebut.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Prof. Ir. Suryo Purwono, MA.Sc., Ph.D, Direktur Sekolah Pascasarjana UGM, menggarisbawahi tentang kekayaan keragaman Indonesia sebagai sebuah kekuatan yang tidak dapat ditandingi negara mana pun. “Sayangnya,” ujar profesor yang menamatkan studi doktoralnya di University of Waterloo, Kanada, ini, “Pengelolaan keragaman ini belum dapat ditangani dengan baik” Lebih lanjut, Prof. Suryo berharap agar setelah selesai mengikuti kegiatan ini, para peserta SPK tak hanya dapat menjadi pemantik dan pelopor bagi komunitasnya tetapi juga membangun jejaring yang solid dalam pengelolaan keragaman di Indonesia.
Untuk mewujudkan hal itu, konsep pembelajaran SPK memadukan antara kuliah dan pelatihan. Secara garis besar, ada tiga tahapan penting dalam proses pembelajaran di SPK yang akan dilalui oleh para peserta. Ketiga tahapan tersebut yaitu pemetaan masalah, pengayaan teoretis, serta advokasi berbasis riset. Selain membekali dengan materi yang bersifat teoretis, program SPK juga mengasah dimensi praktis para peserta melalui studi kasus secara nyata. “Jadi, kita tidak mengajari peserta bagaimana cara melakukan advokasi, yang kita lakukan adalah memperkaya alat analisa peserta dalam merefleksikan pengalaman advokasi mereka,” ujar Iqbal.
Perlu diketahui, 25 peserta SPK VIII tak cuma berasal dari beragam latar belakang—seperti profesi, jenis kelamin serta agama dan suku—tetapi juga orang-orang yang aktif dalam mengadvokasi situasi keragaman di komunitasnya. Seluruh peserta ini merupakan hasil seleksi ketat terhadap ratusan calon peserta dari seluruh wilayah di Indonesia yang mengirimkan aplikasi lamaran peserta beberapa bulan sebelumnya. Selain itu, keterwakilan wilayah juga menjadi salah satu pertimbangan dalam pemilihan peserta.
img_5358Pada hari pertama SPK ini, para peserta melakukan kontrak belajar yang akan menjadi tata tertib selama proses pembelajaran di SPK ini berlangsung. Nia Sjarifudin, fasilitator SPK VIII yang berasal dari Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) memandu sesi kontrak belajar ini. Selanjutnya, Dr. Zainal Abidin Bagir, fasilitator dari CRCS UGM, mengajak peserta SPK untuk bersama memetakan berbagai persoalan keberagaman. Dari diskusi yang gayeng tapi serius, dirumuskanlah lima pokok persoalan yang kerap hadir dalam persoalan keberagaman, yakni interfaith atau hubungan antar agama, perempuan, masyarakat adat, pendidikan, dan media. Kelima tema inilah—dengan segenap polemik dan persoalan turunannya—yang akan menjadi bahasan sepanjang SPK berlangsung. Malam semakin larut, namun para peserta masih bersemangat untuk berbagi pengalaman soal pengelolaan keragaman. Semangat ini pula yang menjadi titik pijak pertama kebersamaan dari serangkaian acara SPK yang masih akan berlangsung hingga sepuluh hari ke depan. 

MoU Sekolah Pascasarjana UGM dan Universitas Tohoku, Peluang Exchange Student Mahasiswa CRCS di Jepang

BeritaBerita Utama Saturday, 30 July 2016

IMG_4255Kerjasama antara Sekolah Pascasarjana UGM dan Sekolah Pascasarjana Universitas Tohoku, Jepang resmi ditandatangi pada Kamis 30 Juni 2016. Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) ini memungkinkan kedua belah pihak melakukan kerjasama penelitian dan pertukaran mahasiswa. Dua orang mahasiswa dari kedua universitas mempunyai kesempatan untuk mengikuti program exchange student selama dua semester setiap tahunnya. MoU yang ditandatangani di gedung Sekolah Pascasarjana oleh Prof. Ir. Suryo Purwono, M.A.Sc., Ph.D dan disaksikan oleh Dr. Kimura Toshiaki ini sebelumnya telah ditandatangani di Jepang oleh Prof. Hiro Sato Ph.D dari Universitas Tohoku.
Kerjasama antara Sekolah Pascasarjana UGM dan Universitas Tohoku sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2015 dalam bentuk penelitian dan pengajaran. Sejak dua tahun terakhir Dr. Suhadi, dosen Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS) dan Dr. Kimura Toshiaki dari Program Studi Agama, Univeristas Tohoku telah melakukan kerjasama penelitian dalam bidang kajian agama dan bencana di Indonesia dan Jepang. Selain itu Dr. Kimura sejak 2015 telah menjadi salah satu dosen pengajar mata kuliah “Science, Religion and Disaster”, di Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS), Sekolah Pascasarjana UGM.
Kimura menjelaskan bahwa di Jepang sendiri, Universitas Tohoku merupakan salah satu dari empat universitas yang memiliki program Studi Agama (Religious Studies). Menurutnya program ini mulai diminati oleh mahasiswa Jepang karena dianggap penting khususnya dalam menanggapi bencana. Sebagai salah satu negara dengan tingkat bencana yang tinggi, kehadiran agama di Jepang dianggap sangat membantu menangani korban bencana. Selain itu, “Kehadiran sarjana dari studi agama dapat membantu para korban untuk melihat bencana dari sisi spiritualnya,” tutur Kimura.
( Baca juga : Wawancara Dr. Kimura Toshiaki )
Sementara itu Suhadi menjelaskan bahwa program penelitian antara Tohoku dan Sekolah Pascasarjana UGM khususnya CRCS dapat dilakukan berdasarkan proyek bersama maupun proyek individu di kedua negara. MoU ini dapat menjadi dasar untuk melakukan penelitian di Jepang bagi para mahasiswa dari Sekolah Pascasarjana UGM, demikian sebaliknya. Program pertukaran mahasiswa yang telah disepakati memberikan peluang bagi dua orang mahasiswa dari kedua program studi untuk belajar maupun meneliti dikedua negara setiap tahunnya. Khusus mahasiswa pascasarjana yang memiliki kemampuan dasar bahasa Jepang, peluang ini akan semakin terbuka lebar. Dengan MoU ini diharapkan dapat membantu mahasiswa CRCS dalam melakukan studi agama di Jepang. Hal ini tentunya akan memberikan manfaat besar bagi mahasiswa terutama bagi mereka yang tertarik melakukan penelitian tentang Jepang.

Facebook

Facebook Pagelike Widget

Instagram

Have you ever been treated in a hospital with a di Have you ever been treated in a hospital with a different religious affiliation than what we believe in?

In an emergency, we often cannot choose where we will be treated. However, this "emergency" seems to be an entry point to get to know people who have different beliefs from us.

Come and join the discussion at Graduate School Building, Room 307, Universitas Gadjah Mada at 13.00 WIB.

#wednesdayforum is free and open for public
Berita kegagalan Indonesia menjadi tuan rumah Pial Berita kegagalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 masih hangat di ruang media kita. Apa pun alasannya, "kekecewaan nasional" ini menunjukkan bahwa kultur sepak bola telah mengakar kuat di negeri ini. 

Di beberapa tempat di negara lain, sepak bola bukan sekadar mengakar sebagai kultur, melainkan sudah menghunjam menjadi kultus.

Simak tulisan @maryozaini mahasiswa magang CRCS UGM di situs web crcs ugm.
Pada tahun 2016 silam, Walt Disney Animation Studi Pada tahun 2016 silam, Walt Disney Animation Studios merilis "Zootopia", sebuah film animasi tentang peradaban hewan dan masalah kewargaan yang mereka alami. Di situ, hewan-hewan bertindak laiknya manusia bahkan memiliki sistem pemerintahan dan kewargaan yang tak kalah canggih. 

Tentu bukan peradaban utopis semacam itu yang dibayangkan oleh konsep kewargaan ekologis. Namun, keduanya punya persamaan: mengandaikan hewan, dan makhluk lain, sebagai bagian dari kesatuan warga negara; mengakui hak kewarganegaraan tidak sebatas manusia.

Simak tulisan menarik tentang kewargaan ekologis ini hanya di situs web crcs.
Religions and queer identities are often purported Religions and queer identities are often purportedly seen as antithetical to each other, impossible to reconcile, and harshly incompatible to be openly and mutually ‘holding hands’.

Yet in Indonesia, despite mainstream conservative attitude toward queer identities, queer-inclusive voices coming from faith leaders and queer activists are resisting and challenging the status quo.

Come and join the discussion at Graduate School Building, Room 306, Universitas Gadjah Mada at 16.00 WIB.

#wednesdayforum is free and open for public
Load More Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, Floors 3-4
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju